Korporasi diingatkan agar lebih berhati-hati dalam menerbitkan surat utang di tengah kondisi pelambatan pertumbuhan ekonomi global dan regional.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Korporasi diingatkan agar lebih berhati-hati dalam menerbitkan surat utang di tengah kondisi pelambatan pertumbuhan ekonomi global dan regional. Saat ini, ada tiga sektor korporasi yang rasio kredit macetnya dikhawatirkan relatif tinggi, yakni pertambangan, perdagangan, dan industri.
”Rasio kredit macet naik jika pertumbuhan ekonomi melambat sebab kemampuan pengembalian dan permintaan kredit turun,” kata ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, di Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Ia dimintai komentar terkait laporan lembaga pemeringkat investasi internasional Moody’s Investor Service bertajuk ”Risk from leveraged corporates grow as macroeconomics condition worsen”. Laporan itu menyebutkan, utang korporasi di negara-negara kawasan Asia Pasifik berpotensi meningkat pada era suku bunga rendah sepanjang 2019.
Berdasarkan data yang dirilis Bank Indonesia, dari sisi utang luar negeri saja, utang korporasi pada Juli 2019 sebesar 197,787 miliar dollar AS.
Laporan Moody’s menyebutkan, peningkatan utang korporasi mesti diwaspadai karena risiko gagal bayar semakin tinggi. Pelemahan pertumbuhan ekonomi, eskalasi perang dagang AS-China, dan peningkatan tekanan geopolitik berpotensi menurunkan pendapatan korporasi sehingga menurunkan kemampuan korporasi membayar utang.
Dari 13 negara di kawasan Asia Pasifik, Indonesia dan India memiliki risiko gagal bayar utang tertinggi. Sekitar 53 persen utang korporasi di Indonesia memiliki rasio utang terhadap pendapatan perusahaan sebelum pajak, bunga, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) di atas 4, yang artinya beban utang semakin berat.
Profil utang korporasi Indonesia juga mengkhawatirkan karena memiliki rasio bunga yang harus dibayarkan (interest coverage ratio/ICR) sangat kecil. Sekitar 41 persen utang korporasi memiliki skor ICR di bawah 2. Semakin rendah ICR, kemampuan korporasi membayar utang kian rendah.
Pencegahan
Menurut Josua, risiko gagal bayar utang korporasi memang meningkat sebagaimana peringatan Moody’s. Namun, tingkat risiko relatif lebih rendah seiring bauran kebijakan fiskal dan moneter yang difokuskan menjaga pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5 persen.
Bauran kebijakan juga diperlukan untuk mencegah penurunan kinerja sektor riil. Salah satunya dengan menjaga ketersediaan likuiditas dan memberi insentif fiskal. Transmisi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia ke suku bunga perbankan juga mesti lebih cepat untuk memacu sektor riil.
Menanggapi laporan Moody’s, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, korporasi harus meningkatkan kehati-hatian di tengah kondisi perekonomian global dan regional yang lesu. Penurunan pendapatan korporasi akan berdampak terhadap efisiensi anggaran dan pembayaran utang.
”Kondisi ekonomi makro saat ini memberi konsekuensi terhadap biaya yang dikeluarkan korporasi untuk membayar kewajiban yang telah dipinjam,” katanya.