Sertifikasi perangkat keras untuk menjalankan layanan benda terhubung internet atau internet of things (IoT) belum marak berkembang. Kondisi ini berpotensi menghambat komersialisasi IoT.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sertifikasi perangkat keras untuk menjalankan layanan benda terhubung internet atau internet of things (IoT) belum marak berkembang. Kondisi ini berpotensi menghambat komersialisasi IoT.
Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia Teguh Prasetya, saat dihubungi pada Rabu (25/9/2019) sore, di Jakarta, mengatakan, asosiasi mengusulkan kepada pemerintah mengenai perlunya menerapkan sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk perangkat keras yang dipakai menjalankan IoT. Usulan ini telah disampaikan, antara lain, kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Untuk menyertifikasi, Teguh Prasetya mengakui bukan hal yang mudah karena memerlukan sumber daya manusia dan sistem yang andal.
Sejauh ini, kebanyakan perangkat keras yang digunakan menjalankan IoT masih impor. Sementara untuk urusan pengembangan platform ataupun solusi, sejumlah pengembang lokal sudah bisa membuatnya.
Ketika ditanya mengenai keharusan tingkat komponen dalam negeri, Teguh menegaskan bahwa pembicaraan asosiasi dan pemerintah belum sampai ke hal itu. Fokus asosiasi sekarang adalah mendorong SNI terlebih dahulu.
”Kehadiran teknologi IoT amat mendukung rencana jangka panjang pemerintah, Making Indonesia 4.0. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika bahkan telah menerbitkan aturan pendukung, misalnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Berdasarkan Izin Kelas,” ujarnya.
Layanan IoT umumnya mempunyai lima lapisan yang menggerakkan, yakni sensor, jaringan, platform, solusi, dan perangkat keras.
Pada saat bersamaan, PT XL Axiata Tbk atau XL meluncurkan kartu perdana khusus NB-IoT yang hanya bisa dipakai di 31 kota, antara lain DKI Jakarta, Bogor, dan Bandung.
Selain kartu perdana, XL juga menyertakan penawaran solusi IoT. Selama mengembangkan kartu perdana ataupun solusi khusus NB-IoT, XL bekerja sama dengan beberapa perusahaan penyedia perangkat jaringan, seperti Ericsson, Huawei, dan Cisco.
Chief Enterprise and SME Officer XL Feby Sallyanto dalam keterangan pers mengatakan, perusahaan melihat peluang bisnis pemanfaatan IoT, baik untuk korporasi maupun usaha kecil menengah, pada tahun-tahun mendatang.
”Untuk mengembangkan ekosistem IoT, khususnya NB-IoT, kami telah berdiskusi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Perindustrian. Kami juga terlibat di sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan penciptaan solusi di kabupaten/kota,” ujarnya.
NB-IoT merupakan teknologi telekomunikasi yang dirancang secara khusus agar komunikasi antarmesin semakin masif. Teknologi telekomunikasi ini mampu menghasilkan kapasitas koneksi yang masif, baik di solusi maupun aplikasi berbasis IoT. NB-IoT bekerja di jenis spektrum frekuensi rendah, seperti 900 megahertz (MHz).
Penyedia solusi dan perangkat lunak untuk kebutuhan operator telekomunikasi MDS Global, dalam laporan IoT Commercialisation Playbook (September 2019), mengatakan, industri IoT secara global masih dalam masa pertumbuhan. Di seluruh dunia, pembicaraan terkait model bisnis, biaya yang sedang digunakan, dan aktivitas luring masih berjalan. Di luar ketiga isu itu, MDS Global mengamati kemunculan model komersialisasi IoT yang lebih kompleks dan mengandalkan kemitraan.
Dalam laporannya itu, MDS Global menilai, kemitraan penting bagi perkembangan industri IoT karena perusahaan IoT tidak dapat memberikan semua lapisan layanan IoT secara sendiri. Perusahaan IoT memerlukan bantuan pakar teknis, pengembang sistem, mitra lapangan, dan integrator.