Pembudidaya ikan perlu meningkatkan mitigasi bencana untuk menekan kerugian usaha budidaya akibat banjir. Namun, pembudidaya dinilai belum siap. Adapun jangkauan program asuransi masih relatif kecil.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Curah hujan tinggi dan banjir di sejumlah wilayah di Indonesia berpotensi berdampak pada usaha perikanan budidaya. Antisipasi diperlukan menekan kerugian usaha budidaya akibat banjir. Namun, kesiapan pembudidaya belum optimal.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto saat dihubungi di Natuna, Kepulauan Riau, Rabu (8/1/2020), menyatakan, berdasarkan tren lima tahun terakhir, banyak usaha budidaya ikan terdampak banjir dengan nilai kerugian relatif besar. Oleh karena itu, mitigasi bencana diperlukan, antara lain dengan panen dini dan mengakses asuransi.
Sejak 2017 pemerintah memberikan stimulan perlindungan usaha berupa bantuan premi asuransi untuk pembudidaya kecil guna mengantisipasi bencana alam.
Program itu untuk jangka satu tahun dengan nilai premi Rp 450.000 per hektar tambak udang, budidaya nila, patin, dan bandeng. Sasaran program adalah pembudidaya yang menerapkan teknologi sederhana dengan kepemilikan lahan budidaya air tawar 200 meter persegi hingga 1 hektar.
Sampai 2019, total bantuan premi asuransi perikanan yang disalurkan mencapai Rp 7,3 miliar. Jumlah itu mencakup 20.837,44 hektar lahan budidaya dan 15.026 pembudidaya. Saat ini total pembudidaya ikan di Indonesia 3,74 juta orang.
Khusus tahun 2019, realisasi asuransi mencakup 7.316 hektar lahan budidaya baru untuk 6.108 pembudidaya. Angka ini turun dibandingkan tahun sebelumnya 10.220 hektar untuk 6.914 pembudidaya.
Pada 2020, program bantuan asuransi ditargetkan mencakup 5.000 hektar lahan budidaya dengan anggaran Rp 3 miliar. Besaran premi berkisar Rp 90.000-Rp 225.000 per tahun sesuai komoditas dengan nilai santunan maksimum Rp 3 juta-Rp 7,5 juta per tahun atau Rp 1,5 juta-Rp 2,5 juta per siklus budidaya.
Secara terpisah, Ketua Bidang Budidaya Patin Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI) Imza Hermawan mengemukakan, beberapa wilayah sentra budidaya pangasius (patin), seperti Jawa Timur dan Kabupaten Batanghari (Jambi), sejauh ini belum terdampak banjir. Demi mengantisipasi banjir, sejumlah pembudidaya memagari kolam dengan jaring.
Menurut dia, pembudidaya patin belum berpengalaman mengantisipasi banjir karena sentra produksi patin tidak banyak yang rawan banjir. Adapun panen dini sulit diterapkan karena kendala pasar.
Chief Technical Program Smart Fish Indonesia Sudari mengemukakan, panen dini mungkin diterapkan, tetapi pembudidaya dikhawatirkan sulit menjualnya. Kebutuhan pabrik daging irisan patin, misalnya, membutuhkan patin berukuran 700 gram atau lebih besar.