Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia mengajukan harga pokok pembelian gula di tingkat petani pada 2019 sebesar Rp 12.025 per kg dengan biaya pokok produksi sebesar Rp 10.932 per kg. Rentang harga itu memberikan jaminan ongkos produksi petani dan mampu membuat petani tebu dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panen tebu tengah berlangsung sejak Mei 2019 hingga saat ini. Agar mendapatkan jaminan modal kembali, asosiasi petani tebu mengusulkan harga pokok pembelian gula kepada pemerintah.
Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia mengajukan harga pokok pembelian gula di tingkat petani pada 2019 sebesar Rp 12.025 per kilogram (kg) dengan biaya pokok produksi sebesar Rp 10.932 per kg.
”Inflasi tahunan menjadi dasar pertimbangan kami. Harga ini sudah kami diskusikan dengan Kementerian Pertanian,” kata Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia Soemitro Samadikoen saat dihubungi Kamis (20/6/2019).
Menurut Soemitro, rentang harga Rp 10.932-Rp 12.025 per kg sudah cukup untuk memberikan jaminan ongkos produksi petani. Besaran harga itu juga dinilai mampu membuat petani tebu dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Sebenarnya, harga tersebut dapat fleksibel jika rendemen pabrik gula lebih tinggi. Soemitro mengharapkan rata-rata rendemen pabrik gula di atas 10 persen. Dengan demikian, gula yang didapatkan dari pengolahan tebu di pabrik dapat semakin banyak.
Untuk meningkatkan rendemen, Soemitro berpendapat, revitalisasi pabrik gula mesti digenjot. Modernisasi juga dibutuhkan agar pabrik gula semakin efisien. Dia juga berharap tak ada lagi pabrik gula yang tutup.
Pada 2019, pemerintah berencana menerapkan pola sistem beli putus tebu petani. Prinsipnya, harga yang dibeli di tingkat petani berdasarkan tebu yang dihasilkan. Dengan demikian, petani tak lagi terbebani dengan inefisiensi pabrik yang berdampak pada rendahnya rendemen.
Meskipun demikian, Soemitro berharap pemerintah tetap fokus meningkatkan rendemen pabrik gula. ”Harga tebu di tingkat petani juga bisa lebih tinggi jika harga gula di hilir lebih tinggi karena rendemen yang baik,” katanya.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono mengatakan, pihaknya sudah mempertimbangkan usulan harga pokok pembelian dari petani tebu. Skema beli putus tebu akan diterapkan dalam harga tersebut. Keputusan akhir harga pokok pembelian di tingkat petani berada di rapat koordinasi tingkat Kementerian Koordinator Perekonomian.