Simon N Groot Memberdayakan Jutaan Petani di Dunia
Peran transformatifnya dinilai telah memberdayakan jutaan petani kecil di lebih dari 60 negara tropis di Asia, Afrika, dan Amerika Latin untuk mendapatkan penghasilan lebih tinggi. Kiprahnya juga dianggap memberikan manfaat bagi ratusan juta konsumen untuk akses yang lebih besar ke sayuran bergizi dan diet sehat.
Simon Nanne Groot dinilai berperan dalam memberdayakan jutaan petani kecil di lebih dari 60 negara tropis di Asia, Afrika, dan Amerika Latin untuk mendapatkan penghasilan lebih tinggi. Kiprahnya juga dianggap memberikan manfaat bagi ratusan juta konsumen untuk akses yang lebih besar ke sayuran bergizi dan diet sehat.
Simon adalah pembenih berusia 85 tahun asal Belanda yang pada 10 Juni 2019 diumumkan sebagai pemenang Penghargaan Pangan Dunia 2019 oleh Yayasan World Food Prize. Penghargaan itu diprakarsai penerima Penghargaan Nobel Perdamaian, Norman Borlaug, sejak 1986 sebagai pengakuan atas pencapaian seseorang atas jasanya meningkatkan kualitas, kuantitas, dan ketersediaan pangan dunia.
”Simon N Groot telah mengabdikan hidupnya untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari jutaan orang di seluruh dunia,” kata Presiden Yayasan World Food Prize Kenneth M Quinn pada pengumuman pemenang di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Senin (10/6/2019).
Sekretaris Negara AS Mike Pompeo, sebagaimana dikutip Associated Press (AP), menyatakan, perbaikan luar biasa pada benih sayuran tropis itu membantu petani kecil di negara berkembang menghasilkan lebih banyak makanan, mendapatkan penghasilan lebih banyak untuk diri dan keluarga, mengurangi kelaparan, serta merangsang pertumbuhan ekonomi.
Simon N Groot lahir tahun 1934 di Enkhuizen, kota kecil di Belanda yang terkenal dengan perusahaan benih kelas dunia. Kakek buyutnya, Nanne J Groot, memasuki bisnis benih dan merintis benih unggulan Belanda awal abad ke-19. Pada 1867, Nanne J Groot mendirikan perusahaan benih Sluis and Groot dengan menggabungkan kekuatan anggota keluarga, termasuk ayah Simon, yakni Rutger Jan Groot.
Simon gemar membaca dan aktif di kelompok pramuka ”Sahabat Alam” di masa kecilnya. Salah satu kesan pertamanya tentang benih datang saat Perang Dunia II, yakni ketika pendudukan Jerman di Belanda. Jerman sangat menyadari pentingnya Enkhuizen sebagai pemasok benih mereka. Oleh karena itu, kota kecil itu menerima perlakuan jauh lebih baik daripada daerah lain di seluruh Belanda. Enkhuizen juga berhasil menghindarkan kelaparan yang melanda kota-kota lainnya.
Setelah lulus dari Erasmus University Rotterdam dengan gelar di bidang ekonomi bisnis dan dua tahun sebagai perwira di Angkatan Darat Kerajaan Belanda, Simon N Groot memasuki bisnis keluarga atas desakan ayahnya tahun 1958. Salah satu tugas pertamanya di Sluis and Groot adalah pelatihan dengan Vaughan’s Seed Company yang berbasis di Chicago, AS.
Di sini, dia belajar lebih banyak tentang industri benih AS sebelum akhirnya menemukan dirinya di Winfield, Illinois, tempat industri benih berada di tengah transisi dari tradisional ke pemuliaan tanaman yang lebih canggih.
Pada 1965, Simon N Groot melakukan perjalanan bisnis pertamanya ke Indonesia untuk mengatur produksi biji bunga untuk Sluis and Groot.
Setelah lulus dari Erasmus University Rotterdam dengan gelar di bidang ekonomi bisnis dan dua tahun sebagai perwira di Angkatan Darat Kerajaan Belanda, Simon N Groot memasuki bisnis keluarga atas desakan ayahnya.
Di dataran tinggi di selatan Jakarta, dia menemukan ladang yang ditanami kubis varietas ”Glory of Enkhuizen” yang dibiakkan dan didistribusikan perusahaannya. Namun, berbeda dengan di Eropa, varietas ini tidak tumbuh dengan baik di Indonesia. Varietas yang dibiakkan untuk iklim sedang ini gagal di daerah tropis.
Keliling
Pada 1981, Sluis and Groot dijual ke perusahaan Swiss Sandoz, kemudian menjadi bagian dari Syngenta. Groot meninggalkan posisinya sebagai manajer pemasaran. Pada usia ke-47 ketika itu, dia mulai menjelajah Asia Tenggara untuk menggali industri benih. Dia berbicara dengan pedagang benih dan petani serta mengunjungi pasar sayur. Dia melihat kelayakan visi untuk mendirikan perusahaan pembibitan benih sayuran pertama di kawasan itu.
Pasar benih sayuran yang lebih baik dan berkualitas tinggi tidak ada di Asia Tenggara pada waktu itu. Ketika benih sayuran tersedia, kondisinya sering kali kedaluwarsa, umumnya berasal dari Eropa dan Amerika Utara. Selain itu, benih umumnya kurang beradaptasi dengan kondisi iklim tropis. Banyak petani memilih menyelamatkan benih dari musim ke musim ketimbang membeli benih dengan kualitas rendah. Hasilnya adalah sayuran berkualitas rendah, variatif, dan rentan penyakit tanaman.
Dia melihat potensi itu. Namun, Groot harus memulai sepenuhnya dari nol dengan modal sendiri yang terbatas sebab tidak ada bank atau organisasi yang mau mendanai usaha seperti itu. Akan tetapi, di Filipina dia menemukan ”pasangan” untuk membantu mewujudkan rencananya.
Dia bertemu pedagang benih Benito Domingo yang memiliki koneksi lokal dengan perdagangan benih tradisional, industri pertanian, dan perguruan tinggi. Dia juga memiliki hasrat untuk mengembangkan benih. Keduanya membuat kombinasi yang saling melengkapi dengan membentuk perusahaan East-West Seed Company.
Ketika memulai perusahaan itu, pemuliaan sayuran komersial belum diketahui di daerah tropis. Petani kecil berjuang untuk menanam tanaman yang baik dengan benih berkualitas rendah yang menghasilkan panen yang rendah. Akibatnya, petani dan keluarganya tetap miskin dan kekurangan gizi.
Groot bersimpati dengan kondisi itu dan melihat cara memutus lingkaran setan kemiskinan. Dia membantu petani melalui diversifikasi sayuran bernilai tinggi.
East-West Seed memulai pemuliaan tanaman awal dan melatih masyarakat lokal sebagai pemulia dan teknisi di area pertanian seluas lima hektar di luar Kota Lipa, Filipina. Alih-alih mengimpor benih, Groot meminta pemulia tanaman terlatih dari Wageningen Agricultural University di Belanda memulai proses pemuliaan dan membantu melatih penduduk setempat.
Asosiasi dengan Wageningen ini adalah yang pertama dari banyak kemitraan publik-swasta yang akan dikembangkan Groot untuk membantu misinya membawa benih berkualitas kepada petani kecil. Groot tahu dia harus membangun bisnis berdasarkan kepercayaan antara petani dan pembenih. Oleh karena itu, dia dan timnya memperhatikan dengan baik kondisi petani dan preferensi konsumen lokal.
Groot bersimpati dengan kondisi itu dan melihat cara memutus lingkaran setan kemiskinan. Dia membantu petani melalui diversifikasi sayuran bernilai tinggi. East-West Seed memulai pemuliaan tanaman awal dan melatih masyarakat lokal sebagai pemulia dan teknisi di area pertanian seluas lima hektar di luar Kota Lipa, Filipina.
Ke Indonesia
Setelah sukses di Filipina, Groot melakukan ekspansi ke Thailand tahun 1984, lalu ke Indonesia tahun 1990. Di Indonesia, dia mendirikan tiga pembibitan untuk meneliti tanaman dataran tinggi, sedang, dan rendah. Strategi ini menghasilkan varietas yang sesuai dengan masing-masing daerah, termasuk tomat dataran rendah komersial yang pertama di Indonesia. Kini petani dataran rendah bisa memproduksi tomat untuk pasar terdekat dan tak perlu lagi mengangkut tomat dari dataran tinggi.
Ketika varietas sayuran hibrida semakin populer di kalangan petani kecil Asia Tenggara, potensi pengembangan produksi sayuran segera menjadi jelas. Pertanian sayuran sering kali lebih menguntungkan daripada jenis lainnya karena penggunaan lahan yang lebih intensif, kemampuan untuk menanam sepanjang tahun, dan tingginya nilai ekonomi. Namun, tak semua petani tahu bagaimana cara membuka potensi itu. Oleh karena itu, dia menggelar pelatihan lapangan dan demonstrasi di daerah tertentu untuk melatih petani.
Program transfer pengetahuan yang digelar East-West berkembang pesat. Kini 100 petugas melatih lebih dari 56.000 petani di delapan negara di Asia dan Afrika setiap tahun. Dengan transfer pengetahuan itu, petani bisa dengan cepat mengadaptasi sistem untuk mengoptimalkan produksi mereka.
Dalam kurun empat dekade terakhir, Groot telah memperluas benih East-West di seluruh Asia, Afrika, dan kini Amerika Tengah sambil menjaga kepentingan petani kecil di pusat bisnis. Kini lebih dari 20 juta petani di 60 negara menanam 973 benih East-West di 28 juta hektar lahan. Dengan benih dan teknik penanaman yang lebih baik, petani bisa menggandakan hasil panen hingga 2-3 kali lipat lebih tinggi.
Groot telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang, termasuk pembenih dan perusahaan benih lain di industri pembibitan sayuran di daerah-daerah yang kurang terlayani di dunia. Meski memiliki pengalaman internasional yang luas dengan para pemimpin politik dunia, Simon Groot tetap menjadi orang yang sederhana. Dia sering mengatakan, ”Melihat senyum lebar di wajah para petani memberi saya kepuasan yang luar biasa.”
Simon Nanne Groot
Lahir : Enkhuizen, Belanda, tahun 1934
Ayah : Rutger Jan Groot
Kiprah :
• Pendiri perusahaan benih East-West
• Pendiri dan anggota aktif Asosiasi Benih Asia Pasifik serta konsorsium pemulia sayuran World Vegetable Center