Program asuransi ternak sapi di Nusa Tenggara Timur yang digulirkan pemerintah pusat pada 2016 belum optimal terealisasi. Rencana pemerintah setiap tahun sebanyak 2.000 ternak sapi mendapatkan asuransi, realitanya baru 475 ekor sapi. Kendalanya sebagian besar peternak tidak paham ada program itu.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Program asuransi ternak sapi di Nusa Tenggara Timur yang digulirkan pemerintah pusat pada 2016 belum optimal terealisasi. Rencana pemerintah setiap tahun sebanyak 2.000 ternak sapi mendapatkan asuransi, realitanya baru 475 ekor sapi. Kendalanya sebagian besar peternak tidak paham ada program itu.
Kepala Dinas Peternakan Nusa Tenggara Timur Danny Suhadi di Kupang, Senin (2/9/2019) mengatakan, program asuransi ternak itu sangat bermanfaat bagi peternak. Jika ternak mati, dicuri, banjir, terkena penyakit dan seterusnya akan mendapatkan ganti rugi sampai Rp 10 juta per ekor.
Pengelola asuransi yakni PT Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo) yang ditugaskan mengadvokasi program itu tidak optimal bekerja. Mereka jarang melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai program ini.
"Padahal ada dana dari pemerintah pusat, termasuk kegiatan sosialisasi. Satu ekor ternak disubsidi Rp 160.000 oleh pemerintah, dan Rp 40.000 ditanggung peternak, karena total premi asuransi itu Rp 200.000 per ekor,” kata Suhadi.
Premi asuransi Rp 200.000 per ekor ini hanya berlaku satu tahun, tahun berikut diikutkan lagi. Tetapi disubsidi pemerintah sehingga tidak membebani peternak.
Program ini diluncurkan awal 2016 dengan target setiap tahun sebanyak 2.000 ekor ternak diasuransi. Jika tidak mencapai target, dana subsudi asuransi terpaksa dikembalikan ke rekening Negara.
Padahal ada dana dari pemerintah pusat, termasuk kegiatan sosialisasi. Satu ekor ternak disubsidi Rp 160.000 oleh pemerintah, dan Rp 40.000 ditanggung peternak, karena total premi asuransi itu Rp 200.000 per ekor, kata Suhadi.
Ia mengatakan, 2016-2017 hanya 200 ekor, 2018 sebanyak 200 ekor, tahun ini sejak Januari- Agustus sudah 75 ekor diasuransi, sebagian besar di Timor Tengah Selatan. Total ternak yang diasuransi sejak 2016-2019 sebanyak 475 ekor. Jumlah ini masih jauh dari harapan.
Jumlah populasi ternak sapi di NTT 1.020.000 ekor. Seharusnya 1.020.000 ekor sapi ini mendapatkan asuransi karena selama ini setiap tahun sekitar 1.000 ekor sapi mati, hilang dicuri, mati bunting atau melahirkan, dan terhanyut banjir.
“Peternak akan mendapatkan penggantian Rp 10 juta per ekor. Dengan uang ini peternak bisa membeli bibit ternak baru 2-3 ekor. Jadi, asuransi ini menguntungkan peternak,”katanya.
Tak punya anggaran
Suhadi menyebutkan, pihak dinas pertenakan tidak memiliki tenaga dan biaya khusus untuk melakukan sosialisasi program itu. Mereka hanya bisa menyampaikan program asuransi itu kepada peternak saat ada pertemuan kontes sapi, atau kesempatan tertentu.
Ketua Kelompok Ternak “Kuatnana” Kelurahan Fatukoa Kota Kupang Daniel Aluman mengatakan, tahun 2016 sebanyak tiga kelompok ternak di Kelurahan Fatukoa mengikuti program asuransi ternak itu. Jumlah ternak yang diasuransi sekitar 100 ekor.
Tetapi ketika lima dari 100 ekor ternak itu mati karena cuaca buruk Desember 2016-Februari 2017, tidak mendapatkan pengantian uang dari pihak Asuransi Jasindo. Berbagai alasan dan prosedur yang disampaikan pihak Jasindo membuat peternak menyerah.
“Peternak akhirnya membatalkan kepesertaan ternak mereka dalam asuransi ini. Kalau program ini untuk membantu peternak, sebaiknya dipermudah untuk mendapatkan uang penggantian yang dijanjikan itu,”kata Aluman.
Staf PT Jasindo Yohanes Sandi mengatakan, program itu tetap dilaksanakan di lapangan, tetapi masih banyak hambatan karena sebagian besar petani belum bersedia mengasuransikan ternak mereka. Sejak 2016-2019 sekitar 2.000 ekor sapi milik peternak diasuransikan.
Ia mengaku, masih banyak kesulitan di lapangan terkait keterbatasan tenaga lapangan Jasindo, dan masih banyak peternak kurang paham manfaat dari asuransi ini. Tetapi Jasindo telah membangun kerjasama dengan dinas peternakan di 22 kabupaten/kota untuk mensosialisasikan program ini.
Peternak akhirnya membatalkan kepesertaan ternak mereka dalam asuransi ini. Kalau program ini untuk membantu peternak, sebaiknya dipermudah untuk mendapatkan uang penggantian yang dijanjikan itu, kata Aluman.
Mengenai keluhan peternak di Kelurahan Fatukoa, Kota Kupang, ia mengatakan, tim Jasindo sempat datang ke lokasi, melihat langsug sapi yang mati. Tetapi sapi-sapi yang dinyatakan mati itu, tidak memiliki intek atau tanda di telinga atau badan sebagai peserta asuransi Jasindo.
“Saat sapi didaftarkan sebagai peserta asuransi, kami beri tanda khusus di telinga atau di badan sapi, sesuai keinginan pemilik. Tetapi sapi yang dilaporkan mati, tidak ada tanda itu. Jasindo tidak berani melayani seperti itu,”kata Senda.
Anggota DPRD NTT Yucundus Lepa mengatakan, PT Jasindo sebagai pengelola program asuransi ternak, harus lebih transparan. Jika peternak sudah mengikuti program itu dan terdaftar sebagai peserta, apa pun alasannya, harus dilayani. Tidak mungkin sapi-sapi itu tidak memiliki tanda khusus di badan atau telinga, sebab kebiasaan peternak tanpa asuransi mereka selalu memberi tanda pada sapi.