Mandiri Sekuritas Siap Boyong Emiten Besar ke Pasar Modal
Mandiri Sekuritas telah menerima mandat untuk menjamin emisi sedikitnya lima emiten untuk IPO pada 2020. Salah satu calon emiten yang masuk daftar antrean penjaminan emisi tahun depan adalah PT Bank Syariah Mandiri.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Mandiri Sekuritas berkomitmen untuk turut mendorong calon-calon emiten dengan emisi besar melantai di pasar modal pada 2020. Pasalnya, meski aktivitas pencatatan saham perdana marak dilaksanakan, tahun ini emiten beremisi kecil mendominasi lantai bursa.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sepanjang 2019 terdapat 46 emiten yang mencatatkan saham perdana di pasar modal. Mayoritas emiten yang melantai di pasar modal tahun ini memiliki emisi minimum sekitar puluhan miliar rupiah.
Presiden Direktur Mandiri Sekuritas Dannif Danusaputro saat berkunjung ke Redaksi Kompas di Menara Kompas, Jakarta, Rabu (11/12/2019), mengakui, sepanjang 2019, perusahaannya tidak menerima mandat untuk menjamin emisi penerbitan saham perdana (IPO).
Menurut Dannif, kondisi ini disebabkan oleh emisi dari perusahaan-perusahaan yang tahun ini tercatat di pasar modal tergolong kecil dan tidak sesuai dengan target profil nasabah Mandiri Sekuritas.
”Tahun ini ukuran emisi dari IPO kecil-kecil. Profil dari perusahaannya pun tidak sesuai dengan profil nasabah kami. Ada emiten beremisi besar yang rencananya mau IPO tahun ini, tetapi karena satu lain hal harus kami geser tahun depan,” ujarnya.
Meski begitu, Dannif mengungkapkan, perusahaannya telah menerima mandat untuk menjamin emisi sedikitnya lima emiten untuk IPO pada 2020. Salah satu calon emiten yang masuk daftar antrean penjaminan emisi untuk tahun depan adalah PT Bank Syariah Mandiri.
”Tahun depan kami sangat optimistis. Walau target kami di bawah 10 emiten (untuk IPO) tahun depan, masing-masing jumlah emisinya di atas Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun,” kata Dannif.
Sementara itu, Managing Director Mandiri Sekuritas Heru Handayanto menyampaikan, hingga Oktober 2019, lini bisnis penjaminan emisi obligasi Mandiri Sekuritas masih menguasai 16,9 persen dari pangsa pasar emisi surat utang dalam negeri.
”Untuk penjamin emisi global bond, kami menguasai 13,8 persen pangsa pasar lokal. Sejauh ini, outlook bisnis penjaminan emisi untuk 2020 masih baik,” ujarnya.
Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menyampaikan, dalam dua tahun terakhir, imbal hasil pasar obligasi melebihi pasar saham. Kondisi ini membuat tingkat permintaan terhadap obligasi terjaga.
”Tahun ini terjadi tren penurunan bank sentral dunia sehingga turut membuat demand terhadap obligasi meningkat. Situasi ini berbeda dengan pasar modal yang indeksnya sangat bergantung pada data pertumbuhan ekonomi,” lanjutnya.
Handy memprediksi, suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa tahun 2020 masih memiliki kemungkinan penurunan terbatas. Hal ini membuat imbal hasil (yield) obligasi Indonesia masih akan menarik.
Imbal hasil obligasi
Imbal hasil obligasi pemerintah untuk jangka waktu 10 tahun pada pertengahan tahun ini masih ada di level 7 persen. Level imbal hasil ini masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara emerging market lain, seperti Thailand (2,1 persen), India (6,9 persen), dan Filipina (5 persen).
Dia memprediksi, imbal hasil obligasi Indonesia untuk tenor 10 tahun pada 2020 akan turun ke 6,25 persen-6,5 persen.
”Dunia saat ini sedang berada di jalur menuju tren suku bunga negatif, seperti Jepang dan Eropa. Tahun depan Bank Sentral Australia akan mulai memangkas suku bunga mereka menjadi negatif karena perlambatan ekonomi,” ujarnya.
Handy menambahkan, aliran modal masuk ke pasar portofolio dalam negeri bisa semakin deras ditopang oleh perbaikan peringkat utang Indonesia oleh lembaga pemeringkat internasional, Standard and Poor’s, dari BBB- menjadi BBB+ pada 2020.
Perbaikan peringkat utang ini didorong oleh kebijakan fiskal dan moneter Indonesia, salah satunya terkait upaya perbaikan defisit transaksi berjalan yang ditargetkan pada 2020 berada di kisaran 2,5 persen-3 persen dari produk domestik bruto.