Dana Desa ke Sektor Produktif, Bumdes Jadi ”Superholding”
Dalam catatan Presiden, terdapat 2.188 bumdes yang tidak beroperasi, sedangkan 1.670 bumdes lainnya beroperasi, tapi tidak berkontribusi pada pendapatan desa.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Alokasi dana desa terus bertambah. Tahun 2020, dialokasikan Rp 72 triliun atau naik ketimbang Rp 70 triliun setahun sebelumnya. Penggunaan dana desa pun diharap semakin mengarah pada sektor-sektor produktif.
Oleh karena itu, badan-badan usaha milik desa atau bumdes didorong bergabung menjadi korporasi besar atau superholding. Efektivitas dana desa menjadi perhatian Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas tentang penyaluran dana desa tahun 2020 bersama Wakil Presiden Ma\'ruf Amin di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Hadir dalam rapat itu antara lain Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto; Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy; Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan; Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian; Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Halim Iskandar; Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo; dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sejak 2015 sampai 2019, alokasi dana desa mencapai Rp 329,8 triliun. Alokasinya pun terus meningkat dari tahun ke tahun. ”Dengan jumlah yang makin meningkat, saya ingatkan agar penyalurannya betul-betul efektif dan berdampak signifikan pada desa terutama dalam percepatan pengembangan ekonomi produktif, menggerakkan industri pedesaan, dan mengurangi kemiskinan di desa,” kata Presiden.
Oleh karena itu, dana desa harus bisa dimanfaatkan mulai awal tahun. Penggunaannya diutamakan pada program-program padat karya yang memberikan kesempatan kerja pada warga desa yang miskin dan menganggur. Adapun model pembayarannya cash for work atau pembayaran tunai.
Penggunaan dana desa juga diminta untuk diarahkan pada sektor-sektor produktif, seperti pengolahan pascapanen, industri mikro dan kecil desa, budi daya perikanan, desa wisata, dan industrialisasi pedesaan. Industrialisasi di pedesaan diharap segera dimulai untuk mendorong penciptaan lapangan kerja. Untuk itu, badan-badan usaha milik desa (bumdes) perlu direvitalisasi sebagai penggerak industrialisasi pedesaan ini.
Dalam catatan Presiden, terdapat 2.188 bumdes yang tidak beroperasi, sedangkan 1.670 bumdes lainnya beroperasi tapi tidak berkontribusi pada pendapatan desa. Karenanya, Presiden meminta supaya bumdes diperkuat dan dibawa bermitra dengan pengusaha swasta besar. Dengan demikian, bumdes ikut dalam rantai pasok dan memiliki jalur untuk mendistribusikan produk-produk unggulannya baik melalui marketplace lokal maupun global.
Halim Iskandar menjelaskan, saat ini dilakukan identifikasi pada 27.000 desa tertinggal untuk mempercepat penanganan yang dilakukan semua kementerian/lembaga ataupun sektor swasta. Selain itu, untuk mendorong penguatan bumdes dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, bumdes-bumdes akan dibuat sebagai korporasi besar atau superholding, bukan sekadar holding.
Saat ini, kata Halim, sudah banyak bumdes bersama yang terdiri atas beberapa bumdes sewilayah. Namun, hal ini akan terus diperbesar dan digabungkan supaya semakin kuat dan saling menunjang sebagai satu korporasi. BUMN juga akan dilibatkan bila diperlukan untuk mendukung perkembangan superholding bumdes.
Adapun bumdes yang tidak beroperasi atau kalaupun beroperasi tidak memberikan hasil signifikan pada pendapatan desa akan direvitalisasi melalui penambahan modal, peningkatan jaringan, dan pendampingan.
”Jadi bumdes itu, kan, hasil dari inisiatif desa. Jadi kita tidak bisa menutup bumdes. Yang bisa adalah memfasilitasi dan merevitalisasi,” tutur Halim.
Namun, Halim belum mengetahui berapa banyak bumdes yang bisa direvitalisasi setiap tahun. Halim hanya menyebutkan sebanyak mungkin saat ditanyakan hal ini. Selain itu, bumdes yang akan diprioritaskan untuk bekerja sama dengan BUMN juga masih akan dibahas bersama Menteri BUMN Erick Thohir.
Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta pengelolaan dana desa didampingi. Dengan demikian, tata kelola penggunaan dana desa semakin transparan dan akuntabel. Masyarakat desa juga harus dilibatkan untuk mengawasi penggunaan dana desa.
Alokasi dana desa yang semakin besar ini semestinya dikelola semakin baik. Celah-celah penyimpangan harus ditutup. Beberapa penyimpangan yang sudah terdeteksi, seperti adanya desa-desa fiktif yang dimulai pengajuan kode wilayah yang tak terverifikasi dengan baik ataupun korupsi dana desa oleh kepala desa dan pendamping desa harus dicegah terjadi kembali.
Untuk itu, menurut Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng, pemerintah perlu menutup celah penyelewengan akibat minimnya verifikasi faktual mulai terkait pembentukan peraturan daerah pemekaran desa hingga transfer dan penyaluran dana desa. Tanpa upaya mengatasi hal ini, dana desa yang mencapai sekitar Rp 1 miliar untuk setiap desa tak mencapai sasaran, bahkan menjadi bahan bancakan.