Peraturan yang terus berubah di sektor energi membuat investor diliputi ketidakpastian. Sejauh ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah mencabut 186 peraturan dan perizinan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Regulasi yang cepat berubah di Indonesia memberikan ketidakpastian bagi investor. Lebih jauh, aturan yang tidak ramah investasi berdampak pada berkurangnya peluang lapangan pekerjaan. Padahal, Indonesia mendapat bonus demografi yang idealnya harus dibarengi penyediaan lapangan kerja.
Diskusi publik bertema ”Evaluasi dan Proyeksi Program Legislasi Nasional Sektor Energi dan Pertambangan” di Jakarta, Selasa (3/12/2019), menyoroti hal itu.
Hadir sebagai narasumber adalah Ilham F Putuhena dari Badan Pembinaan Hukum Nasional pada Kementerian Hukum dan HAM, Bambang Sujito dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan Bisman Bhaktiar, Direktur Indonesian Resources Studies Marwan Batubara, dan pengajar di Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta, Ahmad Redi.
”Dampak dari peraturan yang bermasalah adalah timbulnya ketidakpastian hukum. Akibatnya, iklim investasi menjadi tak maksimal dan dalam jangka panjang tak bagus bagi penciptaan lapangan kerja di Indonesia,” ujar Ilham F Putuhena dari Badan Pembinaan Hukum Nasional pada Kementerian Hukum dan HAM.
Saat ini, ada tujuh rancangan undang-undangan (RUU) di sektor ESDM yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Ketujuh RUU itu adalah perubahan UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Minyak dan Gas Bumi; perubahan UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; RUU tentang Geologi; perubahan UU No 30/2001 tentang Energi; RUU tentang Ketenaganukliran; perubahan UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan; dan RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan.
Menurut Bambang, seluruh RUU tersebut di atas datang dari inisiatif DPR. Sejatinya, kata dia, pemerintah tak ingin ada perubahan terkait peraturan di sektor ESDM. Perubahan tersebut berpotensi memengaruhi iklim investasi di Indonesia.
”Dari ketujuh RUU yang masuk Prolegnas 2015-2019, ada dua RUU yang menjadi prioritas, yaitu UU No 22/2002 tentang Minyak dan Gas Bumi, dan UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” ucap Bambang.
Meski demikian, lanjut Bambang, Kementerian ESDM sadar bahwa ada sejumlah peraturan yang tidak ramah investasi. Oleh karena itu, sejumlah peraturan yang ada di bawah wewenang Menteri ESDM dibatalkan atau dicabut. Sejauh ini, sudah ada 186 peraturan dan perizinan yang dicabut atau dibatalkan Menteri ESDM.
Sementara itu, Marwan menyarankan agar DPR dan pemerintah memberi ruang bagi publik untuk berpartisipasi dalam perubahan aturan ataupun penyusunan perundangan. Ia khawatir, kalau publik tak diberi kesempatan, aturan perundangan yang disusun tidak berpihak kepada rakyat dan hanya menguntungkan segelintir kelompok semata. Menurut dia, pengelolaan sumber daya alam harus memberikan kemakmuran yang besar bagi rakyat.
Bisman menambahkan, anggota DPR terpilih periode 2019-2024 harus serius menyelesaikan RUU di sektor energi, khususnya tentang migas serta pertambangan mineral dan batubara. Namun, proses penyelesaian kedua RUU tersebut harus melalui prosedur yang benar dan tidak melanggar konstitusi.
Hingga triwulan III-2019, nilai investasi sektor ESDM baru mencapai 19,8 miliar dollar AS atau 60 persen dari target yang sebesar 33,4 miliar dollar AS. Tahun lalu, realisasi investasi di sektor ESDM adalah 32,33 miliar dollar AS atau naik dibandingkan pada 2017 yang sebesar 27,5 miliar dollar AS. Naik turunnya harga minyak dan tambang mineral turut memengaruhi besaran investasi tersebut.