JAKARTA, KOMPAS — Penerapan pengenaan bea masuk sementara bagi produk tekstil ke Indonesia mesti dibarengi peningkatan daya saing industri tekstil dan produk tekstil. Dengan daya saing tinggi, pelaku industri tekstil dan produk tekstil dapat mengisi kebutuhan domestik dan ekspor.
Data di laman Kementerian Perdagangan yang dikutip pada Senin (16/9/2019) menunjukkan, negara tujuan utama ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia adalah Amerika Serikat. Nilai ekspor ke AS pada Januari-Juni 2017 sebesar 2,084 miliar dollar AS dan pada Januari-Juni 2018 sebesar 2,252 miliar dollar AS.
”(Industri TPT) hulu hingga hilir sedang sakit. Hanya industri hilir berorientasi ekspor yang sehat,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wirawasta di Jakarta.
Solusi cepat mengatasi hal ini, menurut Redma, adalah menyetop impor lebih dulu sampai ada perbaikan regulasi. Dengan cara itu, pasar lokal dapat digarap pelaku industri dalam negeri.
Kemarin, Presiden Joko Widodo bertemu Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) di Istana Merdeka, Jakarta.
Presiden Joko Widodo memperhatikan, industri tekstil dan pakaian jadi di Indonesia tumbuh 20,71 persen pada triwulan II-2019. Adapun kontribusinya terhadap produk domestik bruto triwulan II-2019 sebesar 1,3 persen.
Meski demikian, pangsa pasar TPT Indonesia di pasar global cenderung stagnan pada 1,6 persen. Sementara China sekitar 31,8 persen, Vietnam 4,59 persen, dan Bangladesh 4,72 persen pada 2018.
”Hal ini disebabkan tingginya biaya produksi lokal, fasilitas dan kebijakan dagang yang berpihak pada impor, dan kurang perencanaan jangka panjang yang berdampak pada minimnya investasi,” kata Presiden.
Presiden Joko Widodo meminta masukan dari pengusaha yang bergerak di sektor TPT. Diharapkan, industri TPT bisa memanfaatkan peluang perang dagang China-AS.
Ketua Umum API Ade Sudrajat menjelaskan, industri TPT memerlukan harmonisasi tarif. Keberadaan kawasan perdagangan bebas ASEAN-China membuat produk tekstil dan garmen impor tak dikenai bea masuk. Sebaliknya, untuk industri hulu, ada bea masuk 5 persen. Dengan antidumping 9 persen, secara total ada yang terbebani tarif 15 persen, ada pula yang 20 persen. Akibatnya, tambah Ade, industri tekstil Indonesia menjadi lemah.
”Kalau Pak Menperin (Menteri Perindustrian) secara tegas usul (tarif) di hulu untuk serat 0 persen, di bawahnya 5 persen, lalu kain 8 persen, untuk garmen 12 persen. Seperti piramida ke bawah,” tutur Ade.
Produk TPT China menyerbu banyak negara, termasuk Indonesia. Pada saat produk TPT China sulit masuk ke AS, produk itu dialihkan ke negara-negara di Asia Tenggara.
Pekan lalu, tambah Ade, API mengajukan safeguard berupa pengenaan bea masuk sementara kepada Kementerian Perdagangan. Jika hal itu disetujui, produk impor akan dikenai bea masuk impor sementara. Namun, hal ini masih dikaji Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Kementerian Perdagangan.
Secara terpisah, Redma menyebutkan, regulasi yang perlu diperbaiki terutama Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2017. Pihaknya meminta agar importir umum tidak diberi izin untuk mengimpor produk yang sudah dapat diproduksi industri di dalam negeri.
”Hanya diberikan ke API-P (importir produsen), itu pun dalam jumlah terbatas,” tambah Redma.
Lebih lanjut Redma menuturkan, pemangku kepentingan mesti menjalankan agenda peningkatan daya saing industri TPT. Dengan demikian, jika pengenaan bea masuk sementara ditiadakan, industri TPT benar-benar sehat dan mampu bersaing.
Daya saing
Terkait peningkatan daya saing, Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia Suharno Rusdi menuturkan, perlu dukungan insentif fiskal bagi produk TPT untuk pelaku usaha kecil menengah maupun industri kecil menengah. Selain itu, diperlukan juga program restrukturisasi teknologi permesinan dan dukungan finansial secara selektif bagi industri tekstil.
Ketua APSyFI Ravi Shankar menilai perlunya cetak biru pembangunan industri TPT, setidaknya untuk 20 tahun mendatang. Cetak biru ini juga mesti didukung kebijakan pemerintah yang terintegrasi. (CAS/INA)