Wisatawan Menanti Kebaruan di Festival Pesona Selat Lembeh
Wisatawan dan warga lokal tak banyak melihat hal baru pada parade perahu dan kapal yang menjadi acara utama Festival Pesona Selat Lembeh di Bitung, Sulawesi Utara.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
BITUNG, KOMPAS - Wisatawan dan warga lokal tak banyak melihat hal baru pada parade perahu dan kapal yang menjadi acara utama Festival Pesona Selat Lembeh di Bitung, Sulawesi Utara. Acara berlangsung tanpa banyak perubahan dari tahun sebelumnya. Meskipun demikian, festival ini dinyatakan lolos ke kalender 100 acara Kementerian Pariwisata 2020.
Acara utama Festival Pesona Selat Lembeh (FPSL) yang berlangsung Senin (6/10/2019) dibuka dengan atraksi budaya, seperti tari kabasaran, maengket, dan masamper oleh 650 orang dewasa, siswa SMP, dan SD. Sebanyak 455 siswa SMP juga menampilkan tari kolosal yang melambangkan kehidupan dasar laut di Selat Lembeh.
Acara berpuncak pada parade perahu dan kapal di Selat Lembeh pada jalur sepanjang sekitar 2 mil laut (3,6 kilometer). Perahu dan kapal tersebut dihias dengan bendera warna-warni, spanduk, serta gabus yang dibentuk menjadi ikan cakalang, tarsius, monyet hitam sulawesi, dan sebagainya.
Sekitar 200 perahu dan kapal yang tampil adalah milik nelayan dan perusahaan. Dekorasi disponsori oleh berbagai kantor pemerintahan di Bitung dan Sulut, bahkan dari pemerintah kota lain seperti Manado dan Tomohon. Setiap kelurahan di Bitung juga menyediakan kapal hias.
Namun, ini tidak baru bagi Adwitya (33), asal Makassar, Sulawesi Selatan, yang memilih tidak datang ke parade kapal FPSL 2019. "Dari foto yang saya lihat, parade kapal tahun ini tidak beda dari yang saya lihat pada 2016. Waktu itu ada tari kabasaran juga, sedangkan 2017 dan 2018 ada tari kolosal juga. Jadi konten acaranya sama saja," katanya ketika dihubungi.
Namun, Rainer (51), wisatawan asal Jerman, menilai parade kapal ini sangat bagus karena diadakan di Selat Lembeh yang indah. Ia sendiri sudah dua pekan berlibur di Bitung dan menyelam di sekitar 30 titik selam Selat Lembeh.
Walakin, ia tidak merasa mempelajari sejarah maupun kebudayaan di Bitung dari menonton parade ini. "Akan sangat baik kalau ada cerita sejarah atau tentang nelayan," kata Rainer.
Sebaliknya, warga Manembo-nembo Atas, Alain (44), menyesal tak bisa melihat parade. Ia baru bisa masuk ke dermaga setelah acara selesai. Menurut dia, pelaksanaan acara sama saja. "Cuma dekorasi saja yang beda setiap tahun," katanya.
Koreografi tahun depan bisa mengacu pada kualitas Denny Malik. Karnaval bisa mengacu ke Jember Fashion Festival oleh Dynand Fariz. Kalau Pak Wali Kota berkenan, saya bisa bantu menghadirkan ahlinya, kata Arief.
Di lain pihak, Wali Kota Bitung Max Lomban mengatakan, FPSL tetap menjadi andalan Pemkot Bitung. Sebab, Selat Lembeh sepanjang 16 km dan lebar 2 km itu memiliki sekitar 3.000 spesies hewan laut hingga menjadi destinasi wisata selam favorit serta makrofotografi. Ada 95 titik selam di selat itu.
"Kekayaan bawah laut itu hanya ada di Selat Lembeh. Bitung juga punya hutan lindung di Gunung Tangkoko yang jadi habitat monyet hitam sulawesi, tarsius, dan berbagai burung endemik Sulawesi maupun yang migrasi dari Australia," katanya.
Max menargetkan kedatangan 500.000 wisatawan hingga akhir 2019. Pada 2016, Bitung kedatangan 65.521 pelancong nusantara dan mancanegara. Pada 2017, jumlah kedatangan meningkat ke 147.094, lalu berlipat menjadi 338.279 pada 2018.
"Dengan pengembangan destinasi wisata di Bitung, target itu akan tercapai. Kalau makin banyak wisatawan, masyarakat Bitung akan makin sejahtera," katanya.
FPSL 2019 adalah perhelatan ketujuh setelah digelar pertama kali pada 2009. Pada 2016, pemkot Bitung mengambil alih pengelolaannya untuk menggenjot sektor pariwisata setelah sektor perikanan mengalami kelesuan. Pertumbuhan ekonomi Bitung yang jatuh ke 3,54 persen pada 2015 kembali naik ke 5,34 persen pada 2016. Pada akhir 2018, laju pertumbuhan telah mencapai 6,01 persen.
Senada dengan Max, Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan Selat Lembeh adalah destinasi wisata bahari terbaik di dunia. FPSL dinilainya dapat menarik wisatawan, dibuktikan dari peningkatan jumlah kedatangan selama 2016-2019.
Dari foto yang saya lihat, parade kapal tahun ini tidak beda dari yang saya lihat pada 2016. Waktu itu ada tari kabasaran juga, sedangkan 2017 dan 2018 ada tari kolosal juga. Jadi konten acaranya sama saja, kata Adwitya
Karena itu, Arief memastikan festival ini lolos ke kalender 100 acara Kemenpar pada 2020 seperti tahun ini. Artinya, Kemenpar akan mempromosikannya di luar negeri. Ini dikarenakan pelaksanaan acara puncak FPSL tahun ini yang dinilainya berjalan apik.
"Acuannya adalah 3C, yaitu creative value, commercial value, dan CEO commitment. Kita bisa lihat tadi koreografi tari, aransemen lagu, dan desain bajunya bagus. Secara komersial, jumlah wisatawan terus naik. Saya yakin pemkot Bitung juga akan terus berkomitmen mengembangkan pariwisata," kata Arief.
Meskipun begitu, Menpar meminta panitia meningkatkan kreativitas koreografi dan penataan karnaval. "Koreografi tahun depan bisa mengacu pada kualitas Denny Malik. Karnaval bisa mengacu ke Jember Fashion Festival oleh Dynand Fariz. Kalau Pak Wali Kota berkenan, saya bisa bantu menghadirkan ahlinya," kata Arief.
Ketua Panitia FPSL Andre "Opa" Sumual mengatakan, masuknya FPSL ke kalender 100 acara Kemenpar berarti panitia harus menyuguhkan atraksi terbaik untuk mempertahankan posisinya. "Tapi, Pak Menpar sendiri sudah mengakui FPSL lebih bagus dari parade perahu di daerah lain," kata Andre.