Perpres Mobil Listrik, Momentum Bangun Keunggulan Industri Kendaraan Listrik
Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 harus menjadi momentum membangun keunggulan industri kendaraan bermotor listrik di Tanah Air. Apalagi, Indonesia memiliki bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat baterai.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 harus menjadi momentum membangun keunggulan industri kendaraan bermotor listrik di Tanah Air. Apalagi, Indonesia memiliki bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat baterai.
”Tinggal teknologinya yang mesti dipelajari lebih dalam,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani di Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Rosan menyampaikan pendapat itu dalam diskusi kelompok terfokus bertajuk ”Kajian Implementasi Kendaraan Elektrifikasi dalam Mendukung Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik sebagai Industri Berkelanjutan Pascaterbitnya Perpres 55/2019”.
Perpres 55/2019 tentang Percepatan Program Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan ini ditetapkan pada 8 Agustus 2019 dan diundangkan empat hari kemudian.
Indonesia ingin menguasai kemampuan produksi kendaraan listrik.
”Dari pilihan kajian kami, yang paling layak adalah kendaraan listrik berbasis baterai,” kata Penasihat Khusus Menteri Bidang Kebijakan Inovasi dan Daya Saing Industri Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Menurut dia, Indonesia berpotensi tampil dalam rantai pasok global kendaraan listrik berbasis baterai. Terkait pengembangan industri kendaraan bermotor listrik merek nasional, sejak 2012 lima perguruan tinggi negeri, yakni Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, telah melakukan penelitian kendaraan listrik.
Penelitian pun dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Adapun PT Pertamina (Persero), PT Pindad (Persero), PT PLN (Persero), dan industri swasta juga dilibatkan untuk berkolaborasi.
”Kondisi (pengembangan kendaraan listrik) Indonesia saat ini berada pada tahap prototipe dan uji coba prototipe. Kita masih berjuang untuk bisa masuk pada lini produksi,” kata Satryo.
Pasar besar
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengatakan, Indonesia masih memiliki pasar besar bagi pengembangan industri otomotif. ”Rasio kepemilikan mobil di Indonesia masih 87 unit per 1.000 penduduk,” kata Putu.
Sebagai perbandingan, kepemilikan mobil per 1.000 penduduk di Brunei Darussalam mencapai 711 unit, Malaysia (439), Thailand (228), dan Singapura (147).
Terkait dukungan kebijakan, kata Putu, ada berbagai insentif baik fiskal maupun nonfiskal terkait percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Dukungan kebijakan juga berupa harmonisasi pajak penjualan barang mewah. Ada pula dukungan lain, seperti kredit khusus kendaraan listrik oleh bank dengan bunga rendah.
”BRI, misalnya, akan memberikan pinjaman pembelian kendaraan listrik dengan suku bunga 3,8 persen per tahun dengan tenor 6 tahun,” kata Putu.
Perwakilan agen pemegang merek, Fransiscus Soerjopranoto, pada diskusi tersebut, antara lain memaparkan pemberian insentif untuk meningkatkan penggunaan kendaraan bermotor listrik di sejumlah negara.
Selain produk, faktor lain yang juga memengaruhi percepatan penggunaan kendaraan bermotor listrik dinilai perlu digali. Faktor itu termasuk karakter, kebiasaan, dan preferensi konsumen, serta kesiapan pasar.