Lokasi SKPT Natuna yang berada di sisi selatan Pulau Natuna tidak kondusif untuk disandari kapal selain saat musim utara berembus seperti saat ini.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
NATUNA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo berjanji untuk memperbaiki Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Natuna yang dinilai masyarakat belum berhasil mendukung kegiatan perikanan wilayah perairan terdepan Indonesia itu. Fasilitas yang belum memadai menyebabkan pelabuhan senilai Rp 221,7 miliar ini belum bermanfaat penuh sejak selesai dibangun pada Oktober 2019. Padahal, peningkatan aktivitas ekonomi dapat memperkuat kedaulatan Indonesia di perairan tersebut.
Dalam kunjungan kerja ke Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Rabu (8/1/2020), Presiden Joko Widodo berjanji untuk memperbaiki fasilitas yang ada agar pelabuhan tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat nelayan. Hal ini disampaikan setelah masyarakat, yang sebagian besar terdiri atas nelayan, menyampaikan kepada Presiden bahwa SKPT Natuna belum bermanfaat bagi mereka.
”Intinya, pemerintah pusat dan daerah ingin agar sumber daya alam laut kita yang ada di Natuna ini dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat di sini. Saudara-saudara nelayan yang tahu caranya dan itu akan didukung oleh pemerintah,” kata Jokowi di depan ratusan nelayan dari Kabupaten Kepulauan Natuna di Sentra Kelautan dan Perikanan Natuna, Selat Lampa, Kabupaten Natuna.
Dalam kunjungannya, Presiden juga didampingi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, serta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna adalah fasilitas pelabuhan terpadu dengan luas 5,8 hektar di sisi selatan Pulau Natuna, Kepulauan Riau. Pada 2016, SKPT Natuna mulai dibangun dengan tujuan meningkatkan industri perikanan di perairan terluar Indonesia tersebut. SKPT Natuna memiliki fasilitas pokok untuk memadukan berbagai kegiatan kelautan dan perikanan.
Percepatan pembangunan
Ditemui seusai acara, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengakui bahwa tidak seluruh masyarakat nelayan di Natuna dapat merasakan manfaat langsung keberadaan SKPT Natuna. Terutama karena banyak prasarana pendukung aktivitas perikanan di SKPT Natuna yang belum berjalan dengan baik, seperti penyediaan air bersih dan suplai bahan bakar minyak.
”Kami akan segera membentuk tim khusus untuk melakukan percepatan pembangunan di SKPT Natuna ini,” kata Edhy.
Edhy berharap SKPT Natuna dapat menjadi pemicu pembangunan ekonomi di kawasan Natuna. Pembangunan ekonomi yang baik di kawasan ini diharapkan dapat memperkuat perbatasan dan kedaulatan Indonesia di laut.
Bupati Kepulauan Natuna Abdul Hamid Rizal pun meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong penanaman investasi di SKPT Natuna dalam bentuk pabrik pengalengan ikan.
Keberadaan pabrik pengalengan, menurut Hamid, akan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi perikanan di Natuna. Selain kesejahteraan masyarakat yang meningkat, perairan utara Natuna juga akan menjadi lebih aman dari gangguan negara asing.
Persoalan kedaulatan negara mendapat sorotan setelah kemunculan puluhan kapal ikan China di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dengan kawalan kapal penjaga pantai (coast guard) dan pengawas perikanan China.
Belum berjalan baik
Ketua Grup Nelayan Karimun di Natuna, Dedek Ardiansyah (31), membenarkan bahwa SKPT Natuna sudah berjalan sejak 2016. Namun, pelayanan yang efektif dilakukan di SKPT Natuna adalah pelayanan administratif, seperti penerbitan izin layar dan surat laik operasi.
Sementara fungsi utama SKPT Natuna sebagai pendukung aktivitas perikanan belum berjalan dengan baik. Dedek mengatakan, banyak persoalan yang masih mengganjal berfungsinya SKPT Natuna secara efektif, seperti pasokan air bersih yang tidak memadai, tidak adanya kios perbekalan, dan tidak tersedianya pasokan es untuk kapal ikan.
Bahkan, Dedek khawatir SKPT Natuna tidak akan dapat mendukung aktivitas perikanan di perairan Natuna secara maksimal sepanjang tahun ke depannya. Sebab, menurut Dedek, lokasi SKPT Natuna yang berada di sisi selatan Pulau Natuna tidak kondusif untuk disandari kapal selain saat musim utara berembus seperti saat ini.
”Karena gelombang terlampau besar. Selain musim utara, kapal susah masuk ke dermaga SKPT Natuna. Saya takut (SKPT Natuna) menjadi percuma,” kata Dedek.