Pemerintah Tambah Nilai Manfaat Jaminan Ketenagakerjaan
Sejak 2 Desember 2019, pemerintah menaikkan manfaat program jaminan sosial ketenagakerjaan, yakni pada jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak 2 Desember 2019, pemerintah menaikkan manfaat program jaminan sosial ketenagakerjaan, yakni pada jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Peningkatan itu diharapkan menarik lebih banyak pekerja untuk berpartisipasi sebagai peserta aktif.
Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2019 tentang Perubahan atas PP Nomor 44/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Regulasi itu ditetapkan 29 November 2019 dan berlaku 2 Desember 2019.
Penambahan manfaat itu, misalnya, pada jaminan kematian, yakni nilai santunan kematian dinaikkan dari Rp 24 juta menjadi Rp 42 juta. Pada jaminan kecelakaan kerja, biaya transportasi darat dinaikkan dari Rp 1 juta menjadi Rp 5 juta, santunan sementara tak mampu bekerja naik dari 100 persen penggantian upah selama enam bulan menjadi 12 bulan, serta penggantian upah 50 persen sampai pekerja sembuh dari kecelakaan kerja.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, saat dihubungi pada Jumat (3/1/2020) di Jakarta, berpendapat, peningkatan manfaat itu menjadi strategi menarik peserta baru jaminan sosial ketenagakerjaan. Saat ini, jumlah peserta masih di bawah 60 persen dari total angkatan kerja yang layak jadi peserta jaminan, yaitu sekitar 91 juta orang.
Menurut dia, masih ada sejumlah perusahaan yang enggan aktif mengikuti kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan. Hal itu antara lain karena alasan beban biaya operasional perusahaan yang tinggi.
Di industri manufaktur, misalnya, pelaku industri umumnya sudah dibebani oleh aneka biaya yang terus meningkat, antara lain bahan baku, energi, dan logistik. Pada saat yang sama, perolehan keuntungan mereka semakin tertekan.
”Tantangan BPJS Ketenagakerjaan pada 2020 dan tahun mendatang masih seputar menjangkau pekerja di sektor informal yang tidak terdaftar sehingga sukar untuk dilacak di atas kertas. Jumlah mereka pun lebih besar dibanding pekerja di sektor formal,” kata Mohammad.
Dana kelolaan untuk program jaminan kematian (JKM) per 30 September 2019 mencapai Rp 12,32 triliun dengan hasil investasi sebesar Rp 762,83 miliar. Jumlah klaim yang sudah dibayarkan pada 1 Januari-30 September 2019 adalah Rp 631,78 miliar dengan total 23.040 kasus kematian.
Adapun dana kelolaan program jaminan kecelakaan kerja (JKK) per 30 September 2019 mencapai Rp 33,85 triliun dengan hasil investasi Rp 2,03 triliun. Jumlah klaim yang dibayarkan dari 1 Januari-30 September 2019 adalah Rp 1,09 triliun dengan jumlah kecelakaan kerja 130.923 kasus.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, hasil investasi program JKM ataupun JKK lebih besar dari biaya klaim. Artinya, biaya klaim bisa dibiayai oleh hasil investasi tanpa mengganggu jumlah iuran yang masuk dan dana kelolaan. Dengan demikian, dana kelolaan JKM atau JKK bisa terus bertambah secara signifikan.
Dengan kenaikan upah minimum per tahun, iuran JKK dan JKM secara nominal otomatis naik. Selain itu, kenaikan persentase iuran tidak perlu naik karena hingga sekarang nilai dana kelolaan serta hasil investasi JKK dan JKM sudah sangat besar, sementara biaya klaim kedua program relatif tidak besar.
Selama Januari-September 2019, jumlah peserta JKK mencapai 32,2 juta orang dengan jumlah kasus kecelakaan kerja 130.923 kasus dan biaya klaim Rp 1,09 triliun. Pada periode yang sama, jumlah peserta JKM tercatat 32,2 juta orang, dengan jumlah kasus kematian sebanyak 23.040 kasus dan biaya klaim Rp 631 miliar.
Hingga September 2019, ada kenaikan kepersertaan JKK atau JKM yang masing-masing 5,73 persen, tetapi klaim manfaat JKK turun 0,16 persen dan JKM turun 0,013 persen. Timboel menduga, kenaikan jumlah peserta yang signifikan disertai oleh relatif kecilnya kenaikan klaim kecelakaan kerja dan kematian disebabkan keberhasilan sistem manajemen kecelakaan dan kesehatan kerja (K3) yang terus digalakkan ke sejumlah perusahaan. Mereka pun berinvestasi untuk pelaksanaan dan sosialisasi sistem manajemen K3.
”Kenaikan manfaat tersebut mendorong peserta semakin terlindungi, baik ketika mengalami kecelakaan kerja maupun sampai risiko terjeleknya meninggal dunia. Apabila pekerja informal, miskin, dan memiliki risiko pekerjaan yang tinggi sudah diikutkan dalam program JKK dan JKM, kenaikan manfaat akan lebih nyata,” ujarnya.
Deputi Direktur Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja, saat dikonfirmasi, menjelaskan, peningkatan manfaat itu dilakukan pemerintah tanpa kenaikan iuran untuk memberikan layanan yang optimal bagi peserta program JKK dan JKM. Tujuannya adalah memperingan beban pekerja yang mengalami risiko kecelakan dan kematian serta anggota keluarganya yang terdampak.
Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melibatkan BPJS Ketenagakerjaan dalam proses pembuatan PP No 82/2019. Keterlibatan BPJS Ketenagakerjaan bertujuan untuk memastikan bentuk santunan dan bantuan yang layak.
”Kekuatan dana kelolaan program JKK dan JKM yang kami kelola masih sangat cukup untuk menopang manfaat yang baru,” ujar Irvansyah.