Pramuka Jadi Wahana Pendidikan Karakter yang Mengasyikkan
Oleh
DEONISIA ARLINTA/ NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Usia gerakan pramuka di dunia sudah lebih dari satu abad. Hari ini, Indonesia juga merayakan hari pramuka ke-58. Meski gerakan ini sudah ada sejak lama, pramuka tetap relevan untuk dijalankan saat ini. Pramuka atau Praja Muda Karana justru bisa menjadi wahana yang tepat untuk memperkuat pendidikan karakter bangsa sejak dini dalam menghadapi berbagai disrupsi pada era digital.
Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN Scout Association for Regional Cooperation (ASARC) Brata T Hardjosubroto di Jakarta, Rabu (14/8/2019) menuturkan, gerakan pramuka memiliki tiga dasar utama yang dikedepankan, yakni tanggung jawab pada Tuhan Yang Maha Esa, tanggung jawab terhadap diri sendiri, dan tanggung jawab terhadap sesama. Dari tiga hal itu kemudian dijabarkan secara lebih praktis melalui trisatya dan dasa dharma.
“Pada bulir dasa dharma kesepuluh misalnya berbunyi, suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Hal ini mudah disampaikan tetapi sulit diterapkan. Namun, ketika nilai ini bisa dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, karakter yang terbentuk bisa menjadi pedoman yang kuat dalam menghadapi kehidupan,” ujarnya.
Menurutnya, pramuka dilakukan untuk menyiapkan pribadi yang bisa bertanggung jawab pada diri sediri, masyarakat, dan Tuhan. Melalui pramuka, seseorang bisa lebih siap menghadapi hidup dengan baik, bahkan bisa membangun bangsa dan menjadi pemimpin bangsa yang berkarakter.
Nilai-nilai yang ditanamkan pun disampaikan kepada anak melalui metode yang menyenangkan, seperti bermain, bernyanyi, bertualang, serta berkemah yang sarat dengan nilai pendidikan karakter. Selain itu, pramuka yang identik dengan kelompok atau regu juga memberikan pelajaran bagi siswa untuk belajar memimpin dan memahami anggotanya dengan baik.
Sejak awal, seorang anak dalam kegiatan pramuka selalu masuk dalam suatu regu. Dalam regu ini, anak bisa berperan sebagai ketua ataupun anggota. Setiap inisiatif yang akan diambil harus disepakati oleh seluruh anggota regu. Kerjasama, gotong royong, dan saling berbela rasa selalu diterapkan dalam kegiatan regu. Praktik ini menjadi salah satu bentuk pelatihan yang akan bermanfaat dalam menjalani hidup bermasyarakat di masa depan.
Relevan
Brata menambahkan, pramuka tetap relevan untuk dilakukan di tengah perkembangan teknologi kini. “Nilai dalam kepramukaan relevan untuk melengkapi berbagai perkembangan yang terjadi. Pemanfaatan teknologi dan artificial intelligent yang semakin masif membutuhkan kebijaksanaan dalam pemakaiannya. Dari nilai pramuka inilah, kebijaksanaan itu bisa ditanamkan,” katanya.
Gerakan pramuka pun bisa dikemas sesuai dengan perkembangan zaman saat ini sehingga siswa bisa langsung mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pramuka tidak lagi hanya belajar tali temali dan baris bebaris, namun juga belajar mengolah limbah elektronik dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Gerakan pramuka bisa dikemas sesuai dengan perkembangan zaman saat ini sehingga siswa bisa langsung mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari
Hal itu sudah dilakukan dalam gerakan pramuka di SMA Negeri 70 Jakarta. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMAN 70 Jakarta, Sukardi menuturkan, kegiatan pramuka di sekolah tersebut biasanya menghadirkan pelatih-pelatih yang memiliki kepakaran terkait kondisi saat ini.
“Kami punya variasi kegiatan dalam kepramukaan. Secara berkala ada materi-materi yang diberikan yang berkaitan dengan isu kekinian, misalnya cara bijak menanggapi berita di media sosial, penguatan karakter dari sisi empati dan kepedulian lingkungan melalui kunjungan ke panti jompo,” katanya.
Ia berpendapat, kepramukaan bisa menjadi solusi dalam pembinaan karakter siswa. Apabila nilai-nilai dalam trisatya dan dasa dharma pramuka bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tentu memiliki akhlak dan karakter yang kuat.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto dalam siaran pers juga mengungkapkan, gerakan pramuka bertujuan membentuk pribadi seorang anak yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, serta menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa. Anak pun dilatih agar memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun NKRI, mengamalkan Pancasila, sekaligus melestarikan lingkungan hidup.
“Spirit gerakan pramuka dapat menjadi jawaban untuk menguatkan pribadi anak dari gencaran produksi hoaks, berita palsu, dan bohong yang terus terjadi dewasa ini. Jika gerakan pramuka mampu membumikan dasa darma pramuka dengan baik, persoalan itu tidak jadi masalah besar,” katanya.
Pegiat pramuka, Sylviana Murni, mengatakan, di era globalisasi, kepramukaan sangat dibutuhkan untuk penanaman nilai-nilai kehidupan dan cinta Tanah Air. "Melalui pramuka, anak-anak muda harus terus disuntik nilai dasa dharma pramuka, berbagi informasi dan ilmu yang positif. Dengan begitu, generasi muda memiliki sense of belonging dan sense of responsibilty terhadap kemajuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Sylviana.
Meski demikian, Sylviana yang juga mantan Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka DKI Jakarta mengakui, sebagian kalangan anak muda masih memiliki stigma kurang tepat terhadap pramuka. Pramuka dianggap kegiatan yang membosankan sehingga mereka mengikutinya hanya sekadar formalitas kegiatan ekstrakurikuler sekolah saja.
Untuk itu, tantangan saat ini adalah mencari metode yang tepat agar pramuka menjadi kegiatan yang kreatif dan inovatif tetapi tak melepaskan nilai-nilai Dasa Dharma Pramuka itu sendiri. Kegiatan pramuka seharusnya bisa disandingkan dengan kegaitan internasional lain seperti Robotic Camp, Youth Leadership Camp for Climate Change, dan Startup Bootcamp. "Jadi mereka tak hanya ikut pramuka karena kegiatan ekstrakurikuler wajib," kata Sylviana.