Pembangunan Smelter Freeport Tahap Pemadatan Tanah
Pembangunan sarana pengolahan dan pemurnian mineral tambang atau smelter baru milik PT Freeport Indonesia di Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, dalam tahap pemadatan tanah. Pengoperasian smelter di areal 100 hektar sudah bisa beroperasi pada Desember 2023, meski tahap pengerjaan kini sekitar 3,8 persen dari seluruh tahap pembangunannya.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·2 menit baca
GRESIK, KOMPAS — Pembangunan sarana pengolahan dan pemurnian mineral tambang atau smelter baru milik PT Freeport Indonesia di Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, dalam tahap pemadatan tanah. Pengoperasian smelter di areal 100 hektar sudah bisa beroperasi pada Desember 2023, meski tahap pengerjaan kini sekitar 3,8 persen dari seluruh tahap pembangunannya.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (FI) Tony Wenas pada kunjungan ke lokasi smelter yang berada di kawasan Industri Java Integrated Industrial Estate (JIIPE) Gresik berkapasitas 2 juta ton konsentrat per tahun dan memproduksi katoda tembaga 99,99 persen.
”Tahap pemadatan tanah sampai benar-benar bisa memulai konstruksi sudah menghabiskan dana sekitar Rp 2 triliun. Biaya ini meliputi pemadatan lahan, studi pemanfaatan lahan, dan finalisasi lahan studi akhir secara detail,” ujarnya.
Untuk pendanaan pembangunan smelter tidak jauh dari PT Smelting, yang juga 25 persen saham milik PT FI, baik bank nasional maupun asing sudah menyatakan siap mengucurkan dana yang dibutuhkan sekitar 3 miliar dollar Amerika Serikat atau Rp 42 triliun.
”Tahap pemadatan tanah sampai benar-benar bisa memulai konstruksi sudah menghabiskan dana sekitar Rp 2 triliun. Biaya ini meliputi pemadatan lahan, studi pemanfaatan lahan dan finalisasi lahan studi akhir secara detail,” kata Tony Wenas.
Saat ini, di lokasi sedang dilakukan pemadatan tanah. Meski nanti smelter PT FI dengan bendera PT Manyar Maju Refinery (MMR) beroperasi, pasokan konsentrat tembaga dari Freeport ke PT Smelting yang memiliki areal 28 hektar sebesar 1 juta ton per tahun tidak berkurang.
”Produksi kosentrat Freeport setiap tahun mencapai 3 juta ton, jadi dua smelter di wilayah yang sama, tetap mendapat pasokan sesuai dengan kapasitas mesin masing-masing,” ujarnya.
Proses pemurnian, menurut Tony, PT MMR menggunakan teknologi outotec yang telah terbukti secara komersial. Sementara pabrik dan peralatan dirancang sesuai dengan standar internasional dan peraturan yang berlaku. ”Smelter ini akan menghasilkan katoda tembaga, logam mulia, silika besi, asam sulfat dan gipsum untuk pasar domestik dan ekspor,” katanya.
Pada kesempatan itu, Presiden Direktur PT Smelting Hiroshi Kondo menjelaskan, selama ini pasokan konsetrat dari Freeport lancar, dengan kapasitas kapal sekali angkut rata-rata 30.000 ton. Perusahaan ini memproduksi asam sulfat, terak tembaga, gipsum, dan lumpur anoda.
”Khusus asam sulfat seluruhnya dipasok ke PT Petrokimia Gresik dengan mengalirkan langsung melalui pipa karena kawasan pabrik satu wilayah dengan pabrik pupuk tersebut. Paling sulit adalah mencari pasar produk sampingan karena industri hilir yang menampung sangat minim di Indonesia,” katanya.