Indonesia memang masih perlu banyak infrastruktur. Namun, pemerintah perlu fokus membangun infrastruktur yang memiliki dampak besar, terutama untuk menciptakan pusat-pusat ekonomi baru di daerah.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
Beberapa hari yang lalu, pemerintah mengumumkan Konsorsium Cardig Aero Service sebagai pemenang lelang Proyek Pengembangan Bandara Komodo di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, yang akan dikembangkan dengan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha atau KPBU.
Proyek itu menjadi penting karena Bandara Komodo merupakan pintu gerbang menuju Labuan Bajo yang merupakan satu dari lima destinasi wisata superprioritas pemerintah. Konsorsium yang beranggotakan PT Cardig Aero Service, Changi Airports International Pte Ltd, dan Changi Airports MENA Pte Ltd itu diharapkan membawa pengalaman dan jaringan internasionalnya untuk mendatangkan wisatawan lebih banyak.
Nilai investasi yang diperlukan untuk pengembangan Bandara Komodo sekitar Rp 1,2 triliun. Sementara untuk operasional selama konsesi 25 tahun diperlukan biaya sekitar Rp 5,7 triliun. Sekitar 4 juta penumpang dan 3.500 ton kargo ditargetkan dapat dicapai dalam 10 tahun.
Belum lama ini, pemerintah juga melakukan penjajakan minat pasar untuk empat proyek jalan tol sepanjang 424,27 kilometer (km). Keempat proyek jalan tol yang ditawarkan dengan skema KPBU tersebut adalah ruas Solo-Yogyakarta-Bandara Kulon Progo, Yogyakarta-Bawen, Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap, dan Makasar-Maros-Sungguminasa-Takalar dengan total kebutuhan investasi Rp 112,9 triliun.
Sebagaimana di Labuan Bajo, jalan tol Yogyakarta-Bawen dan Solo-Yogyakarta-Bandara Kulon Progo juga diperlukan untuk mendukung Borobudur sebagai salah satu destinasi wisata superprioritas. Kedua tol itu diharapkan mendorong pengembangan ekonomi di wilayah segitiga Joglosemar, yakni Yogyakarta-Solo-Semarang.
Partisipasi swasta
Pembangunan infrastruktur dengan melibatkan sebanyak mungkin pihak makin diperlukan. Di satu sisi, pembangunan infrastruktur masih jadi program prioritas pemerintah. Di sisi lain, anggaran pemerintah terbatas.
Sampai 2017, stok infrastruktur Indonesia hanya 43 persen, di bawah rata-rata internasional 70 persen. Kinerja infrastruktur logistik pun masih rendah, yakni di peringkat 46, di bawah Malaysia (41), Vietnam (39), Thailand (32), dan China (26). Biaya logistik juga masih tinggi, yakni 24 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Hingga 2024, kebutuhan pendanaan untuk infrastruktur diperkirakan mencapai Rp 6.445 triliun. Dari jumlah itu, kontribusi pemerintah maksimal 37 persen dan badan usaha milik negara 21 persen. Sementara 42 persen lainnya diharapkan datang dari swasta.
Meski demikian, menarik swasta untuk masuk ke proyek infrastruktur juga tidak mudah. Sebab, proyek infrastruktur adalah proyek jangka panjang yang memerlukan modal besar. Hal itu terlihat di jalan tol yang pemainnya relatif tidak banyak berubah atau bertambah.
Tentu pertama-tama swasta akan melihat tingkat pengembalian investasi. Berikutnya, mereka juga mempertimbangkan kepastian regulasi atau kebijakan dari pemerintah untuk jangka panjang. Tanpa adanya jaminan atas perubahan kebijakan, entah karena kondisi politik atau pergantian pimpinan, swasta akan ragu masuk ke proyek infrastruktur.
Hal lain yang juga menjadi tantangan adalah masalah sosial, seperti pembebasan lahan yang banyak diperlukan dalam proyek infrastruktur. Saat ini, risiko pembebasan lahan telah diambil alih pemerintah sehingga memberikan kepastian bagi swasta. Demikian pula adanya skema penjaminan pemerintah membuat risiko bagi swasta berkurang.
Bagi pemerintah, tantangannya adalah kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang tidak hanya memerlukan jalan, tetapi juga banyak bandara dan pelabuhan. Oleh karena itu, dengan pertimbangan anggaran yang terbatas, pemerintah mesti membuat prioritas infrastruktur yang akan dibangun.
Indonesia memang masih memerlukan banyak infrastruktur. Namun, pemerintah perlu fokus membangun infrastruktur yang memiliki dampak besar, terutama untuk menciptakan pusat-pusat ekonomi baru di daerah.