Perizinan Pembangunan Ribuan Rumah Bersubsidi di Cirebon Dievaluasi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, segera mengevaluasi perizinan pembangunan rumah bersubsidi. Evaluasi dilakukan untuk mencari titik temu atas perbedaan pandangan terkait tata ruang.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, segera mengevaluasi perizinan pembangunan rumah bersubsidi. Evaluasi dilakukan untuk mencari titik temu atas perbedaan pandangan terkait tata ruang yang terjadi antara Pemerintah Kabupaten Cirebon dan Badan Pertanahan Kabupaten Cirebon. Solusi tersebut dipastikan tidak melanggar aturan.
Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Mohamad Lutfi mengatakan, pihaknya segera mengevaluasi proses alih fungsi lahan untuk pembangunan rumah bersubsidi yang disinyalir melanggar tata ruang. ”Hari Senin (9/12/2019) kami bertemu dengan semua pemangku kebijakan, Pemkab Cirebon dan BPN Cirebon,” ujarnya, Rabu (4/12/2019), di Cirebon.
Pertemuan itu untuk merespons keluhan pengembang karena belum diterbitkannya sertifikat hak guna bangunan (SHGB) induk oleh BPN Kabupaten Cirebon. Padahal, mereka telah mengantongi sejumlah persyaratan, seperti fatwa dan izin lokasi dari Pemkab Cirebon. Akibatnya, pembangunan sekitar 12.000 rumah bersubsidi terancam tidak terealisasi.
Setelah dicek dan diukur titik koordinatnya di peta pola tata ruang, ternyata lokasinya tidak sesuai peruntukannya.
Lutfi menilai, pengembang telah menempuh prosedur perizinan untuk rumah bersubsidi. Namun, kedua instansi berbeda pandangan terkait tata ruang. Padahal, acuannya sama, yakni Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon 2018-2038. Aturan ini sekaligus merevisi Perda No 17/2011 tentang RTRW 2011-2031.
Berdasarkan RTRW baru, kawasan peruntukan permukiman seluas 21.194 hektar, terdiri dari 14.992 hektar di pusat perkotaan dan 6.202 hektar di perdesaan. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan RTRW lama, yakni 18.731 hektar.
Kepala BPN Kabupaten Cirebon Lutfi Zakaria mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengkaji 21 berkas pembangunan perumahan yang memenuhi pertimbangan teknis sebagai syarat mendapatkan SHGB induk. Pertimbangan itu memuat ketentuan dan syarat penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan memperhatikan kesesuaian tata ruang.
”Setelah dicek dan diukur titik koordinatnya di peta pola tata ruang, ternyata lokasinya tidak sesuai peruntukan. Ada yang masuk LP2B (lahan pertanian pangan berkelanjutan). Ada juga di kawasan industri, tetapi bukan perumahan vertikal,” ungkapnya.
Dalam RTRW baru, LP2B seluas 40.000 hektar tidak boleh beralih fungsi. Pembangunan perumahan di kawasan industri juga harus berkonsep vertikal. ”Yang tidak sesuai (RTRW) hanya 1 hektar setiap perumahan. Tetapi, kalau dikali banyak, kan, luas. Ini belum termasuk pengajuan pembangunan perumahan lainnya,” katanya.
Meski demikian, Lutfi bersedia bertemu dengan Pemkab Cirebon untuk menyinkronkan pandangan terkait tata ruang pembangunan rumah bersubsidi. Sementara Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon Uus Sudrajat memastikan fatwa atau izin pemanfaatan ruang untuk perumahan sudah sesuai dengan RTRW.
Solusi
Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Lutfi berkomitmen, evaluasi pembangunan rumah bersubsidi untuk mencari solusi terkait perbedaan pandangan BPN Kabupaten Cirebon dan Pemkab Cirebon terkait tata ruang. Intinya, dibutuhkan buat payung hukum bagi pengembang untuk membangun rumah bersubsidi.
”Bisa saja surat rekomendasi dari Gubernur Jabar, tanpa harus melanggar peraturan. Kalau melanggar, kita salah,” ujarnya.
Ketua Real Estat Indonesia (REI) Wilayah III Cirebon Gunadi mengatakan, pembangunan sekitar 12.000 rumah bersubsidi tersebut untuk memenuhi kebutuhan permukiman masyarakat Cirebon yang berpenghasilan rendah hingga 2021. ”Jadi, tidak hanya pengembang yang rugi Rp 3 miliar-Rp 5 miliar jika pembangunan itu gagal,” katanya.
Pengembangan perumahan di Wilayah III Cirebon cukup pesat. Setiap tahun, katanya, 7.000-8.000 rumah terealisasi di daerah Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. ”Sekitar 40 persen dibangun di Kabupaten Cirebon. Bahkan, setiap Juli-Agustus kuota rumah bersubsidi sudah habis,” ungkapnya.