Segenap cara mesti ditempuh agar industri manufaktur lebih perkasa sebagai penggerak utama (”prime mover”) pertumbuhan ekonomi. Kontribusinya masih dominan, tetapi cenderung turun beberapa tahun terakhir.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Upaya menggerakkan industri manufaktur lebih kencang menghadapi segenap tantangan di tengah tren turunnya kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional beberapa tahun terakhir. Segenap cara mesti ditempuh agar sektor ini lebih perkasa sebagai penggerak utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi.
Angka itu menurun tipis dibandingkan triwulan III-2018 yang tercatat 19,63 persen, tetapi relatif signifikan jika dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, seperti triwulan II-2014 yang tercatat 21,2 persen atau tahun 2004 yang mencapai 28,37 persen. Padahal, Indonesia membutuhkan mesin baru untuk mendorong ekonomi, antara lain dari ekspor produk manufaktur, produk bernilai tambah hasil olahan tambang, dan pariwisata.
Menilik tren penurunan kontribusi sektor industri manufaktur, sementara sektor jasa terus tumbuh, apakah di tahun 2030-2045 nanti perekonomian Indonesia akan berbasis industri pengolahan atau jasa? Bagaimana mendongkrak sektor ini agar tumbuh lebih tinggi?
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,07 persen tahun 2019 dan 5,04 persen di 2020. Perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang berdampak pada kecenderungan proteksionisme dan pelambatan pertumbuhan negara mitra dagang masih jadi faktor penekan pertumbuhan.
Selain faktor global, banyak hal di dalam negeri yang mesti dipacu, terutama yang terkait dengan sektor manufaktur. Daya saing industri mesti diperbaiki dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, memperbaiki regulasi dan birokrasi, serta membangun infrastruktur.
Segenap kondisi dianggap menghambat investasi di sektor manufaktor. Dampaknya, investor lebih memilih berinvestasi di sektor tersier. Oleh karena itu, sejumlah pihak menyarankan agar dalam jangka pendek ada kebijakan yang secara spesifik dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di industri manufaktur.
Alangkah baik apabila ada kombinasi antara sektor tersier atau jasa dengan sektor sekunder seperti manufaktur untuk menghasilkan produk. Selain itu, industri manufaktur idealnya tidak hanya berorientasi ke dalam negeri. Oleh karenanya, kebijakan perdagangan untuk mencari dan menggarap pasar nontradisional menjadi penting.
Pengelolaan secara tepat potensi sumber daya yang dimiliki menjadi penting bagi Indonesia untuk melangkah ke negara industri. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, penguatan industri di Indonesia membutuhkan pendalaman terutama di industri logam, industri petrokimia, dan industri agro.
Para pengusaha menaruh harapan besar terhadap keseriusan pemerintah melakukan pendalaman industri untuk membangun industri secara berkelanjutan. Sebab, perlu waktu dan tahapan untuk melihat dampak pembangunan sektor industri.
Terkait investasi, pelaku usaha dan investor berharap kepastian hukum. Faktor ini dinilai menjadi faktor kunci yang berpengaruh besar bagi masuknya modal ke Indonesia. Segenap pemangku mesti sepakat bahwa upaya membangun industri hulu hingga hilir memerlukan investasi untuk mendorong substitusi impor, menyerap tenaga kerja, dan mendongkrak ekspor.
Kementerian Perindustrian mencatat realisasi investasi sektor industri pengolahan periode 2015 hingga semester I-2019 mencapai Rp 1.173,5 triliun. Nilai ekspor sektor industri meningkat dari 108,6 miliar dollar AS di tahun 2015 menjadi 130 miliar dollar AS pada 2018.
BPS mendata sepanjang periode Januari-November 2019 ekspor industri pengolahan senilai 115,7 miliar dollar AS atau 75,57 persen dari total ekspor nasional yang 153,11 miliar dollar AS. Pada Agustus 2019 terdata 126,51 juta orang penduduk Indonesia bekerja dengan 14,96 persen di antaranya bekerja pasa lapangan pekerjaan industri pengolahan.
Upaya menggerakkan sektor perindustrian membutuhkan kesamaan pandangan dan dukungan berbagai pihak. Ketersediaan sumber daya manusia sesuai kebutuhan industri, harga energi yang kompetitif, serta kebijakan perdagangan dan penggunaan produk yang mendukung industri dalam negeri menjadi harapan.
Semua itu akan ikut memastikan kelancaran industri memutar roda perekonomian negeri ini. Negeri kaya potensi yang selayaknya cepat berkembang sebagai negara maju dengan industri sebagai penopangnya.