Hotel Beternak Lele untuk Terapkan Pariwisata Berkelanjutan
Di Jepang, yang penggunaan plastiknya enam kali lipat dari Indonesia, tidak ada plastik yang turun ke laut atau tempat penimbunan sampah. Dari rumah, masyarakat sudah memilah sampah.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pelaku industri wisata melakukan berbagai inisiatif untuk menerapkan pariwisata yang mementingkan aspek keberlanjutan. Meski belum banyak dilakukan, masyarakat dan pemerintah Indonesia perlahan juga ikut membangun ekosistem pariwisata keberlanjutan.
Jaringan hotel global, Wyndham Hotel Group, merupakan salah satu pelaku industri pariwisata yang berani berinisiatif dengan menghadirkan hotel dan resor berkelanjutan. Di Indonesia, jaringan hotel asal Amerika Serikat ini hadir di Jakarta, Bali, dan Lombok.
Pemimpin Wyndham Casablanca Jakarta Paolo Randone, dalam acara Jakarta Chief Marketing Officer (CMO) Club, di Jakarta, Rabu (15/1/2020), berkomitmen menjalankan bisnis pariwisata yang menghasilkan keuntungan dengan ikut menjaga lingkungan sekitar dan berdampak sosial padaTanah Air.
Saat ini mereka telah menerapkan konsep memakai ulang (reuse), memperbaiki (repair), dan memperbarui (renew) lewat penggunaan properti hotel dengan peralatan daur ulang. Paolo mengatakan, hal ini penting karena hotel terbilang industri boros sampah, mulai dari sampah plastik sampai makanan sisa.
”Untuk makanan sisa, kami akan beternak lele di hotel kami. Jadi, makanan sisa kami jadikan pakan ikan lele sehingga tidak terbuang sia-sia. Terasa remeh, tetapi itulah konsep berkelanjutan. Kami mengambil dari alam untuk bisnis dan kami kembalikan lagi menjadi sesuatu bernilai,” ungkapnya.
Selain itu, hotel Wyndham di Indonesia juga melarang penggunaan balon yang proses penguraiannya sangat lama di alam. Pemberian minuman dalam botol plastik kepada tamu hotel juga tidak dilakukan sejak pertengahan 2019.
Menariknya, Paolo mengatakan, konsep berkelanjutan tersebut mulai dilakukan olrh turis yang menginap di hotel karena kepeduliannya kepada lingkungan.
”Kalau ia menganggap hotelnya tidak peduli lingkungan, pasti langsung ditinggalkan. Jadi, ada aspek bisnis yang mendorong kami melakukannya dan ini harus juga mulai dilakukan oleh hotel lain, termasuk perusahaan di luar industri hotel,” ujarnya.
Menjadi contoh
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Industri Perhotelan Indonesia (GIPI) Didin Junaedi menekankan pentingnya edukasi konsep berkelanjutan ke masyarakat oleh pelaku industri pariwisata. Didin menilai, langkah itu bisa dimulai dari perhotelan.
”Di Indonesia sudah harus mulai dilakukan. Kami berharap jika industri hotel yang memulai, sektor lainnya juga bisa mengikuti. Konsep green hotel bahkan sudah dilakukan sebagian pemain hotel di Indonesia walau belum maksimal,” ujarnya.
Menurut dia, saat ini, pemerintah juga sangat mendukung konsep pariwisata berkelanjutan. Melalui Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Pembangunan Destinasi Wisata Berkelanjutan.
Mengadaptasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sampai 2030, Kemenpar bertujuan menghadirkan ketersediaan pekerjaan yang layak, produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, dan konservasi ekosistem laut.
Hal itu dikejar dengan membuat Tim Percepatan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan dan mengadakan acara semacam Indonesia Sustainable Tourism Awards (ISTA) 2019.
Harus holistik
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Lingkungan Lucia Karina, pada kesempatan yang sama, mengapresiasi upaya tersebut dan dampak sosial yang dihadirkan. Ia berharap, komitmen itu dapat dilakukan dengan lebih komprehensif dan holistik oleh banyak pihak.
Harapan itu berkaca pada isu sampah plastik yang berkembang di Indonesia. Menurut dia, penyelesaian isu sampah di Indonesia belum menemukan solusi untuk pengelolaan dari hulu ke hilir.
”Di Jepang, yang penggunaan plastiknya enam kali lipat dari Indonesia, tidak ada plastik yang turun ke laut atau tempat penimbunan sampah. Dari rumah, masyarakat sudah memilah sampah, jadi saat diambil sudah tersegregasi, lalu ada pengolahan besarnya,” tuturnya.
Untuk itu, ia berharap Indonesia bergerak untuk menghasilkan solusi bersama. Tidak cukup hanya dilakukan hotel, tetapi juga investor dan pemerintah.