Perekonomian Indonesia ditopang konsumsi domestik dan investasi. Oleh karena itu, pelaku usaha diajak meningkatkan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia berupaya menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara bersama-sama, kalangan dunia usaha di pusat dan daerah diharapkan meningkatkan investasi untuk memajukan perekonomian di Tanah Air.
Pada semester I-2019, perekonomian RI tumbuh 5,06 persen. Pada 2018, ekonomi tumbuh 5,17 persen.
”Menurut Bank Indonesia, ada beberapa sektor yang akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi ke depan,” Kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada acara Kadin Talks di Jakarta, Senin (26/8/2019).
Sektor pertama adalah infrastruktur yang mendorong kawasan industri dan kawasan pariwisata. Kedua, sektor manufaktur, seperti industri otomotif, garmen, alas kaki, makanan dan minuman, elektronika, serta industri hilir di sejumlah daerah.
Adapun sektor ketiga adalah adalah pariwisata. ”Presiden sudah menggariskan ada empat plus satu, yakni Yogyakarta, Labuan Bajo, Mandalika, Toba, dan Likupang,” kata Perry.
Ia menambahkan, sektor keempat adalah perikanan dan kelima terkait keuangan digital yang dinilai BI bisa mendorong pertumbuhan ekonomi RI.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, dunia usaha mengapresiasi langkah BI menurunkan suku bunga acuan.
”Tetapi, terkadang perbankannya yang lambat. (Suku bunga) deposito langsung turun, tetapi suku bunga pinjaman perbankan biasanya ada jeda sampai enam bulan,” kata Rosan.
Suku bunga acuan BI saat ini 5,5 persen.
Marjin
Rosan menanyakan pandangan Perry terkait marjin bunga bersih (NIM) perbankan di Indonesia. ”Saya lihat NIM perbankan Indonesia mungkin salah satu yang tertinggi di dunia, sekitar 5 persen,” katanya.
Rosan mencontohkan NIM di Malaysia di bawah 2 persen, Singapura (1,4 persen), Vietnam (2,7 persen), dan Filipina (2,9 persen). ”Menurut Pak Perry, NIM di perbankan kita ketinggian enggak, karena dampaknya ke dunia usaha,” katanya.
Menurut Rosan, jika NIM turun dan biaya dana turun, dunia usaha akan lebih berkembang sehingga lapangan kerja lebih banyak tercipta.
Menanggapi hal itu, Perry menyampaikan, NIM perbankan Indonesia sebenarnya sudah turun meskipun masih bisa turun lagi. ”NIM sekarang sudah di bawah 5 persen, dulu antara 5-6 persen. Masih bisa turun, kuncinya dengan meningkatkan efisiensi dunia perbankan,” ujarnya.
Menurut Perry, ada beberapa faktor yang memengaruhi penurunan suku bunga kredit perbankan, di antaranya kebijakan suku bunga, likuiditas, dan relaksasi regulasi.