Lanskap bisnis layanan teknologi keuangan semakin kompetitif. Pemain industri bermunculan dan datang dari berbagai latar belakang sektor industri untuk mengambil peluang.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Lanskap bisnis layanan teknologi keuangan semakin kompetitif. Pemain industri bermunculan dan datang dari berbagai latar belakang sektor industri untuk mengambil peluang.
Laporan riset Google, Temasek Holdings Pte, dan Bain & Co berjudul ”e-Economy SEA 2019” mengelompokkan bisnis layanan teknologi keuangan menjadi perusahaan teknologi finansial murni, penyedia platform teknologi konsumer, jasa keuangan konvensional, dan korporat mapan yang biasa bermain di produk konsumer.
Menurut laporan itu, keempat kategori bisnis layanan itu berlomba-lomba mengambil peluang karena lanskap layanan teknologi keuangan di Asia Tenggara, seperti di Indonesia, masih diliputi persoalan infrastruktur akses yang belum merata. Dari sekitar 400 juta orang dewasa di Asia Tenggara, hanya 104 juta orang yang sudah menikmati akses penuh layanan finansial. Adapun sekitar 98 juta orang lainnya tergolong underbanked. Artinya, mempunyai rekening bank tetapi tidak memiliki cukup akses ke kredit, investasi, dan asuransi. Sebanyak 198 juta orang lainnya unbanked atau tak mempunyai rekening bank. Jutaan perusahaan kecil dan menengah masuk kelompok ini sehingga menghadapi kesenjangan pendanaan.
Head of Online Transport Services Go-Jek Raditya Wibowo, yang ditemui di sela-sela Next Indonesia Unicorn (Nexticorn) International Summit 2019, di Jimbaran Hub, Badung, Bali, membenarkan tren itu. Dia mengatakan, dompet elektronik yang dikembangkan Go-Jek, yakni Go-Pay, akan menjadi inti penyokong bisnis pada masa depan.
Dia menjelaskan, Go-Jek berkomitmen menjadi penyedia aneka layanan dalam satu aplikasi atau disebut juga super-app. Super-app pertama ditujukan kepada konsumen, lalu super-app mitra pengemudi, dan super-app mitra pedagang. Ketiganya akan terhubung dengan sistem Go-Pay.
Untuk super-app mitra pengemudi, Go-Pay diharapkan bisa membantu memperbaiki pendapatan mereka sekaligus memudahkan akses ke produk keuangan. Harapan yang sama juga terjadi di super-app mitra pedagang, seperti kuliner. Jadi, mitra pedagang kuliner yang kebanyakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bukan hanya dimudahkan menjangkau pasar, melainkan juga akses ke produk keuangan.
”Data aliran transaksi uang yang tercipta dapat dianalisis dan nantinya bisa kami olah sebagai bahan rekomendasi ketika mitra pengemudi ataupun pedagang kuliner ingin mengakses layanan keuangan, misalnya pinjaman,” kata Raditya.
Riset iPrice yang berkolaborasi dengan App Annie menemukan Go-Pay sebagai aplikasi dompet elektronik dengan jumlah pengguna aktif bulanan terbanyak di Indonesia. Pencapaian ini dibukukan pada triwulan IV-2017 dan triwulan II-2019.
Aplikasi Go-Jek sebenarnya tidak masuk dalam kategori aplikasi keuangan. Namun, sekitar 70 persen transaksi layanan Go-Jek menggunakan Go-Pay.
Terkait upaya meningkatkan pengalaman pelanggan, dia menceritakan, saat ini Go-Jek telah mengembangkan 12-15 titik penjemputan instan yang tersebar di sejumlah stasiun di sekitar Jakarta dan Depok. Dia menargetkan, pada 2020, titik penjemputan instan bertambah menjadi 1.000 titik. Lokasinya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang Go-Jek hadir.
Di luar Indonesia, Raditya menjelaskan sejauh ini baru layanan pesan-antar makanan dan angkutan umum berbasis aplikasi yang tersedia. Sebagai contoh, di Vietnam dan Thailand, layanan pesan-antar makanan yang dikembangkan oleh Go-Jek populer.
Pada saat bersamaan, Co-Founder Pintek Ioann Fainsiber menjelaskan, Pintek merupakan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi khusus dana pendidikan. Pintek terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan pada Oktober 2018. Sampai saat ini, Pintek bekerja sama dengan perusahaan perbankan dan pembiayaan sebagai sumber pendanaan. Lebih dari 2.000 peminjam berlatar belakang karyawan atau wali murid jadi nasabah Pintek. Total nilai penyaluran sampai saat ini mencapai sekitar Rp 30 miliar.
”Kebutuhan dana untuk membiayai sekolah atau kursus masih besar. Kami memilih bekerja sama dengan institusi pendidikan agar manajemen risiko lebih terkelola. Tantangan yang kami hadapi adalah masih maraknya penyedia daring pinjaman ilegal dan talenta bidang teknologi yang berkualitas,” katanya.
Mengutip Techcrunch, Facebook baru saja mengumumkan Facebook Pay, sistem pembayaran tunggal yang menghubungkan semua produk Facebook, yaitu Messenger, Instagram, WhatsApp, dan fitur laman pemasaran di aplikasi Facebook.
Perusahaan harus bekerja dengan sebagian besar kartu kredit atau debit dan PayPal. Facebook juga mengatakan akan berhati-hati mengelola Facebook Pay sebagai bagian yang terpisah dari layanan dompet uang kripto.
Mastercard juga tidak ingin ketinggalan mengambil peluang di bisnis layanan teknologi keuangan. Di sela-sela perhelatan Singapore Fintech Festival 2019, Selasa (12/11/2019), penyedia gerbang pembayaran Mastercard meluncurkan program Fintech Express untuk Asia Pasifik. Melalui program ini, perusahaan teknologi finansial yang terpilih memperoleh akses pertama ke serangkaian produk digital, perjanjian komersial yang lebih fleksibel, dan lisensi global untuk mendukung bisnis mereka. (MED)