Sinergi Bank Konvensional-Syariah Tingkatkan Daya Saing
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 28 Tahun 2019 yang berlaku sejak 19 November 2019 memungkinkan sinergi lebih kuat antara bank umum konvensional dan bank umum syariah.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sinergi antara bank umum konvensional dan bank umum syariah diperkuat untuk meningkatkan kapasitas industri perbankan syariah. Tak sebatas itu, sinergi diyakini bakal menguntungkan nasabah.
Ikhtiar untuk menguatkan sinergi itu terlihat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 28 Tahun 2019 tentang Sinergi Perbankan dalam Satu Kepemilikan untuk Pengembangan Perbankan Syariah yang diterbitkan OJK.
Dalam salinan POJK tersebut, bank umum syariah diperkenankan untuk memanfaatkan sumber daya manusia, teknologi informasi, serta jaringan kantor milik bank umum konvensional. Sinergi dapat dilakukan dengan syarat bank konvensional dan syariah memiliki hubungan kepemilikan, baik secara vertikal, yakni antara induk dan anak perusahaan, maupun secara horizontal, yaitu sesama anak perusahaan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat, di Jakarta, Senin (9/12/2019), mengatakan, POJK tersebut berlaku sejak 19 November 2019. Lewat aturan ini, bank syariah dapat lebih leluasa berkonsolidasi dengan bank konvensional dengan jaringan kepemilikan yang sama.
”Nasabah bank syariah dapat dilayani di jaringan kantor bank konvensional. Jenis layanan mulai dari kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan, dan pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip syariah,” ujarnya.
Sementara di bidang sumber daya manusia, sinergi tersebut memungkinkan komite independen bank konvensional merangkap jabatan sebagai komite independen bank syariah. Adapun sinergi di bidang teknologi informasi dilakukan melalui penggunaan pusat data milik bank konvensional oleh bank syariah.
Selain memungkinkan sinergi dari sisi infrastruktur dan sistem perbankan, bank konvensional diperbolehkan memberikan rekomendasi pembiayaan kepada nasabah untuk menggunakan prinsip perbankan syariah. Bank syariah juga diperbolehkan masuk ke lini bisnis induk konvensional.
Namun, Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK Deden Firman Hendarsyah mengatakan, sinergi yang diatur dalam POJK tidak memperbolehkan penggunaan modal bank konvensional untuk perhitungan batas maksimum penyaluran dana (BMPD) bank syariah.
”Dalam POJK terbaru ini, kami juga tidak memperbolehkan jajaran direksi, dewan komisaris, dan pejabat eksekutif bank konvensional untuk merangkap jabatan sebagai manajemen bank syariah,” ujar Deden.
Berdasarkan data OJK, per Oktober 2019 terdapat 14 bank umum syariah, antara lain 7 bank syariah hasil konversi bank umum dan 6 bank umum syariah hasil spin off. Selain itu, terdapat 20 unit usaha syariah. Secara total, bank umum syariah dan unit usaha syariah memiliki total aset Rp 499,98 triliun atau 6,01 persen dari seluruh aset perbankan nasional.
Direktur Risk Management dan Compliance PT Bank Syariah Mandiri Putu Rahwidhiyasa menyambut baik pemberlakuan POJK No 28/2019. Aturan ini dipastikan bakal meningkatkan efisiensi bank syariah melalui optimalisasi sumber daya milik induk.
”Jika sebelumnya hanya diatur sinergi di bidang pendanaan, saat ini POJK yang terbaru memperbolehkan anak usaha syariah melakukan kegiatan usaha BUKU (bank umum kelompok usaha) IV milik induk,” ujar Rahwidhiyasa.
Namun, khusus untuk kegiatan pembiayaan, bank syariah tetap harus berpatokan pada BMPD sesuai dengan kelompok BUKU dari setiap bank syariah untuk memitigasi risiko pembiayaan.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank BCA Syariah John Kosasih mengatakan, nasabah bank syariah akan mendapat akses jaringan lebih luas jika aturan tersebut sudah berlaku. Dampak positif nantinya tidak hanya dirasakan oleh perusahaan, tetapi juga oleh para nasabah.
”Jaringan luas muncul karena POJK memungkinkan bank syariah bersinergi dengan induk usaha dalam menjalankan operasional harian. Ini akan bermanfaat karena bisa menggunakan infrastruktur dan sumber daya manusia dari induk,” ujarnya.