Pajak Keuntungan Modal Ventura Dinilai Terlalu Tinggi
Pengenaan Pajak Penghasilan (Pph) sebesar 25 persen atas keuntungan modal ventura dinilai terlalu tinggi. Kondisi itu berdampak pada perkembangan industri modal ventura dalam negeri yang dianggap sulit berkembang.
JAKARTA, KOMPAS — Pengenaan Pajak Penghasilan sebesar 25 persen atas keuntungan modal ventura dinilai terlalu tinggi. Kondisi itu berdampak pada perkembangan industri modal ventura dalam negeri yang dianggap sulit berkembang.
Saat ini jumlah perusahaan modal ventura yang tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebanyak 61 perusahaan. Lima di antaranya merupakan perusahaan modal ventura yang menjadi bagian dari korporasi besar. Perkembangannya dinilai terkendala.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W Budiawan di Jakarta, Minggu (15/12/2019), berpendapat, keuntungan modal (capital gain) bagi perusahaan modal ventura dikenai pajak 25 persen. Selain itu, pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penyertaan Modal Perusahaan Modal Ventura pada Perusahaan Mikro, Kecil, dan Menengah, tidak diatur pungutan pajak atas keuntungan kegiatan usaha non-UMKM.
Bambang menilai, kondisi itu menyebabkan perusahaan modal ventura lokal sulit berkompetisi dengan asing atau investor yang menyuntikkan investasi ke perusahaan rintisan bidang teknologi di luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan insentif perpajakan.
Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 35 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Modal Ventura, kegiatan usaha modal ventura mencakup empat hal. Pertama, penyertaan saham. Kedua, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi (quasi equity participation).
Kegiatan ketiga adalah pembiayaan melalui pembelian surat utang yang diterbitkan pasangan usaha pada tahap rintisan awal atau start up dan pengembangan usaha. Keempat, pembiayaan usaha produktif.
Peraturan OJK Nomor Nomor 35 Tahun 2015 mensyaratkan setiap usaha modal ventura wajib memiliki portofolio penyertaan saham sebesar 15 persen paling lambat akhir tahun 2020. Berdasarkan catatan OJK, sebelum terbit POJK itu, portofolio kegiatan usaha industri ini 99 persen berasal dari pembiayaan produktif.
”Per Oktober 2019, portofolio kegiatan usaha modal ventura telah mengalami pergeseran, yaitu 16 persen penyertaan saham, pembiayaan produktif 79 persen, dan obligasi konversi 5 persen. Kami berharap, kegiatan usaha berupa penyertaan saham semakin naik,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura dan Start Up Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro menjelaskan, perusahaan modal ventura asing biasanya menyasar ke perusahaan rintisan bidang teknologi yang telah tumbuh mapan. Sementara perusahaan modal ventura lokal menyasar ke perusahaan rintisan bidang teknologi fase awal tumbuh.
Perusahaan modal ventura asing umumnya menggandeng perusahaan lokal jika ingin berinvestasi ke usaha rintisan bidang teknologi yang masih masuk fase awal tumbuh. Mereka beralasan perusahaan modal ventura lokal lebih memahami karakteristik langskap usaha rintisan di tahap pemula.
Indonesia mempunyai potensi besar di industri atau pasar layanan digital.
”Perusahaan modal ventura akan selalu melihat valuasi calon perusahaan rintisan yang akan mereka sasar. Dana kelolaan mereka juga besar sehingga wajar jika mereka cenderung berinvestasi ke perusahaan rintisan yang telah tumbuh mapan,” ujarnya.
Menurut Eddi, Indonesia mempunyai potensi besar di industri atau pasar layanan digital. Indonesia juga mempunyai lima perusahaan rintisan bidang teknologi bervaluasi 1 miliar dollar AS. Inilah yang menyebabkan perusahaan modal ventura internasional saling menyerbu masuk. Korporasi nasional yang menyadari besarnya potensi tersebut juga akhirnya turut mendirikan.
Baca juga: Modal Ventura Mengalur ke Industri Tekfin
”Kami rasa, alasan korporasi lain yang mau mendirikan perusahaan modal ventura adalah mengejar pendapatan non-organik. Kalau hanya mengandalkan pendapatan organik, bisnis korporasi akan susah tumbuh berkelanjutan. Tren seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia,” ujarnya.
Dari sisi regulasi, tambah dia, peraturan di Indonesia mengharuskan perbankan atau perusahaan jasa keuangan membangun perusahaan modal ventura dan berinvestasi di usaha rintisan yang berlatar belakang sektor sama. Menurut dia, hal itu tidak menjadi kendala yang harus dirisaukan. Apalagi, saat ini teknologi finansial sedang berkembang pesat.
Kerja sama Telkom
Sebelumnya, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom mengumumkan telah bekerja sama dengan KB Financial Group Inc, salah satu perusahaan finansial terbesar di Korea Selatan. Kerja sama keduanya berwujud pendirian perusahaan modal ventura bernama Centauri Fund. Peluncuran Centauri Fund dilakukan awal pekan lalu, Senin (9/12/2019), di Telkom Landmark Tower, Jakarta.
Centauri Fund berkantor di Jakarta dan Seoul. Centauri Fund akan berinvestasi di perusahaan rintisan bidang teknologi dengan latar belakang teknologi keuangan, infrastruktur perdagangan secara elektronik atau e-dagang, jasa perangkat lunak berbasis komputasi awan (SaaS), dan analisis data berukuran besar.
Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah mengatakan, kerja sama tersebut merupakan komitmen Telkom Group untuk mendukung pembangunan perekonomian digital di Indonesia.
Sebelumnya, Telkom sudah mempunyai perusahaan modal ventura, yakni MDI Ventures, yang fokus menyuntikkan pendanaan kepada perusahaan rintisan bidang teknologi tahap awal dan menengah di Asia Tenggara. Total portofolionya sekitar 33 perusahaan rintisan.
Salah satu perusahaan rintisan portofolio MDI Ventures, yaitu Geniee, tercatat sebagai perusahaan terbuka di bursa saham Tokyo.
Pendirian Centauri Fund itu dilakukan melalui MDI Ventures. Anak usaha Telkom, yakni Telkomsel, juga memiliki perusahaan modal ventura sendiri. Namanya adalah Telkomsel Mitra Inovasi.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan, pihaknya menyambut baik peluncuran Centauri Fund. Peluncuran ini menjadi sarana mendukung perkembangan usaha rintisan bidang teknologi di Indonesia sekaligus Asia. Sebagai bagian dari pengawas, pemerintah berusaha terus memperbaiki kemudahan investasi, mulai dari peraturan hingga iklim kondusif.
”Kami mengamati besarnya minat investor internasional untuk berinvestasi di industri digital Indonesia. Oleh karenanya, kami mendukung inisiatif swasta yang ingin terlibat membangun ekosistem industri digital, seperti yang dilakukan oleh Telkom group,” kata dia.
Chairman Yayasan Nexticorn Daniel Tumiwa, yang dihubungi Minggu (15/12/2019), di Jakarta, menceritakan, korporasi memiliki perusahaan modal ventura telah lebih dulu berkembang di luar negeri. Mereka berani berinvestasi di luar bisnis inti. Melalui strategi ini, mereka bisa merambah produk vertikal.
Sementara di Indonesia, koporasi yang mendirikan perusahaan modal ventura baru berkembang. Kebanyakan di antara mereka berinvestasi ke perusahaan rintisan bidang teknologi yang mempunyai produk sama dengan inti bisnis korporat.
”Korporasi Indonesia memahami terlebih dulu pola, tingkat pengembalian investasi, dan risiko. Saat Nexticorn International Summit 2019, beberapa waktu lalu, beberapa perusahaan modal ventura korporat berpartisipasi, tetapi jumlahnya belum sebanyak perusahaan modal ventura institusional,” ujarnya.