Sejumlah perusahaan rintisan bidang teknologi di Indonesia tengah mengkaji ulang performa produk. Tujuannya mempertahankan pertumbuhan penjualan dan profit secara berkelanjutan.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah perusahaan rintisan bidang teknologi di Indonesia tengah mengkaji ulang performa produk. Tujuannya untuk mempertahankan pertumbuhan penjualan dan profit secara berkelanjutan.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah usaha rintisan bidang teknologi di Indonesia mengkaji ulang performa produk dan menetapkan keputusan. Langkah itu ditempuh untuk mempertahankan pertumbuhan penjualan dan profit.
Pada awal Oktober 2019, misalnya, Bukalapak mengkaji ulang performa bisnis seluruh produk. Proses itu, antara lain, berdampak pada pengurangan karyawan. Belakangan, Gojek Indonesia menyampaikan rencana menutup beberapa fitur layanan dalam GoLife yang performa pertumbuhannya dianggap tidak sesuai harapan.
Penasihat Operasional dan Keputusan Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya, Ade Febransyah di Jakarta, Selasa (17/12/2019) berpendapat, tutupnya operasi produk usaha rintisan bidang teknologi mencerminkan bahwa produk tak mampu merangkul khalayak luas. Produk itu mungkin hanya sanggup menggaet konsumen awal yang jumlahnya sedikit atau disebut early adopter.
Setiap produk yang diciptakan demi mengejar pertumbuhan bisnis tak selalu masuk dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Apabila konsumen tak menganggapnya urgen, mereka enggan aktif memakainya meski perusahaan menawarkan diskon besar atau imbal tunai.
Tantangan bagi kebanyakan perusahaan rintisan bidang teknologi terletak pada pemasaran. Praktik menyubsidi konsumen dalam bentuk diskon besar atau imbal tunai cenderung jadi ”jebakan” bagi perusahaan.
”Praktik menyubsidi konsumen memang sanggup memberikan kesadaran akan produk, tetapi loyalitas pengguna yang tercipta sering kali semu,” ujarnya.
Menurut Ade, bisnis apa pun pada dasarnya harus bisa menjaga top line berupa penjualan dan bottom line berupa profit secara berkelanjutan. Perusahaan rintisan bidang teknologi umumnya mengejar pertumbuhan penjualan. Gelontoran dana dari investor menjadi faktor pendorongnya. ”Perusahaan apa pun itu tetap harus memikirkan bahwa ongkos operasional terus berjalan dan bisa menjadi beban berat,” imbuhnya.
Jaga loyalitas
Chief Marketing Officer PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) Edward Kilian berpendapat, pada akhirnya, loyalitas konsumen tidak tercipta dari pemberian subsidi dalam bentuk diskon besar atau imbal tunai. Pada produk dompet elektronik, misalnya, konsumen akan memilih layanan yang lebih praktis, satu solusi, dan membuat mereka nyaman bertransaksi.
Pengembangan dompet LinkAja memungkinkan konsumen bisa diakses lintas platform. LinkAja, misalnya, kini hadir di sistem transportasi berbasis aplikasi Gojek, Grab, BlueBird, dan kereta komuter Jabodetabek. Model seperti itu dinilai membuat konsumen, terutama mereka yang setiap hari menggunakan angkutan umum, tidak perlu mengaktifkan banyak aplikasi dompet pembayaran.
Edward menambahkan, praktik pemberian subsidi berupa diskon besar atau imbal tunai akan tetap dilakukan. Namun, fokus utamanya pengguna baru. Praktik itu bertujuan mengedukasi konsumen tentang dompet elektronik. Industri teknologi finansial bidang pembayaran diperkirakan semakin tumbuh. Namun, kompetisi makin ketat dan kemungkinan terjadi konsolidasi.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Visionet Internasional, penerbit dompet elektronik OVO, Karaniya Dharmasaputra, menyebutkan, pengguna OVO terdaftar mencapai sekitar 87 juta dan pengguna aktif bulanan 11 juta-12 juta. Ketika perusahaan menurunkan budget pemasaran hingga 50 persen pada 2019, volume transaksi atau pengguna aktif malah tumbuh.