Tarik-menarik Penerapan Kebijakan
Kementerian Perhubungan berencana menerapkan bebas kendaraan dengan dimensi dan muatan berlebih secara penuh mulai 2021. Namun, ada pihak yang ingin aturan diterapkan bertahap mulai 2023.
JAKARTA, KOMPAS -Muncul tarik-menarik mengenai bebas kendaraan kelebihan dimensi dan muatan yang rencananya mulai diberlakukan pada 2021. Ada pihak yang ingin kebijakan diterapkan bertahap pada 2023-2025. Namun, ada pihak yang menilai aturan itu mesti diterapkan sesuai rencana.
Kementerian Perindustrian berharap ada masa transisi yang memadai sebelum kebijakan bebas kelebihan beban dan dimensi atau Zero Over Dimension Over Load diberlakukan secara menyeluruh di Indonesia. Kementerian Perindustrian menilai pemberlakuan kebijakan bebas kelebihan dimensi dan muatan secara penuh pada 2021 itu akan menyulitkan industri dan cenderung menurunkan daya saing industri nasional.
"Bebas kelebihan dimensi dan muatan, suka atau tidak suka, kami harus menyatakan, akan mempersulit industri. Hal itu bagian dari biaya produksi yang tinggi. Operasional industri berkaitan dengan logistik," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (13/1/2020).
Agus menyampaikan, pihaknya telah berkomunikasi dengan Kementerian Perhubungan. Kemenperin memahami kepentingan Kementerian Perhubungan terkait kebijakan itu.
"Yang diinginkan kami tentu ada masa transisi yang memadai sehingga industri punya waktu cukup untuk melakukan penyesuaian," kata Agus yang ditemui seusai memberikan pengarahan dan membuka rangkaian acara Kick Off Pelaksanaan Anggaran 2020 di Kemenperin.
Yang diinginkan kami tentu ada masa transisi yang memadai
Menurut Agus, penyiapan jenis-jenis truk, operasional logistik, dan sebagainya dapat dianggap sebagai investasi yang akan menambah biaya dan mengurangi daya saing industri nasional.
"Hal ini (merupakan) salah satu hal yang perlu dicari kesamaan pandangan. Walaupun, perlu dicatat, kami sangat memahami kebijakan bebas kelebihan beban dan muatan dalam kepentingan terkait transportasi darat," ujar Agus.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menambahkan, masa transisi yang cukup dibutuhkan agar pelaku industri menyiapkan diri. Penyiapan tidak dapat dilakukan secara langsung atau serta merta.
"Sebagai contoh, untuk satu industri, ada yang membutuhkan 1.000 truk untuk berlalu lalang membawa bahan baku. Melakukan perubahan tidak mudah karena memerlukan penyesuaian aspek manajemen logistik dan ketersediaan atau penambahan jumlah sarana transportasinya," kata Achmad Sigit.
Terkait logistik dan distribusi bahan baku maupun produk industri nasional yang masih sangat bergantung moda transportasi darat berupa truk, Kemenperin berharap ada upaya memaksimalkan moda transportasi laut dan perkeretaapian.
Dipertimbangkan
Sementara, kalangan industri dari sejumlah sektor meminta pemerintah mempertimbangkan rencana penerapan kebijakan bebas kelebihan dimensidan muatan secara penuh pada 2021. Ada harapan, kebijakan tersebut diimplementasikan secara bertahap hingga industri siap pada 2023-2025.
"Asaki mengharapkan rencana penerapan kebijakan bebas kelebihan dimensi dan muatan secara penuh pada 2021 dipertimbangkan dengan tepat dan melibatkan pelaku industri," kata Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto.
Edy menuturkan, rencana penerapan kebijakan tersebut juga melibatkan pelaku industri dan memperhatikan jenis serta karakteristik industri, terutama industri berat seperti keramik. Apalagi, kebijakan tersebut akan berdampak langsung terhadap biaya logistik.
"Seperti kita ketahui, biaya logistik Indonesia relatif lebih tinggi di antara sesama negara ASEAN, yakni biaya transportasi, baik biaya pengiriman material mentah tanah maupun biaya pengiriman produk keramik dari industri ke pelanggan," katanya.
Edy menuturkan, biaya pengiriman keramik dari lokasi pabrik yang mayoritas berada di Jawa bagian barat menuju pelanggan di Jawa bagian tengah dan timur berkisar 10-12 persen dari harga jual keramik. "(Hal ini) Karena secara jenis dan karakteristiknya keramik adalah produk yang bulky atau berat," ujarnya.
Asaki mengkhawatirkan kebijakan bebas kelebihan dimensi dan muatan pada truk akan memengaruhi daya saing produk keramik nasional terhadap produk impor dari China, India, dan Vietnam. Produk keramik impor tersebut saat ini sudah menguasai pasar domestik dengan gampang dan murahnya biaya pengiriman per kontainer lewat transportasi laut ke sentra pasar keramik nasional melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta; Tanjung Mas, Semarang; dan Tanjung Perak, Surabaya.
"Asaki mengharapkan atensi Pemerintah agar kebijakan bebas kendaraan dengan dimensi dan muatan berlebih secara penuh pada 2021 dapat ditinjau kembali dan diimplementasikan secara bertahap hingga industri siap pada tahun 2023-2025," kata Edy.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat mengatakan, pihaknya satu pandangan dengan asosiasi industri lain yang menilai bahwa kebijakan bebas kelebihan dimensi dan muatan pada truk bersifat multidimensi.
Menurut Rachmat, kebijakan tersebut meliputi aspek infrastruktur, lalu lintas, dan ekonomi secara umum. "Jadi, perlu peta jalan yang di dalamnya tercakup peran dan tindakan bagi setiap pihak terkait," katanya.
Jadi masukan
Usulan dari Kementerian Perindustrian untuk menunda kebijakan bebas kendaraan dengan muatan lebih dan ukuran lebih menjadi masukan bagi Kementerian Perhubungan. Kebijakan tersebut tetap akan dilakukan, namun diterapkan secara bertahap.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, Kementerian Perindustrian memiliki pertimbangan terkait dampak kebijakan bebas kendaraan dengan muatan lebih dan ukuran lebih bagi industri. Pihaknya memahami dan menerima masukan dari Kementerian Perindustrian tersebut.
“Akan tetapi, kami kami juga memiliki skema untuk cara bertindak kami, seperti menyangkut waktu pelaksanaan maupun lokasi yang akan kami terapkan di tahap awal. Jadi pelaksanaannya secara umum tidak sama,” kata Budi.
Pernyataan Budi tersebut menanggapi surat dari Menteri Perindustrian Kepada Menteri Perhubungan bernomor 872/M-IND/12/2019 bertanggal 31 Desember2019 mengenai Kebijakan Zero Over Dimension Over Load. Surat tersebut menyatakan, pemberlakuan kebijakan tersebut secara penuh pada 2021 akan menurunkan daya saing industri nasional.
Sebab, penerapan kebijakan tersebut akan menambah waktu dan investasi, menambah kemacetan, meningkatkan kebutuhan bahan bakar, serta meningkatkan emisi karbon dioksida (CO2). Selain itu, kebijakan tersebut dinilai berpotensi meningkatkan kecelakaan karena masih banyak infrastruktur jalan yang belum sesuai.
Melalui surat tersebut, Kementerian Perindustrian berharap agar pemberlakuan Surat Edaran Menteri Perhubungan no 21 Tahun 2019 tentang Pengawasan terhadap Mobil Barang atas pelanggaran muatan lebih dan atau pelanggaran ukuran lebih tidak menimbulkan keresahan pada industri nasional. Kementerian Perindustrian mengusulkan pemberlakukan kebijakan bebas kelebihan beban dan muatan secara penuh disesuaikan waktunya, dari penerapan penuh pada 2021 menjadi secara bertahap pada 2023-2025.
Menurut Budi, persoalan kendaraan barang dengan muatan lebih dan ukuran lebih mestinya tidak menjadi masalah jika semua pihak terkait menjalankan bisnis sesuai regulasi masing-masing. Di sisi lain, masalah tersebut juga memperlihatkan beberapa aturan yang tidak sejalan. Selain itu, kewenangan menjadi tugas sejumlah pihak.
Di sisi lain, praktik kendaraan barang dengan muatan dan ukuran lebih memberikan keuntungan bagi pelaku industri dan angkutan. Namun demikian, di sisi lain, biaya untuk memperbaiki kerusakan jalan sangat besar, mencapai Rp 43 triliun setahun. Beberapa insiden atau kecelakaan yang terjadi juga disebabkan kendaraan barang dengan muatan lebih, seperti ambruknya jembatan di Tuban dan Lampung.
“Memang kita terlalu lama memberi toleransi terhadap ekosistem itu. Maka sekarang kita akan mulai luruskan. Apalagi, jalan tol sekarang semakin panjang,” ujar Budi.
Budi mengatakan, mereka akan membicarakan kebijakan bebas kendaraan barang dengan muatan lebih dan ukuran lebih dengan Kemenperin maupun asosiasi terkait. Pada prinsipnya, kebijakan tersebut tetap akan dilaksanakan, namun secara bertahap.
Mempertanyakan
Sementara, pelaku usaha di sektor logistik maupun jasa pengangkutan barang justru mempertanyakan usulan penundaan kebijakan bebas kendaraan dengan muatan lebih dan ukuran lebih oleh Kementerian Perindustrian.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita mengatakan, pelaku industri sudah berkali-kali meminta perpanjangan toleransi untuk melanggar aturan tentang muatan lebih. Padahal, kebiasaan tersebut dinilai justru membuat sektor logistik di Indonesia tidak berkembang.
“Lebih baik aturannya saja dibatalkan karena tidak akan pernah terlaksana. Truk berlebihan beban dan muatan lebih banyak ruginya daripada manfaatnya. Analisa yang dibuat oleh Kemenperin sama sekali tidak benar,” kata Zaldy.
Menurut Zaldy, truk dengan muatan lebih dan ukuran lebih justru akan mengonsumsi bahan bakar lebih banyak dan biaya perawatan lebih tinggi. Kendaraan semacam itu juga sangat rawan kecelakaan, seperti rem blong karena kelebihan muatan.
Truk berlebihan beban dan muatan lebih banyak ruginya daripada manfaatnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia Kyatmaja Lookman berpandangan, jika usulan dari Kemenperin tersebut diakomodasi oleh Kemenhub, maka yang terjadi adalah langkah mundur. Sebab, hal itu menimbulkan ketidakpastian hukum bagi penyedia jasa angkutan barang.
“Ini artinya tidak ada sinkronisasi antara 2 lembaga ini. Kalau ada penundaan, berarti pelaku usaha tidak mempunyai kepastian usaha terkait dengan komitmen bebas kendaraan dengan muatan dan dimensi berlebih di jalan tol pada 2020 oleh Badan Pengatur Jalan Tol dan 2021 oleh Kemenhub,” kata Kyatmaja.