RUU Ekonomi Kreatif Diharapkan Bisa Diketok September 2019
Rancangan Undang-Undang tentang Ekonomi Kreatif diharapkan bisa ditetapkan pada September 2019. Keberadaan regulasi itu dinilai mendesak untuk memajukan sektor ekonomi kreatif.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang tentang Ekonomi Kreatif diharapkan bisa ditetapkan pada September 2019. Keberadaan regulasi itu dinilai mendesak untuk memajukan sektor ekonomi kreatif. Selama ini ada kendala terutama soal koordinasi pemerintah pusat dan daerah.
Direktur Harmonisasi Regulasi dan Standardisasi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Sabartua Tampubolon, di Jakarta, Selasa (6/8/2019), menyebut tujuh substansi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ekonomi Kreatif. Ketujuh substansi tersebut adalah riset, pengembangan pendidikan, pendanaan, infrastruktur, pemasaran, pemberian insentif, dan fasilitasi hak kekayaan intelektual.
Antara substansi satu dan lainnya saling berkaitan, seperti antara fasilitasi hak kekayaan intelektual dan pendanaan. Wacana yang berkembang adalah sertifikat hak kekayaan intelektual dapat dipakai sebagai jaminan mengakses permodalan di bank. Para pelaku ekonomi kreatif umumnya kesulitan mendapat pinjaman karena tidak bisa memenuhi jaminan yang dipersyaratkan bank. Tidak semua pelaku punya aset fisik untuk dijadikan jaminan.
Dalam RUU, ekonomi kreatif didefinisikan sebagai perwujudan nilai tambah dari hak kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia dan warisan budaya. Definisi ini semestinya sudah menjadi penekanan. ”Kami berharap industri kreatif bisa jadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia pada masa depan,” ujar Sabartua.
Industri kreatif diharapkan jadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.
RUU tentang Ekonomi Kreatif diusulkan oleh Dewan Perwakilan Daerah sebagai Program Legislasi Nasional prioritas tahun 2015-2019. Tanggal pengusulannya adalah 26 Januari 2016 dan kini dalam posisi pembahasan.
Sebelumnya, Kepala Bekraf Triawan Munaf, saat menghadiri sosialisasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 142 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional 2018-2025, Senin (15/7/2019), di Perpustakaan Nasional Jakarta, mengatakan, RUU Ekonomi Kreatif akan memudahkan koordinasi pemerintah pusat dan daerah, dan juga pelaku ekosistem industri kreatif lainnya. Sebagai contoh, komunitas pelaku industri, asosiasi, dan media.
”Perlu landasan pengembangan ekonomi kreatif secara komprehensif dan inklusif,” katanya.
Perpres Nomor 142 Tahun 2018 menjadi landasan awal. Di dalamnya terdapat 12 arah kebijakan yang mengharuskan kementerian/lembaga sampai pemerintah daerah terlibat, antara lain reformasi birokrasi, pemasaran, dan standardisasi. Pada tahap pertama, pemerintah daerah, seperti provinsi, harus memetakan kebutuhan industri kreatif di daerahnya.
Triawan menyebutkan, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik, nilai produk domestik bruto (PDB) industri kreatif Indonesia pada 2017 sekitar Rp 1.000 triliun. Nilai ini naik menjadi Rp 1.100 triliun pada 2018. Diperkirakan tahun ini nilai PDB ekonomi kreatif meningkat menjadi Rp 1.211 triliun.