Amazon Web Services, produk komputasi awan dari Amazon, menurunkan harga servis lagi untuk mendekatkan pada kebutuhan pelanggan, baik dari segmen korporat maupun perusahaan rintisan.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak tahun 2006 sampai sekarang, Amazon Web Services, produk komputasi awan dari Amazon, telah menurunkan harga servis 75 kali. Keputusan ini bertujuan mendekatkan pada kebutuhan pelanggan, baik dari segmen korporat maupun perusahaan rintisan.
Country Leader PT Amazon Web Services (AWS) Indonesia Gunawan Susanto, yang ditemui usai konferensi pers AWS Pop-up Loft Jakarta, Senin (7/10/2019), di Jakarta, menjelaskan, perusahaan mengedepankan kebutuhan pelanggan. Dalam budaya internal AWS, hal itu dikenal dengan istilah customer obsession atau obsesi pelanggan. "Fokus kami di pelanggan, bukan kompetisi," kata dia.
Berangkat dari kultur itu, kata Gunawan, setiap servis yang ditawarkan AWS lahir dan diimplementasikan berdasarkan kebutuhan. Contohnya servis Amazon Connect yang rencananya akan tersedia lebih dulu Indonesia pada Desember 2019.
Amazon Connect berwujud pusat layanan mandiri berbasis komputasi awan yang memudahkan setiap perusahaan menghadirkan layanan pelanggan dengan biaya lebih rendah dan cepat.
Seiring pesatnya pertumbuhan perdagangan secara elektronik atau e-dagang, terutama model bisnis ke konsumen (B2C), layanan pelanggan menjadi amat penting. Cara merespon keluhan pun harus cepat. Dari sanalah cikal bakal Amazon Connect hadir lebih dulu di Indonesia dibandingkan kawasan regional.
Terkait tingkat kematangan mengadopsi komputasi awan, lanjut Gunawan, setiap korporat ataupun perusahaan rintisan mempunyai perjalanan berbeda-beda. Kebanyakan perusahaan rintisan, bidang teknologi khususnya, sudah lebih adaptif dengan komputasi awan karena rata-rata mereka dirintis di era komputasi awan. Di Indonesia, pengguna AWS dari segmen perusahaan rintisan mencakup, antara lain Amartha, Kitabisa.com, dan Warung Pintar.
Sekitar 5 - 7 tahun lalu, kata Gunawan, secara global ribuan korporat memindahkan kerja beberapa sistem mereka ke komputasi awan milik AWS. AWS lalu mempelajari pola migrasi mereka, termasuk adopsi komputasi awan yang bisa menghemat anggaran operasional. Setelah itu, AWS menciptakan program akselerasi migrasi yang di dalamnya terdiri dari aneka servis atau jasa kepada calon pelanggan korporat yang ingin mengadopsi komputasi awan.
"Kami selalu mendengarkan kebutuhan calon ataupun pelanggan AWS di Indonesia. Rencana realisasi operasi infrastruktur pusat data di dalam negeri tetap paling cepat akhir tahun 2021. Tanpa harus menunggu realisasi infrastruktur pusat data itu, kami selalu siap menghadirkan servis," ujar Gunawan.
Mengutip Venturebeat.com, pada triwulan II-2019, Amazon membukukan pendapatan 63,4 miliar dollar AS, laba bersih 2,6 miliar dollar AS, dan laba per saham 5,22 miliar dollar AS. Nilai penjualan dari Amerika Utara naik 20 persen atau menjadi 38,7 miliar dollar AS, sedangkan penjualan internasional tumbuh 12 persen menjadi 14,9 miliar dollar AS.
AWS, produk komputasi awan Amazon, mengalami pertumbuhan nilai penjualan sebesar 37 persen atau menjadi 8,4 miliar dollar AS pada triwulan II-2019. Dengan pencapaian itu, AWS menyumbang sekitar 13 persen dari total pendapatan Amazon.
AWS Pop-up Loft Jakarta merupakan ruang kolaborasi yang memungkinkan wirausaha, perusahaan rintisan, komunitas, dan pengembang memperoleh akses gratis ke sesi pendidikan teknologi dan bisnis. Peserta juga bisa menghadiri demo langsung servis AWS, diskusi teknis migrasi computassi awan, dan transformasi digital. AWS Pop-up Loft Jakarta berlokasi di WeWork, Gedung Noble House, Jakarta. (MED)