Sejumlah perusahaan pelat merah optimistis, penerbitan surat utang yang dilakukan di paruh kedua tahun ini akan terserap investor. Pasalnya, obligasi yang diterbitkan badan usaha milik negara dinilai mampu memberi jaminan lebih tinggi dibandingkan surat utang swasta.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah perusahaan pelat merah optimistis, penerbitan surat utang yang dilakukan di paruh kedua tahun ini akan terserap investor. Pasalnya, obligasi yang diterbitkan badan usaha milik negara dinilai mampu memberi jaminan lebih tinggi dibandingkan surat utang swasta.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk berencana menerbitkan obligasi sebesar Rp 6 triliun pada periode semester II-2019. Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo, Selasa (30/7/2019), di Jakarta, mengatakan optimistis bahwa obligasi tersebut dapat diserap secara maksimal di pasar modal.
”Saat ini BRI tengah mematangkan rencana penerbitan obligasi bersama underwriter agar obligasi ini bisa menarik sekaligus membuka peluang bagi investor ritel untuk membelinya,” ujarnya saat dihubungi.
Selain kondisi ekonomi makro domestik, pertimbangan utama perseroan menerbitkan obligasi adalah kebutuhan dana. Dana hasil penerbitan obligasi ini akan digunakan untuk pengembangan dan ekspansi bisnis perseroan.
Namun, Haru belum dapat membeberkan lebih rinci terkait besaran kupon obligasi dan rencana ekspansi dari hasil penerbitan obligasi yang akan dilakukan BRI. Kedua hal itu tengah dimatangkan bersama para penjamin emisi, salah satunya PT Danareksa Sekuritas.
Surat utang yang direncanakan terbit pada Oktober 2019 itu adalah bagian penawaran umum berkelanjutan tahap pertama perseroan dengan total plafon Rp 20 triliun. Penerbitan dilakukan dalam tiga seri selama tiga tahun terhitung mulai tahun ini.
”Tahun ini Rp 6 triliun. Untuk dua tahun berikutnya akan disesuaikan dengan kondisi saat itu. Terkadang, menurut kami, bukan jumlahnya yang penting, tetapi momentum (penerbitan) yang harus pas,” kata Haru.
Saat mengunjungi Redaksi Kompas beberapa pekan lalu, Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk I Gusti Ngurah Putra juga menyebut akan menerbitkan obligasi yang bernilai Rp 3 triliun hingga Rp 4 triliun.
Putra mengatakan, selambat-lambatnya obligasi tersebut akan dirilis pada triwulan IV-2019. Waskita Karya dipastikan akan menerbitkan obligasi tersebut secara berjangka melalui beberapa seri dengan tingkat kupon yang bervariasi.
”Sekarang masih minta persetujuan kepada komisaris. Setelah itu masih akan melalui proses pemeringkatan segala macam,” katanya saat itu.
Berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) pada akhir Juni 2019, porsi surat utang BUMN mencapai Rp 235,3 triliun atau sebesar 54,8 persen dari total nilai obligasi swasta sebesar Rp 429,4 triliun.
Direktur Utama Pefindo Salyadi Saputra mengatakan, faktor permintaan yang tinggi menjadi alasan tingginya emisi surat utang BUMN. Dari sisi aksi korporasi, BUMN pun cenderung dianggap memiliki jumlah proyek yang lebih banyak dari perusahaan swasta sehingga kebutuhan dana BUMN ikut tinggi.
Sementara dari sisi permintaan, investor tertarik dengan obligasi dari BUMN yang rata-rata memiliki peringkat kualitas utang baik. Investor mengincar instrumen yang menawarkan kupon tinggi meski risiko relatif lebih besar.
”BUMN sebagai penerbit surat utang memberikan jaminan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan instrumen investasi SUN (surat utang negara) yang risikonya rendah,” ujarnya.