Pasokan dan permintaan minyak sawit secara global pada 2019-2020 diperkirakan timpang. Berdasarkan analisis Oil Market, pasokan hanya bertambah 1,5 juta ton dari 2018-2019, yakni menjadi 78,2 juta ton.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS — Pasokan dan permintaan minyak sawit secara global pada 2019-2020 diperkirakan timpang. Berdasarkan analisis Oil Market, pasokan hanya bertambah 1,5 juta ton dari 2018-2019, yakni menjadi 78,2 juta ton. Sementara konsumsi diperkirakan meningkat sekitar 3,4 juta ton menjadi 80 juta-81 juta ton.
Editor and CEO ISTA Mielke GmbH (Oil World), perusahaan penyedia jasa independen di bidang analis pasar global, Thomas Mielke, dalam ”15th Indonesia Palm Oil Conference and 2020 Price Outlook”, Jumat (1/11/2019), di Nusa Dua, Bali, memaparkan, hanya delapan jenis minyak nabati di dunia yang pasokannya akan naik. Meskipun demikian, kenaikannya diperkirakan hanya 3,2 juta ton pada 2019- 2020, lebih rendah dari kenaikan pada 2018-2019 yang sebanyak 5,4 juta ton.
Minyak sawit termasuk salah satu dari delapan jenis minyak nabati dunia yang masih naik kendati kenaikannya tipis.
Thomas menambahkan, penggunaan pupuk penyubur yang berkurang, kekeringan, pelambatan implementasi kegiatan penanaman baru, dan aktivitas peremajaan yang berkurang adalah faktor-faktor yang memperlambat produksi.
Thomas memperkirakan, pelambatan produksi di Indonesia juga bakal terjadi. Pertumbuhan diproyeksikan hanya sekitar 1,8 juta ton menjadi 45,4 juta ton pada 2020.
Tanda-tanda pelambatan produksi di Indonesia terlihat sejak 2018, yakni bertambah 4,2 juta ton menjadi 41,6 juta ton. Pada 2019, pertumbuhan produksi hanya 2,0 juta ton menjadi 43,6 juta ton. Minyak sawit adalah salah satu dari 10 komoditas ekspor utama Indonesia.
Sementara, tambah Thomas, produksi Malaysia diperkirakan turun sekitar 1 juta ton pada 2020. Pada 2019, volume produksi Malaysia 20,5 juta ton.
Permintaan
Terkait permintaan minyak sawit, menurut Thomas, faktor pendorongnya antara lain kebutuhan bahan pangan dan bahan bakar nabati.
Berdasarkan data studi Oil World, selama lima tahun terakhir, pertumbuhan permintaan biodiesel dunia per tahun sekitar 2,4 juta ton, sedangkan kebutuhan bahan pangan sekitar 4,8 juta ton. Pemakaian minyak sawit untuk biodisel di dunia sekitar 15,8 juta ton atau sekitar 21 persen dari total. Indonesia merupakan salah satu penggerak pengguna biodiesel.
Lebih lanjut Thomas menyebutkan, ada berbagai tantangan produksi, terutamanya cuaca, yang tidak boleh diabaikan. Ada kemungkinan stok minyak sawit merosot 2 juta-3 juta ton sampai dengan September 2020. Penurunan sebesar itu dapat mengerek harga minyak kelapa sawit dunia.
Selain suplai, faktor lain yang juga memengaruhi pembentukan harga adalah produksi minyak kedelai. Produksi minyak kedelai terkait erat dengan dampak perang dagang Amerika Serikat-China.
Thomas memperkirakan, rata-rata harga minyak sawit dunia berdasarkan bursa komoditas Rotterdam Januari-Juni 2020 sekitar 660 dollar AS per ton. Artinya, harga itu naik dibandingkan dengan Oktober 2019 yang sekitar 565 dollar AS per ton.
CEO PT Triputra Agro Persada, Arif P Rachmat, menyebutkan, potensi penurunan produksi akibat pengurangan pupuk dan periode El Nino yang lebih panjang.
Faktor lain berupa serapan minyak sawit untuk mandatori B30, perdagangan minyak kedelai sebagai efek perang dagang AS-China, dan harga minyak mentah dunia. ”Untuk bisa menaikkan harga minyak sawit sampai 100 dollar AS, penurunan stok 2 juta ton hingga 5 juta ton akan berdampak,” katanya.
Menurut Arif, sampai dengan triwulan IV-2019, harga minyak sawit dunia bisa sekitar 550 dollar AS per ton. Sementara pada triwulan I-2020, ia memperkirakan sekitar 600 dollar AS per ton.
Chairman LMC International Ltd James Fry berpendapat, pelaksanaan mandatori B30—atau campuran 30 persen biodiesel ke setiap liter solar—dan pelambatan pertumbuhan produksi akan berpotensi mengurangi pasokan minyak sawit ke pasar. Hal ini akan berdampak terhadap harga minyak sawit. (MED)