Sentra Kelautan dan Perikanan Natuna Belum Optimal
Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Natuna di Selat Lampa dinilai belum berfungsi optimal. Fasilitas itu membutuhkan dermaga, gudang pendingin, tempat penginapan, listrik, dan pabrik pengolahan agar optimal fungsinya.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penguatan kedaulatan ekonomi di Laut Natuna Utara membutuhkan pembenahan bisnis perikanan. Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu atau SKPT Natuna di Selat Lampa dinilai belum berfungsi optimal.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Selasa (7/1/2020), menyatakan, SKPT Natuna sudah dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan, tetapi fasilitas itu tak bisa dipakai karena pekerjaannya kurang optimal. SKPT Natuna menurut rencana dilengkapi dermaga, gudang pendingin, tempat penginapan, listrik, dan pabrik pengolahan.
Menurut Luhut, kekosongan perairan memicu datangnya kapal-kapal ikan asing. Upaya menghadapi invasi kapal asing adalah dengan memperkuat nelayan dan aktivitas perikanan di wilayah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah mendorong nelayan di pantai utara Jawa dan Sumatera Utara untuk mengisi zona ekonomi eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara.
Peran dan armada Badan Keamanan Laut, kata Luhut, harus diperkuat untuk pengawasan dan patroli. Saat ini fungsi keamanan laut dilaksanakan oleh beberapa kementerian atau lembaga, antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan, Polri, TNI AL, serta Kementerian Perhubungan. Fungsi itu mesti disatukan dengan merevisi aturan melalui undang-undang sapu jagat.
Bisnis tak jalan
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Muhammad Abdi Suhufan berpendapat, jumlah kapal berukuran di atas 30 gros ton (GT) yang beroperasi di Laut Natuna dan sekitarnya saat ini berjumlah 811 unit. Jumlah itu belum termasuk izin kapal berukuran di bawah 30 GT yang dikeluarkan pemerintah daerah.
”Jumlah kapal sudah cukup banyak. Problem utama di Natuna bukan kekurangan kapal, melainkan bisnis proses perikanan yang belum berjalan,” katanya.
Bisnis perikanan belum optimal karena selama ini ikan hasil tangkapan tidak didaratkan di Natuna, tetapi dibawa ke Pulau Jawa dan Tanjung Balai Karimun. Akibatnya, perdagangan dan kegiatan ekonomi tidak berputar di Natuna. Untuk itu, pemerintah perlu memastikan kegiatan penangkapan bisa dilanjutkan proses pengolahan di Natuna.
Menurut dia, penambahan armada perikanan mesti dikaji cermat. Apalagi jika kapal-kapal yang mau dialihkan ke Laut Natuna Utara merupakan kapal yang bermasalah, baik dari segi perizinan maupun jenis alat tangkapnya.
Ketua Umum Jaringan Nelayan Matahari Sutia Budi menyatakan, pemerintah tak perlu reaktif dalam pengiriman nelayan pantai utara Jawa ke perairan Natuna. Penempatan nelayan ke Natuna atau zona ekonomi eksklusif lainnya harus menjadi bagian dari desain besar menjaga kedaulatan bangsa serta pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
Penempatan nelayan di Natuna harus dibarengi penyiapan armada kapal dengan peralatan yang lebih modern, revitalisasi pelabuhan tempat pendaratan, akses pasar, pembangunan kawasan industri, serta pembangunan infrastruktur pendukung.