Tak Ada Kapal Perintis, Cengkeh di Tiga Pulau Gagal Dipanen
Ribuan hektar pohon cengkeh di tiga pulau, yakni Teon, Nila, dan Serua, tak bisa dipanen. Para petani serta buruh tani yang hendak ke tiga pulau itu masih tertahan di Pulau Seram. Pasalnya, kapal perintis yang melayani pulau-pulau di Maluku itu rusak.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Ribuan hektar pohon cengkeh di tiga pulau, yakni Teon, Nila, dan Serua, tak bisa dipanen. Para petani serta buruh tani yang hendak ke tiga pulau itu masih tertahan di Pulau Seram. Kondisi ini terjadi karena kapal perintis yang melayani pulau-pulau di Maluku itu, yakni KM Sabuk Nusantara 87, berhenti beroperasi sejak Februari lalu karena mengalami kerusakan di bagian kemudi. Empat bulan berlalu, pemerintah tidak menyediakan kapal pengganti.
”Cengkeh banyak yang sudah rusak dan kemungkinan besar tidak bisa dipanen. Padahal, tahun ini panen melimpah. Kami mendapatkan informasi ini dari warga yang sekarang ada di pulau itu. Kami berkomunikasi lewat radio SSB (single-side-band). Di sana tidak ada sinyal telepon,” kata Dion Marantika (31), tokoh pemuda dari paguyuban Teon Nila Serua, di Ambon pada Kamis (20/6/2019).
Pulau Teon, Nila, dan Serua yang berada di tengah kepungan Laut Banda itu masuk dalam wilayah Kabupaten Maluku Tengah. Pulau tersebut pada awalnya dihuni oleh masyarakat. Pada 1978, atas perintah Presiden Soeharto, warga di tiga pulau, yang kala itu berjumlah lebih kurang 5.000 orang, diperintahkan untuk mengosongkan pulau itu.
Pemerintah beralasan, tiga pulau itu rentan dilanda bencana letusan gunung api, baik di darat maupun yang tumbuh di dasar laut. Ada Gunung Api Lawakarwa di Nila dan Gunung Api Lagatala di Serua. Sementara di dekat Teon terdapat beberapa gunung api di dasar laut. Warga dipindahkan ke Pulau Seram yang terpaut sekitar 250 kilometer dari tiga pulau itu.
Cengkeh banyak yang sudah rusak dan kemungkinan besar tidak bisa dipanen. Padahal, tahun ini panen melimpah. Kami mendapatkan informasi ini dari warga yang sekarang ada di pulau itu. Kami berkomunikasi lewat radio SSB (single-side-band). Di sana tidak ada sinyal telepon.
Kendati tinggal di Pulau Seram, warga menggantung hidup mereka di tiga pulau itu. Kondisi tanah vulkanis mendukung cengkeh tumbuh subur di sana. Dari catatan Kompas, sebelum diungsikan ke Pulau Seram, petani di tiga pulau itu langsung memasarkan komoditas cengkeh ke salah satu sentra produksi rokok di Pulau Jawa.
”Masyarakat memang tinggal di Seram, tetapi kehidupan mereka sangat bergantung di pulau asal. Apalagi saat ini musim tahun ajaran baru, hasil panen untuk biaya pendidikan anak-anak mereka. Harapan itu pupus. Gagal panen bukan karena hama atau kondisi iklim, gagal panen karena tidak ada kapal,” tutur Dion.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, dua kapal perintis yang melayani pelayaran di Maluku, yakni KM Sabuk Nusantara 67 dan KM Sabuk Nusantara 87, mengalami kerusakan. Padahal, dua kapal tersebut belum berumur lebih dari dua tahun.
Masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil kini mengeluh kekurangan bahan pangan dan kebutuhan lain lantaran terisolasi lebih dari empat bulan. Pemerintah diminta mencari jalan keluar.
Terhentinya pelayaran ke wilayah kepulauan yang berlangsung selama berbulan-bulan itu bukan baru terjadi kali ini. Kondisi itu terjadi hampir setiap tahun. Padahal, untuk pelayaran perintis, biaya operasionalnya ditanggung pemerintah. Setiap tahun, negara menggelontorkan anggaran untuk subsidi. Operator perintis diserahkan kepada Pelni dan pihak swasta (Kompas 19/6/2019).
Pengajuan deviasi
Manajer Operasi PT Pelni Cabang Ambon Jasman yang dihubungi secara terpisah pada Kamis siang mengatakan, pihaknya sudah mengajukan deviasi atau pengalihan rute KM Sabuk Nusantara 71 untuk mengisi rute KM Sabuk Nusantara 87 yang melewati Pulau Teon, Nila, dan Serua.
”Kami sudah ajukan (ke Kementerian Perhubungan). Tunggu saja jawabannya,” ujar Jasman. KM Sabuk Nusantara 87 diperkirakan akan kembali beroperasi pada bulan depan.
Anos Yeremias, Ketua Komisi C DPRD Maluku, mendesak dilakukan investigasi terhadap kerusakan kapal tersebut. Ia menduga telah terjadi produk gagal.
”Belum sampai dua tahun kapal sudah rusak. Ada apa ini?” ujarnya. KM Sabuk Nusantara 67 mengalami kebocoran pada lambung kapal, sementara KM Sabuk Nusantara 87 mengalami kerusakan pada kemudi.