Label sebagai “penerjang arus” kerap disematkan pada diri Agus DW Martowardojo. Bankir yang mencapai puncak karier sebagai Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia ini punya reputasi positif atas transformasi institusional yang dia lakukan.
Sepak terjangnya sebagai profesional dibukukan dalam " Agus Martowardojo: Pembawa Perubahan " yang diterbitkan Bank Indonesia Institute. Seluruh cerita dalam buku ini ditulis 14 penulis atas persetujuan Agus serta konfirmasi dari puluhan narasumber lain untuk memperkuat cerita.
“Perubahan yang diantarkan Agus adalah perubahan visioner, fundamental, yang sesuai dengan zaman, bahkan akan relevan melampaui zaman,” ujar Hermien Y Kleden selaku kepala editor dan penanggung jawab konten penulisan buku biografi Agus Martowardojo, saat peluncuran buku di Jakarta, Senin (2/9/2019).
Peluncuran buku ini dihadiri sejumlah tokoh, antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.
Buku terbagi atas tujuh babak yang memuat kisah hidup serta perjalanan karier profesional Agus Martowardojo. Kisah perjalanan Agus dibuka dengan tulisan pengantar dari Presiden Joko Widodo dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Jejak karir Agus di perbankan dimulai dari Bank Niaga, berlanjut dengan membangun Bank Mandiri, hasil merger dari empat bank pemerintah. Merger 5 bank swasta menjadi Bank Permata juga dia pimpin. Bahkan, Agus juga memimpin transformasi di Bank Mandiri.
Babak demi babak dalam buku ini mengisahkan perjalanan karier yang memahat Agus menjadi seorang birokrat dengan kelengkapan seorang profesional. Catatan demi catatan di buku itu membedah sosok Agus sebagai visioner dengan kecakapan teknokrat.
Agus, dalam pidato sambutannya, menuturkan, langkah transformasi institusional dalam rekam jejaknya semakin matang seiring dengan transformasi yang terjadi di dalam dirinya. Dia bergerak dari pelaku bisnis perbankan menjadi pengawal fiskal.
Sejumlah kebijakan yang dia susun sebagai menteri keuangan secara konsisten tetap dia jalani dalam peran barunya selaku Gubernur BI atau pucuk pimpinan tertinggi otoritas moneter di Tanah Air.
Dari sang ayah, Soejono Martowardojo, Agus mewarisi nilai yang dia pegang teguh, yakni memiliki prinsip “kaki yang kuat”. Makna di balik itu adalah integritas dalam pekerjaan yang tidak membebani orang lain.
“Ayah saya selalu memaksa saya punya kaki yang kuat dalam situasi apa pun. Ini adalah sebuah prinsip integritas, yakni, baik dalam keadaan senang maupun sedih, saya tetap harus kuat dan tidak membebani orang lain,” tutur Agus.
Cakrawala
Di era kepemimpinan Agus, BI memperluas cakrawala pengendalian inflasi. Pengendalian inflasi tidak lagi terbatas dalam penetapan jumlah uang beredar, namun juga menjangkau sisi suplai, pasokan, dan distribusi kebutuhan pokok.
Agus membangun jaringan survei dan sistem pelaporan pergerakan harga bahan pokok hingga ke pelosok daerah.
Perry Warjiyo menuturkan, dua hal menonjol yang patut dicatat di masa kepemimpinan Agus sebagai Gubernur BI adalah penguatan institutional kepemimpinan dan sumber daya manusia. BI di masa Agus adalah otoritas moneter yang memperluas jejaring dan kerja sama dengan berbagai instansi.
“Perhatian terhadap penguatan sumber daya manusia dari institusi diwujudkan Agus dengan pembentukan Bank Indonesia Institute. Dengan demikian, para pegawai memiliki kemampuan substansi teknis dan kecakapan kepemimpinan,” ujar Perry. (DIMAS WARADITYA NUGRAHA)