SBN ritel menjadi salah satu instrumen pembiayaan utang tahun 2020, sebesar Rp 351,85 triliun.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan kembali menerbitkan surat berharga negara atau SBN ritel sedikitnya sepuluh kali tahun 2020. Instrumen investasi yang menyasar generasi milineal ini diyakini tetap menarik kendati tren imbal hasil cenderung turun.
“Penerbitan SBN ritel tahun 2020 setidaknya sepuluh kali seperti tahun ini. Namun, target dan komposisi SBN ritel belum ditentukan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman di sela-sela penerbitan SBN ritel seri SBR008 di Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Pada 2019, pemerintah menerbitkan SBN ritel sepuluh kali terdiri dari saving bond ritel (SBR), sukuk tabungan (ST), sukuk ritel (Sukri), dan obligasi ritel Indonesia (ORI). Dari target Rp 60 triliun-Rp 80 triliun, penerbitan SBN ritel baru mengumpulkan dana Rp 38,3 triliun hingga 31 Agustus 2019.
Luky mengatakan, sejauh ini belum ditentukan komposisi, jenis, dan target SBN ritel tahun 2020. Strategi penerbitan SBN ritel menunggu keputusan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bulan September 2019 dan respons kebijakan Bank Indonesia. Penurunan suku bunga acuan akan memengaruhi imbal hasil SBN ritel.
“Penentuan jenis dan komposisi SBN disampaikan akhir tahun ini. Kami akan melihat apakah ada pemangkasan suku bunga lagi atau tidak,” kata Luky.
SBN ritel menjadi salah satu instrumen pembiayaan utang tahun 2020, sebesar Rp 351,85 triliun. Dalam Rancangan APBN 2020, pembiayaan utang terdiri dari SBN (neto) Rp 389,22 triliun dan pinjaman (neto) Rp 37,46 triliun. SBN ritel hanya ditawarkan untuk investor individu.
Menurut Luky, SBN ritel tetap diminati kendati imbal hasil berangsur turun. Hal itu karena SBN ritel memiliki sejumlah keunggulan, misalnya, kemungkinan gagal bayar kecil karena dijamin undang-undang, imbal hasil relatif lebih tinggi dari instrumen investasi lain, serta kanal pemesanan dan pembelian beragam.
Saat ini ada 22 mitra distribusi yang melayani pemesanan dan pembelian SBN ritel yang terdiri dari perbankan, perusahaan efek, dan perusahaan teknologi finansial. Pemesanan dan pembelian SBN ritel bisa secara daring maupun luring. Investor individu bisa memesan minimal Rp 1 juta dan maksimal Rp 3 miliar.
Luky mengatakan, SBN ritel mulai menyasar generasi milenial yang berusia 19 tahun-39 tahun untuk perluasan basis investor domestik. Saat ini porsi investor milenial dalam setiap penerbitan SBN ritel berkisar 51-52 persen. Pemasaran SBN ritel secara daring akan diperluas untuk meningkatkan minat dan memperbesar basis investor milenial.
“Minimum pemesanan SBN ritel Rp 1 juta agar terjangkau generasi milenial. Persepsi investasi SBN yang mahal dan hanya untuk segelintir orang berupaya diubah,” kata Luky.
Pada Kamis (5/9/2019), pemerintah menerbitkan SBN ritel seri SB-008 dengan imbal hasil minimal sebesar 7,2 persen. Masa penawaran SBR-008 dibuka pada 5-19 September 2019. Target pemesanan instrumen investasi ini sebesar Rp 2 triliun.
Head Retail Capital Market Bahana Sekuritas Inca Aditya berpendapat, SBN ritel lebih menarik dibandingkan deposito karena pajak lebih rendah. Pungutan pajak SBN ritel adalah 15 persen, sementara deposito 20 persen. Selain itu pencairan maksimal sebagian dari unit SBN ritel investor dapat dilakukan satu tahun sebelum jatuh tempo.
Detail investasi
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, mengatakan, investor SBN ritel patut mengetahui penggunaan dana investasi secara detail. Selama ini pemerintah hanya menjelaskan penggunaan dana investasi untuk infrastruktur tanpa menunjukkan proyek atau programnya.
“Pemegang SBN ritel tidak dapat mengontrol penggunaan langsung instrumen investasi yang dibelinya,” kata Aviliani.
Aviliani mengatakan, penerbitan surat utang perlu dibarengi program dan proyek sehingga peruntukannya bisa lebih dipertanggungjawabkan. Utang harus digunakan untuk kegiatan produktif yang memiliki dampak ekonomi berganda. Tujuannya untuk memperkecil risiko gagal bayar utang di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Dalam Rancangan APBN 2020, pemerintah menurunkan target penerbitan SBN neto untuk pembiayaan utang menjadi Rp 389,22 triliun. Sedangkan, proyeksi tahun 2019 sebesar Rp 381,83 triliun.
Luky menambahkan, strategi pembiayaan utang tahun 2020 tetap fleksibel. Penurunan target penerbitan SBN neto mempertimbangkan kondisi perekonomian global yang cukupi rentan. Terlebih, ada indikasi terjadi resesi di sejumlah negara maju. Pemerintah harus meningkatkan kehati-hatian.
Di sisi lain, lanjut Luky, penarikan pinjaman luar negeri juga memiliki keterbatasan. Institusi internasional sudah menetapkan batas pinjaman masing-masing negara, misalnya, Bank Dunia dan IMF. Untuk itu pembiayaan utang tetap mengandalkan penerbitan SBN berdenominasi rupiah maupun valuta asing.
Editor:
hamzirwan
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.