Transformasi Ekonomi Mengatasi Defisit Neraca Dagang
Gas untuk kebutuhan elpiji, Presiden Joko Widodo mencontohkan, semestinya bisa diolah dari batubara yang melimpah di Indonesia.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transformasi ekonomi harus mulai dikerjakan. Menghentikan ekspor barang mentah dan mendorong ekspor barang jadi atau setengah jadi adalah strategi yang harus dikerjakan secara konsisten untuk mengatasi defisit transaksi berjalan.
Presiden Joko Widodo menuturkan, masalah besar defisit transaksi berjalan yang dihadapi Indonesia saat ini terjadi akibat impor yang jauh lebih besar daripada ekspor. Impor ini terutama pada produk energi, barang modal, dan bahan baku.
Impor barang modal dan bahan baku dinilai Presiden tak terlalu menjadi masalah karena masih bisa diekspor kembali. Namun, impor minyak dan gas Indonesia semakin tinggi. Saat ini, impor minyak sudah mencapai 700-800 barel per hari. Selain itu, masih ada impor gas dan bahan turunan petrokimia.
”Ini bertahun-tahun tidak diselesaikan sehingga membebani dan menyebabkan defisit,” tutur Presiden Joko Widodo saat pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Senin (16/12/2019), di Istana Negara, Jakarta. Hadir dalam acara ini sekitar 700 orang yang terdiri dari menteri, kepala lembaga, kepala daerah, dan sekretaris daerah. Selain itu, tampak pula Ketua DPR Puan Maharani, Ketua MPR Bambang Soesatyo, dan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti.
Gas untuk kebutuhan elpiji, Presiden Joko Widodo mencontohkan, semestinya bisa diolah dari batubara yang melimpah di Indonesia. Sumur-sumur minyak di Indonesia juga masih memiliki cadangan cukup banyak sehingga semestinya masih bisa ditingkatkan produksinya.
”Kok, kita senang impor. Ya, karena ada yang hobinya impor, karena untungnya gede sehingga transformasi di negara kita mandek,” ucap Presiden.
Presiden Jokowi juga menyebutkan, Indonesia sudah 34 tahun ini tak juga membangun kilang minyak. Hal ini diperlukan karena turunan produk petrokimia akan sangat banyak dan bisa memenuhi kebutuhan produksi dalam negeri. Impor bahan petrokimia Indonesia bahkan sudah mencapai Rp 325 triliun.
Sejak pelantikan sebagai Presiden, kata Jokowi, pembangunan kilang sudah diminta dilakukan. Namun, sampai saat ini tidak satu pun berjalan karena ada yang menghendaki Indonesia terus mengimpor. Presiden pun meminta Kepala Polri, Jaksa Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi ikut memantau pekerjaan besar ini.
Selain itu, nikel, bauksit, dan sumber daya alam lainnya diharap diolah menjadi barang jadi atau setengah jadi sebelum diekspor. Transformasi ekonomi seperti ini diharap bisa tercapai sehingga defisit transaksi berjalan bisa dikurangi.
Pemerintah daerah pun diminta untuk mendukung transformasi ekonomi ini. Ketika ada masalah pembebasan lahan, pemda bisa berperan, demikian pula ketika ada masalah perizinan.
Harus dihadapi
Presiden menegaskan, Indonesia tak perlu takut menentukan barang apa yang akan diekspor. Ketika ekspor nikel mentah dihentikan seperti saat ini dan Indonesia digugat Uni Eropa di WTO, semua tetap harus dihadapi.
”Mau kita ekspor atau tidak, ya, suka-suka kita,” ujar Presiden.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan, pembangunan nasional memasuki tahapan akhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Dalam RPJMN 2020-2024, visi-misi program presiden dijabarkan dalam program kementerian/lembaga (K/L) lintas K/L dan lintas wilayah.
RPJMN, kata Suharso dalam sambutannya, menggunakan wilayah sebagai basis integrasi semua sektor pembangunan. Pembangunan wilayah ini diutamakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan layanan dasar. Pembangunan ekonomi wilayah dilakukan dengan meningkatkan nilai tambah komoditas unggulan yang dimiliki daerah dengan membangun kawasan ekonomi khusus dan kawasan industri sekaligus memanfaatkan infrastruktur konektivitas yang dibangun.
Dalam RPJMN 2020-2024 disebutkan, target Indonesia menjadi negara upper middle income dengan PDB per kapita mencapai 4.546 dollar AS. Adapun kontribusi industri pengolahan pada PDB diharapkan meningkat dari 19,9 persen pada 2018 menjadi 21 persen pada 2024. Industri pengolahan nonmigas berkontribusi 18,8 persen pada 2024, meningkat dari 17,6 persen pada 2018.
Pemerintah pun menargetkan pada 2024, pertumbuhan ekspor barang dan jasa mencapai 4,8 persen dengan surplus neraca perdagangan 5,6 miliar dollar AS.