Tren Digital Pengaruhi Perkembangan Pekerja Lepas
Bekerja secara lepas di sektor jasa kini menjadi pilihan yang menggiurkan di tengah perkembangan teknologi. Apalagi, sejumlah perusahaan teknologi turut mengembangkan fitur yang memudahkan pekerja memperoleh klien.
JAKARTA, KOMPAS — Bekerja secara lepas di sektor jasa kini menjadi pilihan yang menggiurkan di tengah perkembangan teknologi. Apalagi, sejumlah perusahaan teknologi turut mengembangkan fitur yang memudahkan para pekerja lepas memperoleh klien.
Tenaga pelatih di ZGlow, sebuah perusahaan yang memfasilitasi penawaran jasa salon panggilan, Titin Makmuria, yang ditemui di Bursa Kerja Mandiri 2019, Gedung Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta, Senin (16/12/2019), menyebutkan, ada 600 pekerja lepas yang bergabung sebagai mitra ZGlow.
Mayoritas di antara mitra Zglow yang aktif adalah perempuan dengan latar belakang ibu rumah tangga dan orangtua tunggal. Sebagian sisanya merupakan perempuan yang masih berstatus karyawan tetap dan mahasiswa.
ZGlow berdiri tahun 2017 dan bergabung di fitur Go-Glam serta Go-Massage milik Gojek Indonesia. Siapa pun bisa menjadi mitra ZGlow. Syaratnya, punya keterampilan di bidang kecantikan, seperti potong rambut dan pijat.
”Setiap bulan kami mencatat ada kenaikan jumlah mitra. Sampai sekarang, sebagian besar calon mitra berlatar belakang ibu rumah tangga yang ingin mencari tambahan uang,” katanya.
ZGlow memungut 20 persen dari setiap pendapatan jasa yang diterima oleh mitra. Pemotongan berlaku setiap hari selama terjadi transaksi. Menurut dia, sejumlah mitra ZGlow yang awalnya berlatar belakang karyawan tetap mulai beralih menjadi pekerja lepas secara penuh karena pendapatan yang lebih tinggi. Selain itu, ketika jadi pekerja lepas, mereka juga mudah mengatur jam kerja.
”Kami juga merintis kelas pelatihan bagi angkatan kerja perempuan yang tertarik menjadi pekerja lepas di bidang kecantikan. Setiap tahun kami mencoba mengikutsertakan mereka uji kompetensi yang diadakan lembaga sertifikasi profesi di bawah pengawasan Badan Nasional Sertifikasi Profesi,” ujar Titin.
Acquisition and Marketing Manager PT Halo Komunikasi Sejahtera (Halo-Jasa) Christian Chandra Tan menyebutkan, terdapat minimal 50 penyedia jasa di masing-masing wilayah Jabodetabek. Jenis jasa meliputi perbaikan mesin pendingin ruangan, cuci kendaraan, pijat, dan kebersihan ruangan. Penyedia jasa yang bergabung awalnya adalah pekerja di bidang yang sama, tetapi menawarkan jasa secara tradisional.
”Jadi, aplikasi kami lebih bersifat mendigitalkan pemasaran jasa. Untuk jasa perbaikan mesin pendingin ruangan, kami memang mensyaratkan bukti keterampilan. Sisanya, kami menerima siapa pun yang memang berniat bekerja lepas di bidang-bidang jasa tersebut karena pada akhirnya sebelum terjun ke pasar, kami melatih dulu,” ujarnya.
Chandra menekankan pentingnya pelatihan dan sertifikasi keterampilan meskipun pekerja hanya berstatus pekerja lepas di aplikasi Halo-Jasa. Penekanan itu bertujuan agar jasa mereka tetap diminati konsumen.
Tetap bekerja
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Aris Wahyudi mengatakan, realitas ketenagakerjaan sekarang adalah tetap bekerja versus bekerja tetap. Sebagian pekerja lebih memilih tetap bekerja. Perspektif inilah yang melatarbelakangi maraknya kemunculan pekerja lepas.
Melalui kegiatan Bursa Kerja Mandiri pada 16-17 Desember 2019 di Ruang Inovasi, Gedung Kementerian Ketenagakerjaan, pemerintah ingin belajar lebih banyak dan memahami tren ketenagakerjaan, termasuk pekerja lepas. Diharapkan, pemerintah bisa merumuskan kebijakan baru untuk mengakomodasi tren pekerja lepas. Salah satu titik berat kebijakan yang ingin dibuat pemerintah terkait perlindungan hak-hak kerja layak.
Bursa Kerja Mandirimenghadirkan sejumlah perusahaan platform digital dengan tema sektor jasa umum, seperti Mecapan, Go-Clean, Go-Massage, Montir, Tukang.com, SmartBiker, HaloJasa, dan HelloBeauty. Para pekerja mandiritidak hanya memperoleh kesempatan untuk mendaftar pada satu platform, tetapi juga pada platform-platform lain yang berpartisipasi pada bursa kerja tersebut. Dengan demikian, mereka dapat mengoptimalkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki.
”Pada jangka panjang, pembicaraan ketenagakerjaan tentunya tidak sebatas menyasar dikotomi pekerja formal dan informal. Kami rasa perlu ada definisi baru tentang pekerja. Paradigma sebagian besar pekerja saat ini bukan lagi bekerja tetap, melainkan tetap bekerja,” ujarnya.
Aris mengatakan, urgensi terhadap payung hukum baru tentang ketenagakerjaan adalah data nasional. Selama ini, dia mengakui, belum ada data tunggal ketenagakerjaan tingkat nasional yang berisi jumlah angkatan kerja secara detail sampai profil pekerja.
Sejauh ini, setiap pekerja diharuskan melapor ke dinas ketenagakerjaan di tingkat kabupaten/kota untuk tujuan pencatatan. Namun, keharusan ini sering kali diabaikan.
”Industri tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Pemerintah mengawal, mendampingi, dan mengawasi. Kami berharap, setiap bursa kerja apa pun, termasuk bursa kerja untuk pekerja lepas, harus terdaftar di sistem bursa elektronik (e-bursa) yang langsung terhubung dengan platform Sistem Informasi Ketenagakerjaan,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk bekerja per Agustus 2019 mencapai sekitar 126,51 juta orang. Dari jumlah ini, sekitar 14,41 persen di antaranya bekerja di sektor jasa, yakni jasa pendidikan, kesehatan dan kegiatan sosial, perusahaan, keuangan dan asuransi, serta jasa lainnya.
Porsi penduduk bekerja di pertanian mencapai sekitar 27,33 persen, di sektor perdagangan 18,81 persen, industri pengolahan 14,96 persen, konstruksi 6,72 persen, serta akomodasi dan makan-minum 6,68 persen.
Porsi penduduk bekerja di sektor transportasi dan pergudangan tercatat sekitar 4,40 persen, administrasi pemerintahan 3,85 persen, serta pertambangan dan penggalian 1,13 persen.
Selama kurun 2015-2018, sektor jasa menyerap 9,77 juta pekerja, sedangkan industri hanya 2,99 juta orang. Porsi penduduk bekerja di sektor industri pengolahan tumbuh stagnan di angka 13-15 persen.
Tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan 0,9 persen dari Agustus 2015 sebesar 6,18 persen menjadi 5,28 persen pada Agustus 2019.
Sementara porsi pekerja paruh waktu pada Agustus 2015 mencapai 21,40 persen dari total penduduk bekerja. Pada Agustus 2019, porsinya naik menjadi 22,45 persen.
Adapun sepanjang Agustus 2015 ke Agustus 2019, porsi pekerja setengah menganggur terhadap total penduduk bekerja terus mengalami penurunan dari 8,48 persen menjadi 6,43 persen.
Peneliti senior Center of Reform on Economics Indonesia M Faisal, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, kondisi tersebut disebabkan oleh transformasi tenaga kerja yang sebagian besar dari sektor pertanian ke jasa dan dari industri pengolahan ke jasa.
Dia memandang, pertumbuhan lapangan kerja sektor jasa tetap perlu didorong dan difasilitasi. Akan tetapi, pada saat bersamaan, kinerja industri manufaktur semestinya juga perlu diperbaiki supaya bisa menciptakan lapangan kerja lebih banyak.
”Belum maksimalnya nilai tambah ekonomi terhadap sektor industri manufaktur karena industrinya belum tumbuh maksimal. Akibatnya, sektor industri manufaktur lebih lebih sedikit menyerap pekerja dibanding jasa,” kata Faisal. (MED)