Konflik kerja sama manajemen Grup Sriwijaya Air dengan Grup Garuda Indonesia diharapkan bisa segera diselesaikan agar tidak mengganggu layanan publik.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konflik kerja sama manajemen Grup Sriwijaya Air dengan Grup Garuda Indonesia diharapkan bisa segera diselesaikan agar tidak mengganggu layanan publik. Kementerian BUMN diharapkan turut terlibat menjadi mediator dalam penyelesaian konflik.
Anggota Ombudsman RI, yang juga pengamat penerbangan, Alvin Lie, saat dihubungi Kompas di Jakarta, Senin (30/9/2019), berpendapat, konflik antara Sriwijaya Air dan Grup PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dipicu akibat komunikasi yang kurang lancar. Persoalan manajemen harus segera dituntaskan agar tidak mengganggu pelayanan kepada konsumen dan merugikan pekerja.
”Masih ada ruang untuk dimusyawarahkan secara bisnis. Kalau komunikasi lebih terbuka dengan mengedepankan logika dan kedua pihak saling untung dan mendapatkan manfaat, (masalah) bisa dirembuk,” katanya.
Di sisi lain, pekerja di Sriwijaya Air merupakan pekerja loyal dengan masa kerja lebih dari 10 tahun. Apabila maskapai berhenti beroperasi, bahkan menghentikan bisnis, dikhawatirkan pekerja yang dirugikan.
Konflik kerja sama manajemen Sriwijaya Air dan Citilink (Garuda Indonesia Group) berawal ketika Sriwijaya Air merasa dirugikan akibat rute penerbangan dikurangi, sedangkan utang perusahaan tetap membengkak.
Lebih lanjut, Alvin meminta Kementerian BUMN—yang mendukung kerja sama tersebut—menjadi mediator dalam penyelesaian konflik. Dengan demikian, pengguna jasa layanan penerbangan tidak kehilangan pilihan.
Berjalan normal
Sementara itu, manajemen Grup Sriwijaya Air menyatakan, Sriwijaya Air dan NAM Air dapat menjalankan kegiatan operasional secara normal dengan pengawasan melekat dari Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
Direktur Quality Safety and Security Sriwijaya Air Capt Toto Soebandoro, dalam siaran pers, di Jakarta, Senin, meyakini Sriwijaya Air dan NAM sudah dapat mengatasi permasalahan melalui direktorat terkait.
Mengenai pemberitaan yang beredar dan menyebutkan Sriwijaya Air berhenti beroperasi, Capt Toto menegaskan, surat tersebut merupakan masukan yang bersifat internal dan disampaikan kepada seluruh jajaran Top Management Sriwijaya Air dan NAM Air dengan maksud menghindari stop operasi.
”Pertama bahwa saya tidak pernah sama sekali membicarakan ini kepada pihak di luar perusahaan. Ini murni masukan yang hendak saya sampaikan dalam rapat manajemen terkait temuan dan kondisi beberapa waktu yang lalu dan bersifat kondisional saja,” ujarnya.
Sebelumnya, Grup Garuda Indonesia memutuskan mencabut logo ”Garuda Indonesia” pada armada Sriwijaya Air. Menurut Vice President Corporate Secretary PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk M Ikhsan Rosan, dalam siaran pers 25 September 2019, langkah itu mempertimbangkan layanan Grup Sriwijaya Air yang dinilai tidak sejalan dengan standardisasi layanan Grup Garuda Indonesia. (LKT)