Puluhan produsen tahu di sentra industri kecil menengah Desa Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, mendeklarasikan diri berhenti menggunakan bahan bakar sampah plastik, Selasa (26/11/2019).
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Puluhan produsen tahu di sentra industri kecil menengah Desa Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, mendeklarasikan diri berhenti menggunakan bahan bakar sampah plastik, Selasa (26/11/2019). Namun, deklarasi itu belum diikuti dengan aksi nyata karena kendala pada proses penggantian alat produksi.
Para pengusaha tahu meminta pemerintah pusat dan daerah memberikan solusi konkret berupa bantuan alat produksi baru yang sesuai dengan bahan bakar pengganti. Tanpa bantuan alat, pengusaha akan tetap menggunakan sampah plastik. Apalagi, pasokan sampah plastik dari pabrik kertas di Jatim masih melimpah dan mudah diperoleh.
”Industri kecil seperti kami ini tidak meminta bantuan uang. Yang dibutuhkan adalah alat produksi baru yang sesuai dengan bahan bakar pengganti agar kami bisa tetap bekerja. Usaha tahu ini telah menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Tropodo selama puluhan tahun,” ujar Komarudin, salah seorang pengusaha tahu.
Ada beberapa poin dalam deklarasi itu, di antaranya berkomitmen menghentikan penggunaan sampah plastik dan sebagai gantinya menggunakan bahan bakar ramah lingkungan. Menjaga mutu dan kualitas produksi tahu dengan menaati peraturan perundangan yang berlaku.
Industri kecil seperti kami ini tidak meminta bantuan uang. Yang dibutuhkan adalah alat produksi baru yang sesuai dengan bahan bakar pengganti agar kami bisa tetap bekerja. Usaha tahu ini telah menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Tropodo selama puluhan tahun. (Komarudin)
Pengusaha tahu lainnya, Gufron, menambahkan, biaya yang diperlukan untuk mengganti alat produksi sekitar Rp 100 juta per unit usaha. Biaya itu untuk mengganti kompor atau tungku pembakar api dan ketel uap (pendidih). Uap dari ketel digunakan untuk memasak kedelai. Ketel itu dipanasi menggunakan bahan bakar sampah.
”Mengandalkan kemampuan pengusaha tahu cukup berat. Apalagi penggantian bahan bakar akan menambah beban produksi harian dan menggerus margin penjualan. Di pasar, persaingan produk semakin ketat,” kata Gufron.
Pengusaha tahu lainnya, Ismail, menambahkan, pihaknya berharap Pemerintah Kabupaten Sidoarjo bisa menganggarkan program bantuan dari APBD. Apabila tidak mampu, bisa meminta bantuan kepada Pemprov Jatim. Industri tahu merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.
Jumlah usaha produksi tahu di Desa Tropodo mencapai 50 unit usaha. Selain itu, terdapat usaha penggorengan tahu yang berjumlah sekitar 20 unit. Baik industri yang produksi tahu maupun menggoreng tahu, semuanya menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar. Hal itu telah berlangsung lebih dari 20 tahun.
Sampah plastik berasal dari limbah bahan baku pabrik kertas di Jatim. Pabrik mengimpor kertas daur ulang sebagai bahan baku produksi. Namun, di dalam kertas daur ulang itu terdapat sampah plastik serta bahan berbahaya dan beracun. Sampah itu lantas dijual kepada pengepul dan dibeli oleh pengusaha tahu.
Sampah plastik sebanyak satu truk gardan ganda hanya Rp 250.000. Sampah itu bisa untuk bahan bakar produksi memasak kedelai sebanyak 1-1,5 ton selama empat hari. Sebelum ada sampah plastik, mereka menggunakan sekam (kulit padi) dan limbah kayu yang ramah lingkungan.
Asap hasil pembakaran sampah mencemari langit Desa Tropodo setiap hari. Asap pekat yang menyelimuti desa terhirup oleh masyarakat dan masuk ke saluran pernapasan atas. Partikel debu yang berukuran sangat kecil rentan mengendap di dalam paru-paru.
International Pollutans Elimination Network merilis sebuah hasil penelitian yang menyatakan sampel telur ayam buras bebas kandang di Desa Tropodo terkontaminasi dioksin. Dioksin adalah senyawa kimia berbahaya bagi tubuh yang terdapat pada asap yang dihasilkan dari pembakaran sampah plastik pada industri tahu.
Gas terkompresi dan limbah kayu
Selain acara deklarasi, dalam kesempatan itu juga digelar sosialisasi penggunaan bahan bakar pengganti. Ada dua jenis bahan bakar yang ditawarkan kepada pengusaha, yakni gas terkompresi (compress natural gas) dan wood pellet atau limbah kayu yang dihancurkan menjadi serbuk halus, kemudian dipadatkan dengan mesin pres.
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah mengatakan, limbahkayu itu diproduksi oleh pabriknya di Gresik. Dia memiliki dua pabrik, sedangkan satu pabrik lagi dalam proses pembangunan. Hal itu karena permintaan limbah kayu yang tinggi di pasar ekspor, seperti China dan Korea Selatan.
”Limbah kayu ekonomis dan ramah lingkungan karena tidak menghasilkan asap pekat mengandung zat berbahaya,” ucap Saiful Ilah.
Namun, menurut pelaku usaha, wood pellet hanya bisa digunakan untuk usaha penggorengan tahu. Pengusaha perlu investasi alat baru berupa kompor tungku yang sesuai untuk pembakaran wood pellet. Selain itu, alat penggorengan atau wajan juga perlu disesuaikan dengan desain kompor. Biaya investasinya cukup terjangkau, sekitar Rp 10 juta per kompor.
Adapun untuk gas terkompresi, pelaku usaha enggan menggunakannya karena mahal. Harga gas jauh lebih mahal tiga kali lipat daripada kayu bakar. Harga kayu bakar lebih mahal tiga kali lipat daripada harga sampah plastik.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim Drajat Irawan mengatakan, penggunaan sampah sebagai bahan bakar produksi adalah dilarang. Penghentian bahan bakar sampah diharapkan menghentikan polemik tentang telur terkontaminasi dioksin yang bisa mengancam kelangsungan usaha peternakan ayam petelur di Jatim dan menghentikan pencemaran lingkungan.