JAKARTA, KOMPAS--Masa depan pekerjaan diperkirakan cenderung semakin bersifat kurang formal dan tidak permanen seiring perkembangan teknologi yang cepat. Kondisi ini berimplikasi pada perubahan kebutuhan keterampilan dan transisi tenaga kerja.
Transformasi sumber daya manusia (SDM) menjadi isu penting.
"Pekerja, dalam beberapa waktu, dapat berubah jenis pekerjaannya, bukan hanya (berubah) tempat kerjanya. Ini semua memerlukan penyesuaian," kata Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri di Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Yose menyampaikan hal itu pada Seminar Publik ”Percepatan Transformasi Sumber Daya Manusia Indonesia dalam Menjawab Tantangan Pekerjaan Masa Depan”. Seminar digelar CSIS bekerja sama dengan Forum Kebijakan Ketenagakerjaan.
Director Policy and Programs APRU (The Association of Rim Universities) Christina Schonleber mengatakan, pihaknya menggalang pemimpin, peneliti, dan pembuat kebijakan untuk berbagi ide dan kolaborasi pada solusi-solusi efektif dalam menghadapi tantangan abad ke-21.
President and Dean Asian Institute of Management Jikyeong Kang menuturkan, dampak otomasi tergantung pada konteks. "Pemahaman menyangkut transformasi struktural penting dalam menganalisis dampak otomasi terhadap pekerjaan," ujar Kang.
Seiring perkembangan ekonomi, tambah Kang, sumber daya akan beralih dari sektor tradisional dengan produktivitas rendah ke sektor modern yang lebih produktif. Sejalan dengan transformasi ekonomi, angkatan kerja bergerak dari pekerjaan bercorak padat karya ke padat keterampilan.
Kang menambahkan, pemerintah mesti meningkatkan, bukan hanya kualitas pendidikan, tetapi juga jenis pendidikan yang disediakan. Pendidikan tinggi harus lebih responsif terhadap perubahan kebutuhan industri dan lebih praktis.
Berdasarkan catatan Kompas, laporan McKinsey Global Institute yang dirilis pada Desember 2017 menyebutkan, ada sejumlah kondisi yang memunculkan pekerjaan baru. Diperkirakan ada tambahan 300-365 juta pekerjaan baru akibat kenaikan pendapatan masyarakat.
Tantangan
Senior Research Fellow National University of Singapore Faizal bin Yahya menuturkan, tantangan menuju industri digital antara lain menyangkut kelincahan. Kemampuan perusahaan dalam menggunakan data, yang sudah maupun harus didapat, memengaruhi kelincahan dalam ekonomi digital.
Faizal memaparkan, selama ini kolaborasi Singapura dan Indonesia sudah terjalin. Kolaborasi antara lain dilakukan Singapore Politechnic dengan Kementerian Perindustrian dalam mengembangkan program pembelajaran terkurasi.
Faizal menambahkan, strategi menyeluruh diperlukan untuk mentransformasi industri dan SDM di era industri 4.0. Perusahaan-perusahaan sebagai pemberi kerja harus bertransformasi untuk mengakomodasi industri 4.0 dan SDM yang dibutuhkan.
Executive Director Indonesia Services Dialogue Devi Ariyani menuturkan, teknologi digital memungkinkan pekerja Indonesia bertransaksi dengan pelaku usaha di luar negeri. Ada persoalan ketika pekerja Indonesia tidak memiliki sertifikasi yang berlaku di negara lain.
Peneliti CSIS Deni Friawan menambahkan, tantangan umum sistem pendidikan Indonesia antara lain memperbaiki kualitas dan relevansi hasil pembelajaran. (CAS)