JAKARTA, KOMPAS — Data produk domestik bruto Indonesia yang dirilis Badan Pusat Statistik diragukan Gareth Leather, ekonom Capital Economics Ltd. Sebagaimana diberitakan Bloomberg, Gareth Leather menyebutkan, pertumbuhan ekonomi RI secara mencurigakan tumbuh stabil 5 persen dalam beberapa waktu terakhir.
Sejumlah pihak di Indonesia menanggapi keraguan Capital Economics itu.
”Secara pribadi saya mengapresiasi kritik dari ekonom-ekonom asing terhadap perkembangan, katakanlah, data-data BPS tentang pertumbuhan ini,” kata Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Menurut Eko, persoalan di negara berkembang, termasuk Indonesia, tidak ada data pembanding. Hal ini menjadikan banyak kalangan yang memercayai data BPS.
”Jadi kita percaya siapa lagi? Karena memang enggak ada pembanding. Tetapi, itu bukan berarti kita itu sendiri karena sekarang itu era data. Pemegang data adalah penguasa dunia saat ini,” ujar Eko.
Terkait hal tersebut, berbagai pihak di luar Indonesia yang lebih maju konsep berpikir, tahu standar, dan lain-lain, dapat mengkritisi data BPS.
”Jadi, menurut saya, pesan di situ adalah bukan siapa salah, siapa benar. Akan tetapi, bagaimana ke depan karena penguasa data tunggal yang resmi di Indonesia hanya BPS sehingga transparansi atau proses-prosesnya itu bisa dibagikan ke publik. Jadi tidak hanya output akhirnya yang 5,02 persen itu,” kata Eko.
Dengan demikian, menurut Eko, selain membagikan hasil akhir, BPS juga dapat membagikan atau membuka ke publik mengenai proses tata kelola data, termasuk kuesioner, jumlah responden, dan sebagainya. ”Mungkin peneliti yang berkecimpung di situ tahu. Tapi, kan tidak banyak juga yang tahu,” katanya.
Secara terpisah, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, struktur perekonomian Indonesia memang lebih tidak sensitif terhadap perekonomian dunia. Sebab, pertumbuhan ekonomi RI lebih banyak didorong konsumsi domestik.
Pertumbuhan ekonomi RI lebih banyak didorong konsumsi domestik.
”Struktur perekonomian kita memang seperti itu. Dari konsumsi domestik saja pertumbuhan kita hampir 3 persen. Selain itu, juga dari investasi, ekspor yang memang masih tertekan, belanja pemerintah, dan lainnya. Jadi ketika perekonomian global melemah dampaknya ke kita memang tidak terlalu besar. Jadi bukannya manipulasi data,” kata Rosan. (CAS)