Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan Belum Optimal
Pencapaian investasi di sektor kelautan dan perikanan dinilai belum optimal. Meski nilai investasi cenderung naik selama kurun 2015-2019, realisasinya masih di bawah target pemerintah.
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencapaian investasi di sektor kelautan dan perikanan dinilai belum optimal. Meski nilai investasi cenderung naik selama kurun 2015-2019, realisasinya masih di bawah target pemerintah. Rumitnya perizinan dinilai jadi salah satu penyebabnya.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan, nilai investasi di sektor kelautan dan perikanan tahun 2018 mencapai Rp 4,89 triliun. Sementara tahun 2017, realisasinya Rp 4,83 triliun, lebih rendah dari capaian tahun 2016 yang mencapai Rp 5,08 triliun.
Realisasi investasi itu di bawah target Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (Renstra KKP) Tahun 2015-2019 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 63 Tahun 2017. Dalam Renstra KKP 2015-2019, nilai investasi tahun 2017 ditargetkan Rp 5,94 triliun dan tahun 2018 sebesar Rp 6,3 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo, di Jakarta, Minggu (22/9/2019), menyatakan, salah satu kendala investasi adalah perizinan yang berbelit.
Di sisi lain, investasi terkendala bahan baku yang sulit. Utilitas unit pengolahan ikan saat ini baru 50-60 persen dari kapasitas. Investasi tambak udang, misalnya, saat ini terhambat perizinan yang berbelit sehingga menyulitkan pelaku usaha. ”Peningkatan investasi perlu kepastian suplai bahan baku dan penyederhanaan aturan,” kata Budhi.
Menurut Ketua Harian Shrimp Club Indonesia Hardi Pitoyo, perlu regulasi yang menggairahkan investasi tambak. Kendala perizinan di daerah sering kali mengganggu. ”Pemerintah perlu membantu petambak dalam urusan penyelesaian urusan legal formal di daerah agar bisa segera berproduksi,” ujarnya.
Ketua Komite Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia Thomas Darmawan berpendapat, investasi sangat dipengaruhi kepastian regulasi dan birokrasi perizinan. Hingga kini, kebutuhan lahan terkendala proses pembebasan. Di sisi lain, perlu upaya mendorong suplai bahan baku untuk industri.
Perizinan masih jadi masalah yang membebani pelaku usaha. Reformasi perizinan dinilai belum berjalan dengan baik di daerah. Hasil studi Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menemukan tiga aspek yang masih menjadi masalah, yaitu regulasi, sistem, dan tata laksana. (LKT)