Kepesertaan Program Jaminan Ketenagakerjaan Masih Jadi Isu Utama
Hingga kini baru 54,5 juta orang dari 129 juta angkatan kerja terdaftar sebagai peserta jaminan sosial ketenagakerjaan. Penambahan manfaat bukan satu-satunya cara mendongkrak peserta.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan dinilai masih menjadi isu utama. Sebab, baru sekitar 60 persen dari 91 juta orang yang dinilai layak menjadi peserta atau eligible yang telah terdaftar sebagai peserta program jaminan sosial.
Penambahan manfaat jaminan dianggap bukan satu-satunya cara mendongkrak jumlah peserta. Sejumlah pihak menilai, edukasi program, kemudahan administratif, serta pengawasan yang efektif mesti diprioritaskan untuk menarik lebih banyak peserta jaminan.
Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (5/1/2020), berpendapat, bagi pekerja formal, persoalannya masih berkutat pada kurang gencarnya sosialisasi ke daerah padat industri dan tak optimalnya pengawas ketenagakerjaan di setiap provinsi. Akibatnya, ada pembiaran terhadap perusahaan yang tidak menyertakan pekerjanya ke dalam program.
Sementara bagi pekerja bukan penerima upah atau informal, sosialisasi dinilai sudah gencar. Hasil survei BPJS Watch di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Sulawesi Barat menemukan, pekerja informal seperti petani, tukang serabutan, dan mitra pengemudi ojek daring menjadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan.
Menurut Pendiri Induk Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Indonesia Samsul Hadi, mendorong wiraswastawan, petani, nelayan, dan pekerja informal lain untuk jadi peserta jaminan sosial bukan perkara mudah. Sebab, tak sedikit di antara mereka yang tersendat arus kasnya sehingga tidak mampu mengikutsertakan karyawannya sebagai peserta jaminan sosial.
”Jika arus kas terganggu, bisnis mereka kacau. Pemerintah dapat memberikan insentif perpajakan atau iuran jaminan sosial,” katanya.
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) Ikhsan Raharjo berpendapat, sosialisasi manfaat jaminan penting terutama kepada pekerja lepas ekonomi kreatif berskala mikro kecil atau menengah serta berstatus pekerja lepas.
Terhitung mulai 2 Desember 2019, pemerintah menaikkan manfaat program jaminan ketenagakerjaan lewat Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
Menurut Iksan, penambahan manfaat jaminan kecelakaan kerja maupun jaminan kematian amat dibutuhkan oleh pekerja formal dan informal.
Target peserta
Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan E Ilyas Lubis mengatakan, dari 129 juta orang angkatan kerja nasional, sebanyak 91 juta orang di antaranya layak menjadi peserta (eligible) jaminan sosial ketenagakerjaan. Jumlah peserta terdaftar saat ini, baik pekerja formal maupun bukan penerima upah, mencapai 54,5 juta orang atau 60 persen dari total pekerja eligible.
Berdasarkan peta jalan jaminan sosial nasional ketenagakerjaan yang ditetapkan pemerintah, kepesertaan pekerja formal ditargetkan mencapai 80 persen pada tahun 2021.
Mayoritas pekerja bukan penerima upah yang belum menjadi peserta adalah UMKM yang punya kemampuan pembayaran iuran rendah. Oleh karena itu, mereka membutuhkan dukungan dari pihak lain, seperti dari pemerintah, melalui kebijakan penerima bantuan iuran seperti dalam jaminan sosial kesehatan.
Menurut Ilyas, cara lain yang sedang dibahas bersama pemerintah adalah pemberian keringanan iuran ke pelaku UMKM penerima kredit usaha rakyat. Bank-bank penyalur KUR, yang juga mitra BPJS Ketenagakerjaan, didorong untuk gencar menyosialisasikan program jaminan sosial ketenagakerjaan.