Perum Bulog tidak lagi memasok beras untuk program bantuan sosial untuk masyarakat prasejahtera atau rastra mulai September 2019. Penghentian itu seiring perubahan mekanisme penyaluran bantuan yang sepenuhnya beralih ke program bantuan pangan non tunai atau BPNT.
Oleh
FERRY SANTOSO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Perum Bulog tidak lagi memasok beras untuk program bantuan sosial untuk masyarakat prasejahtera atau rastra mulai September 2019. Penghentian itu seiring perubahan mekanisme penyaluran bantuan yang sepenuhnya beralih ke program bantuan pangan non tunai atau BPNT.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi di Jakarta, Senin (19/8/2019) menyatakan, berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat menteri, Bulog diputuskan tidak lagi memasok bansos rastra per akhir Agustus 2019.
Dengan mekanisme BPNT, Bulog tidak wajib memasok beras untuk keluarga penerima manfaat. Data Bulog, sejak program BPNT dilaksanakan, penyaluran beras bansos rastra dari Bulog terus berkurang. Saat bansos rastra masih disalurkan tahun 2016, Bulog menyalurkan beras hingga 2,78 juta ton dengan jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) mencapai 15,6 juta keluarga.
Saat program BPNT diujicoba tahun 2017, beras yang disalurkan Bulog untuk bansos rastra berkurang jadi 2,54 juta ton, lalu berkurang lagi jadi 1,2 juta ton tahun 2018. Sementara selama Januari-Agustus 2019, beras bansos rastra yang disalurkan tinggal 353.000 ton.
Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir berpendapat, konsekuensi dari berakhirnya penugasan itu, Bulog kehilangan saluran sehingga berdampak ke penyerapan gabah/beras dari petani. Dalam program BPNT, terjadi pasar bebas. Sebab, produsen beras lain bisa menjadi pemasok beras. Kondisi itu dikhawatirkan mengganggu fungsi Bulog sebagai stabilisator harga di tingkat petani. "Jika tidak ada yang menyerap gabah petani, harga gabah bisa jatuh," kata Winarno.
Sebelumnya, Kementerian Sosial memutuskan untuk menjadikan Bulog sebagai pengelola pasokan bahan pangan dalam program BPNT. Dengan demikian, badan usaha milik negara itu memiliki kepastian saluran sehingga fungsi stabilisasi harga bisa berjalan lebih baik.
Sejak pemerintah mengubah mekanisme penyaluran bantuan pangan, yakni dari natura berupa beras menjadi nontunai atau transfer langsung, saluran beras Bulog menyempit. Selain menumpuk, stok beras berpotensi rusak dan menambah ongkos penyimpanan.