Penggunaan tingkat komponen dalam negeri atau TKDN dalam industri migas terus didorong. Selain menumbuhkembangkan produk dalam negeri, hal itu juga menyerap tenaga kerja yang mampu berdaya saing nasional serta internasional.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Penggunaan tingkat komponen dalam negeri atau TKDN dalam industri migas terus didorong. Selain menumbuhkembangkan produk dalam negeri, hal itu juga menyerap tenaga kerja yang mampu berdaya saing nasional serta internasional.
Hal itu mengemuka pada Forum Fasilitas Produksi Migas "Inovasi dan Transformasi Produksi Migas dalam Era Industri 4.0" 2019 di Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (9/7/2019). Acara digelar SKK Migas dan Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IAFMI).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto berharap, para pelaku usaha migas mempromosikan TKDN. "Kami mendorong agar para anggota IAFMI terus mempromosikan TKDN. Ini penting karena harga minyak dunia yang fluktuatif membuat persaingan menjadi sangat keras," ujar Dwi.
Dwi menambahkan, pihaknya ingin bekerja sama serta berkolaborasi dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Ia pun berharap penggunaan TKDN bisa lebih efisien karena basisnya ialah cost efficency. Dengan behaviour yang tepat, hal itu pasti bisa dilakukan.
Kami sepakat, setiap kontraktor kerja sama yang menggunakan produk dalam, akan ada penambahan itu. Kami betul-betul bertransformasi agar lebih kompetitif
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial, menuturkan, pemerintah selalu mendorong dan memberikan keistimewaan bagi yang menggunakan TKDN. Ada penambahan persentase gross split (bagi hasil) bagi yang melakukannya.
"Kami sepakat, setiap kontraktor kerja sama yang menggunakan produk dalam, akan ada penambahan itu. Kami betul-betul bertransformasi agar lebih kompetitif," kata Ego.
Adapun dalam skema kontrak migas gross split, semakin besar TKDN kontraktor, maka akan mendapat tamabahan bagi hasil 2-4 persen. Apabila TKDN 30-50 persen, maka ada penambahan 2 persen pembagian, TKDN 51-70 persen maka ada penambahan 3 persen, dan TKDN 71-100 persen maka ada penambahan 4 persen.
Sementara itu, Sekjen Kementerian Perindustrian Haris Munandar, mengemukakan, pihaknya terus menggalakkan program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Hal itu diharapkan dapat meredam tingginya produk-produk impor di Indonesia.
"Praktiknya dengan dua pendekatan. Pertama, penggunaan produk dalam negeri dan optimalisasinya oleh pemerintah. Kedua, dengan mengingatkan nilai potensi belanja barang yang cukup besar. Pemerintah melakukan kontrol untuk mendukung P3DN," kata Haris.
Transformasi
Dwi menuturkan, di era revolusi industri 4.0, persaingan perusahaan-perusahaan, termasuk di bidang migas, semakin ketat, seiring terus berkembangnya teknologi informasi. Sejumlah transformasi industri hulu migas pun dilakukan guna menghadapi hal itu.
Sejumlah transformasi itu antara lain dari perubahan dari Cost Recovery (pemulihan biaya) ke Gross Split dan pergeseran dari minyak ke gas. "Selain itu, ada pergeseran pengembangan lapangan dari target dangkal menjadi laut dalam. Juga, dari bahan bakar ke petrokimia," kata Dwi.