Usaha mikro, kecil, dan menengah didorong untuk dapat mengekspor produk mereka. Oleh karena itu, produk UMKM harus siap bersaing di pasar global.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Pemerintah meningkatkan peran pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dalam kegiatan ekspor nasional. Terkait upaya itu, produk UMKM perlu dirancang agar dapat memenuhi standar ekspor.
Apalagi, di pasar global, produk UMKM bersaing dengan produk serupa dari negara-negara lain.
"Sementara, di dalam negeri, produk UMKM juga harus bertarung melawan produk impor yang dengan mudah masuk lewat e-dagang dan untuk produk yang sama bisa lebih murah 40-60 persen dari produk lokal," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki di Jakarta, Selasa (14/1/2019).
Teten menyampaikan hal itu dalam Rapat Kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang membahas realisasi program Kemenkop UKM Tahun 2019 dan rencana program kerja 2020.
Teten menuturkan, peran sektor UMKM dalam kegiatan ekspor dan substitusi impor akan ditingkatkan. Langkah ini terkait upaya mengurangi defisit transaksi berjalan.
Dalam Neraca Pembayaran Indonesia yang dirilis Bank Indonesia, transaksi berjalan triwulan III-2019 defisit 7,665 miliar dollar AS atau 2,66 persen produk domestik bruto (PDB). Adapun pada 2018, defisitnya 30,484 miliar dollar AS atau 2,93 persen PDB.
Teten menuturkan, di tengah tantangan global seperti saat ini, Kementerian Keuangan mengandalkan Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sebab, sektor di bawah kementerian itu dinilai masih berpeluang untuk ekspor.
"Terutama produk berbasis laut, pertanian, perkebunan, dekorasi rumah, mode muslim, dan makanan halal. Sebagai gambaran, negara yang saat ini memegang peran besar penggarapan makanan halal malahan Brasil," kata Teten.
Teten menuturkan, UMKM di Indonesia baru berperan sekitar 14,5 persen terhadap ekspor nasional. Di Malaysia, peran UMKM terhadap ekspor nasionalnya sekitar 20 persen, Thailand 35 persen, Jepang 55 persen, Korea Selatan 60 persen, dan China 70 persen.
UMKM di Indonesia baru berperan sekitar 14,5 persen terhadap ekspor nasional
"Presiden mendorong agar ekspor UMKM Indonesia dapat meningkat dua kali lipat dari sekarang pada 2024. Jadi estimasi kami sekitar 30 persen," ujar Teten.
UMKM dinilai kesulitan jika harus sendirian menembus pasar ekspor. Oleh karena itu, Kemenkop UKM mengupayakan agar UMKM dan perusahaan besar bisa bermitra, terutama yang sudah masuk ke dalam rantai pasok global.
Data Kemenkop UKM menunjukkan, kontribusi ekspor usaha mikro sekitar 1,22 persen terhadap total ekspor. Adapun kontribusi ekspor usaha kecil 2,3 persen, usaha menengah 10,85 persen, dan usaha besar 85,63 persen terhadap total ekspor nasional.
Ketua Komite IV DPD RI Elviana menuturkan, UMKM masih menghadapi berbagai persoalan, di antaranya dalam meningkatkan kemampuan usaha. "Aspek itu di antaranya menyangkut kualitas dan kompetensi SDM yang masih rendah dan minimnya pengetahuan tentang kewirausahaan," ujar Elviana.
Persoalan lain yang dihadapi adalah legalitas perizinan, terutama di segmen usaha mikro dan kecil, serta permodalan.
Sebelumnya, secara terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, satu dari tujuh permasalahan sektor industri di Indonesia berkaitan dengan industri kecil menengah (IKM). Menurut dia, persoalan itu di antaranya terkait pembiayaan, bahan baku dan penolong, mesin atau peralatan, dan pemasaran. (CAS)