Polemik harga tiket pesawat yang terjadi sejak awal tahun, yang diwarnai keluhan masyarakat mengenai harga tiket yang tinggi, mesti diselesaikan dengan baik. Hal ini bisa menjadi batu loncatan untuk membuat industri penerbangan yang lebih baik dan sehat.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polemik harga tiket pesawat yang terjadi sejak awal tahun, yang diwarnai keluhan masyarakat mengenai harga tiket yang tinggi, mesti diselesaikan dengan baik. Hal ini bisa menjadi batu loncatan untuk membuat industri penerbangan yang lebih baik dan sehat.
Demikian benang merah Seminar Nasional Polemik Harga Tiket Pesawat Dalam Perspektif Hukum, Bisnis, dan Investasi yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019), di Jakarta.
Menurut analis kebijakan Kementerian Koordinator Perekonomian, Lin Che Wei, persoalan harga tiket ini merupakan hasil dari pengelolaan industri penerbangan yang kurang tepat di masa lalu. Dulu, harga tiket pesawat dijual sangat murah. Masyarakat senang, tetapi tidak bisa menjamin keberlangsungan bisnis maskapai.
”Solusi yang harus diambil, semua pihak harus menjaga bisnis penerbangan agar tidak terjadi persaingan yang sangat ketat dan juga menjaga jangan sampai tidak terjadi persaingan,” kata Lin Che Wei.
Dia mengatakan, harga tiket pesawat yang terlalu rendah juga mengganggu keberlangsungan moda transportasi lain, seperti bus, kereta api, dan kapal laut. Sebaliknya, harga yang tinggi tidak terjangkau calon penumpang.
”Dan, perlu diingat, harga yang sekarang dirasa tinggi itu sebenarnya adalah harga yang normal. Kalau harga yang murah dulu adalah harga yang tidak normal karena maskapai memberikan tarif yang sangat murah. Selain itu, penumpang yang terkena dampak kenaikan tarif ini proporsinya tidak terlalu mewakili jumlah penduduk yang ada,” ujarnya.
Lin Che Wei optimistis perbaikan tarif tiket pesawat akan terjadi karena semua pihak mau duduk bersama menyelesaikan masalah ini. Dengan demikian, persoalan harga tiket ini bisa menjadi tonggak untuk mengelola industri penerbangan menjadi lebih baik.
”Jika pengelolaannya baik, jumlah penumpang pesawat akan melonjak, dari 60 juta bisa 300 juta dalam 10 tahun ke depan,” katanya.
Fundamental
Pengamat penerbangan Chappy Hakim mengatakan, solusi untuk memperbaiki bisnis penerbangan harus bersifat fundamental.
”Pemerintah harus menata ulang jejaring penerbangan nasional yang mengatur penerbangan berjadwal, carter, perintis, dan kargo. Harus ada cetak biru penerbangan nasional sebagai motor pertumbuhan wilayah,” kata Chappy.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, transportasi udara merupakan salah satu perwujudan dari Nawacita. Masalah harga tiket, diakui Budi Karya, telah terjadi ketimpangan. Oleh karena itu, untuk penyelesaian harus dicari akar masalahnya. ”Pemerintah sudah mengambil beberapa cara untuk mengatasinya, tetapi memang hasilnya belum maksimal. Pemerintah sudah melakukan penelusuran terhadap struktur biaya dalam industri penerbangan. Jika ada struktur yang tidak benar, akan dibenahi,” kata Budi Karya.
Dia mengatakan, seluruh kebijakan yang diambil pemerintah selalu dilakukan dalam konteks pelayanan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. ”Semua kebijakan ini untuk melindungi kepentingan masyarakat dan maskapai,” ucap Budi Karya.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyampaikan, konsumen berhak untuk mendapatkan harga atau tarif yang wajar. Operator penerbangan selaku penyedia layanan perlu menerapkan tarif berkelanjutan dengan margin profit yang wajar. ”Pemerintah juga perlu konsisten dalam menerapkan tarif batas atas dan tarif batas bawah yang penerapannya perlu dinamis dengan peninjauan secara berkala 6-12 bulan sekali,” kata Tulus.