Program tol laut yang dirancang pemerintahan Joko Widodo mulai bersandar di sejumlah dermaga di Provinsi Kepulauan, Nusa Tenggara Timur, yang selama sepi aktivitas. Mobilitas barang dan penumpang pun lebih lancar dengan kehadiran 14 unit kapal tol laut. Harga bahan pokok di kabupaten terpencil pun relatif stabil.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Program tol laut yang dirancang pemerintahan Joko Widodo mulai bersandar di sejumlah dermaga di Provinsi Kepulauan, Nusa Tenggara Timur, yang selama sepi aktivitas. Mobilitas barang dan penumpang pun lebih lancar dengan kehadiran 14 unit kapal tol laut. Harga bahan pokok di kabupaten terpencil pun relatif stabil.
Kepala Dinas Perhubungan Nusa Tenggara Timur (NTT) Ishak Nuka di Kupang, Selasa (9/7/2019) mengatakan, kapal tol laut yang meyani NTT sebanyak 14 unit terdiri dari satu kapal cargo (kapal barang) dan sembilan unit kapal penumpang. Kapal-kapal ini beroperasi di NTT secara bertahap, sejak 2018 sampai dengan Maret 2019.
Satu kapal kargo, yakni KM Kandhaga Nusantara II memiliki pangkalan labuh di Tenau, Kupang. Kapal ini melayani rute T-13, yakni Tenau-Rote-Sabu-Tenau. Rute T-14, yakni Tenau-Lewoleba-Lamakera-Tobilota-Larantuka-Tenau. Kapal ini bertolak dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain.
"Rata-rata setiap pelabuhan mendapat layanan setiap tiga hari. Jarak dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, ada yang ditempuh 20 menit seperti Tobilota-Larantuka, dan terjauh Larantuka-Tenau delapan jam perjalanan,”kata Nuka.
KM Sabuk Nusantara 49, dan Sabuk Nusantara 43 melayani sekitar lima rute di Pulau Sumba, dua rute di Kabupaten Manggarai, dua rute masing-masing di Kabupaten Ngada dan Nagekeo, dan Manggarai Barat terdapat empat rute. Kapal penumpang ini singgah di setiap pelabuhan rata-rata satu kali dalam satu pekan.
Rata-rata setiap pelabuhan mendapat layanan setiap tiga hari. Jarak dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, ada yang ditempuh 20 menit seperti Tobilota-Larantuka, dan terjauh Larantuka-Tenau delapan jam perjalanan
Selain kapal perintis, mobilisasi penumpang juga dilayani delapan unit Feri yang dikelola PT ASDP Kupang. Tetapi Feri hanya melayari perairan NTT selama cuaca laut bersahabat, atau saat gelombang laut 0-2 meter.
Cuaca laut dengan ketinggian lebih dari itu, dilayani kapal perintis, dan lima kapal milik PT Pelni, yakni KM Awu, KM Bukit Siguntang, KM Lambelu, KM Wilis, dan KM Sirimau. Kapal milik PT Pelni juga bersandar hampir di semua dermaga di setiap kabupaten di NTT. Kapal perintis (tol laut) didesain dengan konsep sampai 6 meter ke dalam laut, sehingga meski bobot kapal di bawah 2.000 GT, pun tetap berlayar selama cuaca buruk.
“Masalah yang dihadapi, kondisi dermaga dan ketersediaan sarana dan prasarana belum memadai. Kami berharap Dirjen Kelautan Kementerian Perhubungan bisa memperhatikan masalah ini sehingga proses kapal sandar dan keluar pelabuhan relatif nyaman. Proses bongkar -muat barang, pun lebih lancar,”kata Nuka.
Ia mengaku, hampir semua wilayah di NTT yang telah memiliki dermaga laut, dilayani tol laut. Tidak ada lagi wilayah yang terosilir. Daerah-daerah yang selama ini sepi aktivitas di dermaga karena aktivitas bisnis sepi, kini mulai hidup.
Pemprov sedang mendorong agar kabupaten di NTT surplus hasil pertanian dan perikanan didorong ke kabupaten lain. Misalnya, bawang merah di Malaka dibawa ke Labuan Bajo, Borong dan Ruteng karena harga bawang merah Rp 40.000 per kg. Hasil tangkapan nelayan yang sulit dipasarkan di di Flores Timur, Alor, dan Lembata dibawa ke Sumba dan Kota Kupang.
Selain itu empat kapal tol laut khusus mengangkut ternak, yakni KM Cemara Nusantara 01, dan KM Cemara Nusantara 03. Kedua kapal ini dikelola PT Pelni. Sementara KM Cemara Nusantara 05, dan KM Cemara Nusantar 02, keduanya dikelola PT ASDP.
Pengusaha ternak
Kehadiran empat unit kapal ternak ini membantu pengusaha ternak dalam proses pengiriman ternak sapi dari NTT ke luar daerah. Biaya angkutan relatif lebih murah dibanding kapal komersial milik pengusaha swasta.
Saya mengharapkan agar kapal kargo atau kapal barang ini diperbanyak. Di NTT minimal ada lima kapal. Satu kapal kargo saja sangat sulit. Kapal Kandhaga Nusantara 11 ini singgah di dermaga Sabu satu kali dalam satu bulan karena harus keliling seluruh dermaga di NTT untuk angkut kontainer
Maksi Rihi Ga pedagang bahan pokok di Sabu mengatakan, Sabu merupakan salah satu daerah terisolir di NTT. Sebelum tol laut masuk Sabu, harga bahan pokok dan bahan bakar minyak (BBM) selama cuaca buruk, kapal kargo tidak masuk Sabu, stok bahan pokok dan BBM pun sering menipis. Pengusaha kewalahan mendapatkan bahan pokok dan BBM saat itu.
Tol laut ini meringankan beban ekonomi masyarakat. Harga barang pun relative sama dengan harga-harga di Kota Kupang. Kalau naik pun tidak seberapa. Intinya, harga masih terjangkaui masyarakat. Suasana belanja di kios, toko, dan pasar-pasar tradisional pun ramai, meski cuaca buruk.
"Saya mengharapkan agar kapal kargo atau kapal barang ini diperbanyak. Di NTT minimal ada lima kapal. Satu kapal kargo saja sangat sulit. Kapal Kandhaga Nusantara 11 ini singgah di dermaga Sabu satu kali dalam satu bulan karena harus keliling seluruh dermaga di NTT untuk angkut kontainer,"kata Maksi.