Pemerintah menilai program percepatan kendaraan listrik jadi peluang bagi manufaktur untuk mendorong riset, pengembangan, dan desain.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Pemerintah menilai program percepatan kendaraan listrik jadi peluang bagi manufaktur untuk mendorong riset, pengembangan, dan desain. Percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai tersebut telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019.
"Hal-hal terkait percepatan program telah diatur secara rinci," kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Doddy Rahadi di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Doddy menyampaikan hal itu saat mewakili Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita membacakan sambutan di acara Electric Vehicles Indonesia Forum and Exhibition. Acara yang digelar di The Opus Grand Ballroom 4, The Tribrata, Jakarta, itu berlangsung pada 26-27 November 2019.
Doddy menuturkan, Perpres 55/2019 mengatur penelitian dan pengembangan, tingkat kandungan dalam negeri, hingga insentif yang akan diberikan. "Hal ini menjadi peluang baru bagi industri manufaktur dan komponen dalam negeri untuk memulai aktivitas riset, pengembangan, dan desain kendaraan listrik dan komponen," katanya.
Sejalan dengan hal itu, sudah diterbitkan juga Peraturan Pemerintah Nomor 73/2019 tentang Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Kendaraan Bermotor. "Dalam skema PPnBM yang baru, tarif dihitung berdasarkan kapasitas mesin ditambah parameter baru, yakni konsumsi bahan bakar dan emisi CO2," ujar Doddy.
Pemerintah juga mengeluarkan PP 45/2019 yang antara lain mengatur insentif pajak bagi kegiatan riset, inovasi, dan vokasi. "Kami mengajak industri komponen dan pendukung otomotif bersama-sama menyiapkan diri memasuki era kendaraan listrik maupun teknologi kendaraan ramah lingkungan lainnya melalui peningkatan sumber daya manusia dan manajemen industri," katanya.
Kemenperin meminta pabrikan kendaraan bermotor listrik menjalin kemitraan strategis dengan industri komponen dan pendukung otomotif dalam negeri. Dengan cara itu, upaya mencapai visi Indonesia sebagai basis produksi otomotif dan komponen kelas dunia dapat segera terwujud.
Doddy menambahkan, industri otomotif selama ini telah berkembang baik dan berkontribusi cukup besar bagi perekonomian nasional. Kontribusi industri otomotif tersebut dari peningkatan ekspor, investasi, dan penyerapan tenaga kerja.
Produksi dan penjualan otomotif nasional pada periode 2013-2018 rata-rata 1,2 juta unit per tahun. Situasi ini turut menumbuhkan industri komponen lokal. Produksi kendaraan bermotor roda empat atau lebih pada Januari-Oktober 2019 sekitar 1,08 juta unit. Sementara, penjualan mobil di pasar domestik sekitar 849.000 unit, yang berasal dari produksi lokal maupun impor.
Ekspor kendaraan utuh (CBU) sebanyak 275.000 unit, kendaraan terurai (CKD) 397.000 set, dan komponen 68,1 juta buah. Pangsa pasar otomotif Indonesia menyasar lebih dari 80 negara, termasuk 5 negara tujuan utama ekspor, yakni Filipina, Arab Saudi, Jepang, Meksiko, dan Vietnam.
Pada 2019, ekspor kendaraan utuh ditargetkan 400.000 unit dan diharapkan terus meningkat setiap tahun. "Diharapkan, pada 2025 industri otomotif nasional dapat mengekspor CBU 1 juta unit," kata Doddy.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Perindustrian Johnny Darmawan menyampaikan, membangun industri tidak sama dengan membangun pabrik. "Kita harus membuat ekosistem untuk membangun industri berkelanjutan," katanya.
Associate Partner McKinsey & Company Rahul Gupta mengatakan, penghela pasar kendaraan listrik antara lain regulasi, teknologi dan biaya, penerimaan pelanggan, serta pasokan kendaraan dan infrastruktur pengisian. (CAS)