Arah kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan diharapkan dapat mendorong suku bunga pinjaman yang lebih kompetitif bagi sektor riil.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO / DIMAS WARADITYA NUGRAHA/ KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Arah kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan diharapkan dapat mendorong suku bunga pinjaman yang lebih kompetitif bagi sektor riil. Kalangan dunia usaha menilai, selama ini suku bunga perbankan di Indonesia masih tinggi.
Suku bunga yang tinggi ini menjadi salah satu penghambat daya saing pelaku industri di Tanah Air.
”Selama ini, beberapa anggota yang berorientasi ekspor cenderung menggunakan pembiayaan asing yang suku bunganya lebih rendah,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakri di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Firman menambahkan, jika perbankan nasional tidak segera mengoreksi suku bunga kredit, dikhawatirkan pelaku usaha Indonesia akan terus bergantung pada pembiayaan asing.
Padahal, pelaku usaha berharap dana perbankan yang diputar di sektor riil semakin banyak sehingga membuka lapangan kerja. Lapangan kerja akan mendorong daya beli masyarakat sehingga industri juga akan berkembang.
Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri Indonesia Anton J Supit menambahkan, suku bunga yang kompetitif akan mendorong pertumbuhan bisnis. Hal ini akan berdampak ganda bagi perekonomian.
Bank Indonesia memperkirakan, pertumbuhan kredit perbankan 10-12 persen secara tahunan pada 2019 dan 11-13 persen secara tahunan pada 2020. Adapun dana pihak ketiga diperkirakan tumbuh 7-9 persen secara tahunan pada 2019 dan 8-10 persen pada 2020.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 23-24 Oktober 2019 memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin atau 0,25 persen menjadi 5 persen. Penurunan ini merupakan yang keempat kalinya secara berturut-turut sejak Juli.
RDG BI juga menurunkan suku bunga simpanan rupiah bank di BI atau deposit facility dan suku bunga pinjaman rupiah bank dari BI atau lending facility masing-masing 0,25 persen menjadi 4,25 persen dan 5,75 persen.
Momentum pertumbuhan
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers menyebutkan, kebijakan menurunkan suku bunga didorong proyeksi inflasi yang terkendali serta imbal hasil investasi keuangan domestik yang masih menarik. Otoritas moneter juga berupaya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah perekonomian global yang melambat.
”Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi domestik harus selaras dengan menjaga arus masuk modal asing sebagai penopang stabilitas eksternal,” ujarnya.
Inflasi tahunan per September 2019 sebesar 3,39 persen. Target inflasi yang ditetapkan BI tahun ini 2,5-4,5 persen.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2019 di bawah titik tengah kisaran 5-5,4 persen dan pada 2020 menuju titik tengah kisaran 5,1-5,5 persen.
Secara terpisah, Kepala Lembaga Pusat Kajian Ekonomi Makro Universitas Indonesia Febrio Kacaribu mengatakan, pasar keuangan Indonesia tetap menarik meskipun BI sudah tiga kali menurunkan suku bunga acuan. Arus modal yang masuk melalui portofolio cukup deras sehingga nilai rukar rupiah relatif stabil.
Kemarin, nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate sebesar Rp 13.996 per dollar AS.
Adapun imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun sebesar 7,3 persen dan tenor 1 tahun sebesar 5,9 persen.
”Imbal hasil yang ditawarkan pasar obligasi Indonesia menjadi salah satu yang paling menarik di Asia,” ujar Febrio.
Pelonggaran kebijakan moneter BI diyakini untuk mengantisipasi tekanan global dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. (CAS/DIM/KRN)