Kebersihan toilet umum dan lingkungan yang lestari menjadi faktor penting untuk mendorong daya saing pariwisata. Namun, kedua faktor ini sering diabaikan.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebersihan toilet umum dan lingkungan yang lestari menjadi faktor penting untuk mendorong daya saing pariwisata. Namun, kedua faktor ini sering diabaikan.
Pengurus komunitas Perempuan Peduli Sanitasi, Eni Herawati, Jumat (27/9/2019), di Jakarta, menceritakan, masih banyak pelaku industri di lokasi wisata yang belum siap mengelola toilet umum bersih dan sehat. Berdasarkan pengamatannya, sebagian besar toilet umum dibangun di bagian belakang, tertutup, kurang sirkulasi udara, dan tidak memiliki manajemen limbah.
Menurut dia, dalam situasi sekarang, pemerintah daerah seperti larut dalam euforia memajukan industri pariwisata nasional. Sarana akomodasi dan dagang penunjang kebutuhan turis gencar dibangun, tetapi ketersediaan toilet bersih dan sehat cenderung diabaikan.
”Pembangunan toilet amat mengedepankan privasi sehingga tertutup. Ditambah lagi, pengetahuan tata kelola limbah toilet belum tertanam,” kata Eni, yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Asosiasi Toilet Indonesia ini.
Ketua Asosiasi Toilet Indonesia Naning Adiwoso, yang dihubungi terpisah, menilai, pemerintah tidak gencar mengedukasi secara berkelanjutan. Padahal, mengubah pola pikir toilet bersih membutuhkan waktu bertahun-tahun sehingga edukasi tak boleh terputus.
Naning lantas mencontohkan toilet bandara yang saat ini sudah menganut standar toilet sehat dan bersih. Sejumlah toilet di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) juga perlahan-lahan menerapkan standar kebersihan. Semua hal itu merupakan hasil dari proses edukasi bertahun-tahun.
”Mengajarkan pola pikir toilet bersih seharusnya dari manajemen atas, kemudian ke bawah. Di destinasi wisata, pemerintah daerah atau swasta mempunyai lahan membangun toilet. Mereka juga harus mendapat edukasi,” kata Naning.
Laporan Peringkat Daya Saing Pariwisata yang diterbitkan Forum Ekonomi Dunia (WEF) merujuk pada empat faktor beserta pilar turunannya. Keempat faktor itu adalah lingkungan, kebijakan pariwisata dan penerapannya, infrastruktur, serta sumber daya alam dan budaya.
Pada tahun 2019, Daya Saing Pariwisata Indonesia ada di peringkat 40 dari 140 negara, membaik 10 peringkat dibandingkan pada 2018.
Menteri Pariwisata Arief Yahya, dalam pidato sambutan Penganugerahan Penghargaan Pariwisata Berkelanjutan 2019, Kamis (26/9/2019) malam, di Jakarta, mengeluhkan, di balik pencapaian peringkat Daya Saing Pariwisata 2019, Indonesia masih menyimpan persoalan lingkungan. Pada faktor lingkungan, khususnya di pilar kesehatan dan kebersihan, Indonesia ada di peringkat 102 dari 140 negara.
Adapun pada faktor kebijakan pariwisata, khususnya di pilar lingkungan berkelanjutan, Indonesia ada di ranking 135 dari 140 negara.
Arief mengaku kerap menerima sindiran atau kritik mengenai buruknya kondisi toilet di lokasi wisata. Toilet bisa menjadi cermin melihat budaya suatu negara. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sudah ada peraturan menteri tentang wajib standar lingkungan berkelanjutan di 10 destinasi wisata prioritas dan unggulan. Ia mencontohkan, sebelum membangun resor, pemiliknya wajib mengkaji dampak lingkungannya.
Dia menambahkan, semakin bersih fasilitas lokasi pariwisata dan semakin lestari lingkungan itu, turis akan tinggal lebih lama. Pelancong juga akan berbelanja lebih banyak. Masyarakat destinasi pariwisata diuntungkan.
Program pembangunan
Ketua Indonesia Sustainable Tourism Council (ISTC) I Gede Ardika menyebutkan tiga progam yang sudah disiapkan, yakni pengembangan destinasi wisata berkelanjutan, observasi, dan sertifikasi.
Untuk pengembangan destinasi wisata berkelanjutan, Ardika menambahkan, sudah ada Peraturan Menpar Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. ISTC membentuk auditor untuk menjalankan amanat Peraturan Menpar itu.
Ketua Kelompok Desa Sadar Wisata Kereng Bangkirai, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Aldius, berpendapat, edukasi secara terus-menerus kepada warga desa wisata tentang lingkungan berkelanjutan diperlukan. Materi edukasi dimulai dari tidak merusak hutan dan tidak membuang sampah sembarangan.
”Taman Nasional Sebangau ada di desa kami. Kami mengajak warga merawat dengan cara tidak merusak, seperti membakar. Segala fasilitas di desa harus dijaga kebersihannya dengan tidak membuang sampah sembarangan,” katanya.
Pada malam Penganugerahan Penghargaan Pariwisata Berkelanjutan 2019, Desa Wisata Kereng Bangkirai meraih peringkat kedua untuk kategori pemanfaatan ekonomi. (MED)